Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Pendidikan Dijadikan Lahan Bisnis

29 Desember 2024   06:15 Diperbarui: 29 Desember 2024   06:15 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi siswa dan guru di kelas.(canva.com)

Dampak Komersialisasi Pendidikan

Komersialisasi pendidikan membawa dampak yang sangat kompleks dan multidimensional. Dampak pertama yang paling jelas terlihat adalah diskriminasi akses pendidikan. Dalam kondisi seperti ini, hanya mereka yang berasal dari keluarga mampu yang dapat menikmati fasilitas pendidikan berkualitas. Sementara itu, anak-anak dari keluarga kurang mampu harus puas dengan institusi pendidikan yang minim fasilitas, kurang tenaga pengajar berkualitas, dan memiliki kurikulum yang tertinggal.

Selain itu, fokus institusi pendidikan cenderung bergeser dari pembelajaran ke arah pemasaran. Banyak sekolah dan universitas lebih sibuk mempromosikan nama besar mereka melalui iklan atau kerja sama dengan korporasi daripada meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini menurunkan nilai intrinsik pendidikan sebagai sarana pembentukan karakter dan moral.

Di sisi lain, tekanan finansial yang muncul akibat tingginya biaya pendidikan juga berdampak pada psikologi siswa dan orang tua. Banyak keluarga yang harus berhutang demi menyekolahkan anak-anak mereka di institusi terbaik. Tak jarang, siswa juga merasa terbebani untuk mencapai prestasi tinggi sebagai imbal balik dari investasi besar yang dikeluarkan oleh orang tua mereka. Situasi ini menciptakan lingkungan belajar yang penuh tekanan, bukan dukungan.

Bukti-Bukti Empiris

Fenomena ini dapat dilihat dari data-data yang ada. Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, hanya sekitar 25% siswa SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Salah satu penyebab utamanya adalah tingginya biaya kuliah. Selain itu, survei dari lembaga pendidikan internasional menyebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam negara dengan tingkat kesenjangan pendidikan yang cukup tinggi di Asia Tenggara.

Di sisi lain, munculnya institusi pendidikan berbasis internasional di kota-kota besar menegaskan adanya segregasi pendidikan berdasarkan kelas sosial. Sementara sekolah-sekolah ini menawarkan kurikulum global dengan biaya yang mencapai ratusan juta rupiah per tahun, sekolah di daerah terpencil sering kali bahkan tidak memiliki fasilitas dasar seperti meja, kursi, dan buku pelajaran.

Langkah Menuju Pendidikan yang Inklusif

Mengatasi komersialisasi pendidikan membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, hingga masyarakat. Pemerintah harus lebih tegas dalam mengatur biaya pendidikan, terutama di sekolah-sekolah swasta dan perguruan tinggi. Transparansi anggaran juga sangat diperlukan agar dana pendidikan benar-benar digunakan untuk kepentingan siswa dan mahasiswa.

Selain itu, perlu ada pergeseran paradigma dalam masyarakat. Pendidikan harus dipahami sebagai proses pembelajaran yang berkelanjutan, bukan sekadar alat untuk mendapatkan gelar atau status sosial. Orang tua juga perlu mendidik anak-anak mereka untuk fokus pada nilai-nilai moral, kreativitas, dan inovasi daripada sekadar pencapaian akademik.

Institusi pendidikan, baik negeri maupun swasta, harus kembali pada misi utamanya: mencerdaskan kehidupan bangsa. Fokus mereka tidak boleh hanya pada keuntungan, tetapi pada kualitas pengajaran, pembinaan karakter, dan pemberdayaan siswa untuk menjadi individu yang mandiri dan produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun