Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Presidential Threshold dan Ketimpangan yang Dibuatnya

3 Januari 2025   08:48 Diperbarui: 3 Januari 2025   08:48 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kursi Kekuasaan .(KOMPAS/TOTO SIHONO) 

Selain itu, aturan ini juga memperkuat oligarki politik. Para pemimpin partai besar menjadi sosok sentral yang menentukan siapa yang layak maju sebagai calon presiden. Dengan kata lain, kekuasaan dalam menentukan calon presiden tidak sepenuhnya berada di tangan rakyat, melainkan terpusat pada segelintir elite politik. Ini menciptakan ketergantungan yang tinggi pada kekuatan partai besar dan mempersempit akses bagi tokoh-tokoh potensial yang berasal dari luar sistem politik yang mapan.

Dampak terhadap Stabilitas Politik

Salah satu alasan utama diberlakukannya presidential threshold adalah untuk menciptakan stabilitas politik. Pemerintah berharap bahwa dengan mempersempit jumlah kandidat, proses pemilu akan lebih terkonsolidasi dan pemerintahan yang terbentuk lebih stabil. Namun, apakah benar demikian?

Faktanya, stabilitas politik tidak semata-mata ditentukan oleh sedikitnya jumlah kandidat, melainkan oleh legitimasi yang dimiliki pemimpin terpilih. Dalam konteks ini, presidential threshold justru dapat melemahkan legitimasi tersebut. Misalnya, dengan pilihan kandidat yang terbatas, masyarakat yang merasa aspirasinya tidak terwakili akan cenderung apatis atau bahkan melakukan protes. Hal ini dapat memicu instabilitas politik, terutama jika presiden terpilih dianggap tidak mampu memenuhi harapan rakyat.

Studi Kasus dan Bukti

Sebagai ilustrasi, mari kita lihat pemilu presiden 2019. Dalam pemilu tersebut, hanya ada dua pasangan calon yang bersaing, yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dengan pilihan yang sangat terbatas, masyarakat terpolarisasi ke dalam dua kubu yang saling berseberangan. Polarisasi ini tidak hanya berdampak pada politik, tetapi juga pada hubungan sosial masyarakat.

Padahal, jika presidential threshold tidak diberlakukan, mungkin ada lebih banyak kandidat yang mampu menawarkan gagasan dan solusi yang berbeda. Dengan demikian, pemilih memiliki lebih banyak opsi untuk memilih pemimpin yang benar-benar sesuai dengan aspirasi mereka.

Selain itu, banyak negara lain yang tidak memberlakukan presidential threshold, seperti Amerika Serikat. Di negara tersebut, sistem pemilu memungkinkan siapa saja yang memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai presiden, tanpa harus memenuhi ambang batas tertentu. Hasilnya, pemilu di Amerika Serikat cenderung lebih kompetitif, dengan kandidat yang lebih beragam.

Alternatif Solusi

Presidential threshold bukanlah aturan yang tidak bisa diubah. Ada beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk menciptakan sistem politik yang lebih inklusif dan adil. Salah satunya adalah menurunkan angka ambang batas. Dengan menurunkan threshold, lebih banyak partai politik dapat mencalonkan kandidat, sehingga pluralisme politik dapat terwujud.

Alternatif lainnya adalah menghapus presidential threshold sepenuhnya. Beberapa pakar berpendapat bahwa stabilitas politik tidak harus dicapai melalui pembatasan jumlah kandidat, melainkan melalui penguatan sistem demokrasi itu sendiri. Dengan menghapus threshold, proses politik menjadi lebih inklusif, dan pemilih memiliki kebebasan penuh untuk menentukan pilihan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun