Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Anak Sering Tantrum, Wajarkah?

25 Desember 2024   18:47 Diperbarui: 25 Desember 2024   18:47 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tantrum pada anak sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua. Momen ini bisa terjadi di tempat umum, di rumah, atau bahkan ketika kamu merasa sedang dalam kondisi terbaik untuk berinteraksi dengan si kecil. Tidak jarang, orang tua merasa kebingungan, frustrasi, atau bahkan malu saat menghadapi anak yang menangis keras, berguling di lantai, atau berteriak tanpa henti. Namun, apakah anak sering tantrum itu wajar?

Jawabannya adalah ya, dengan catatan tertentu. Tantrum adalah bagian normal dari tumbuh kembang anak, terutama pada usia dini. Namun, memahami lebih dalam apa yang menjadi penyebab, bagaimana dampaknya, serta kapan kamu perlu waspada, adalah langkah penting untuk mengelola situasi ini dengan bijak. Artikel ini akan membahas fenomena tantrum secara menyeluruh, sehingga kamu tidak hanya memahami bahwa tantrum itu wajar, tetapi juga mengerti bagaimana menanganinya dengan efektif.

Memahami Tantrum sebagai Bagian dari Perkembangan Anak

Pada dasarnya, tantrum adalah ledakan emosi yang terjadi ketika anak mengalami kesulitan dalam mengelola perasaan mereka. Biasanya, ini terjadi pada anak berusia 1 hingga 4 tahun, periode ketika kemampuan komunikasi verbal mereka masih dalam tahap perkembangan. Anak belum mampu mengekspresikan keinginan, kebutuhan, atau frustrasi mereka dengan kata-kata yang jelas. Akibatnya, mereka melampiaskan emosi tersebut melalui tangisan, teriakan, atau bahkan perilaku fisik seperti memukul atau menendang.

Dalam pandangan psikologi perkembangan, tantrum sebenarnya adalah bagian dari proses pembelajaran emosi. Anak belajar memahami dan mengekspresikan perasaan seperti marah, frustrasi, kecewa, atau sedih. Ketika mereka mengalami hambatan dalam menyampaikan apa yang dirasakan, tantrum menjadi saluran ekspresi utama.

Para ahli seperti Dr. Ross Greene, seorang psikolog anak, menjelaskan bahwa tantrum tidak hanya tentang perilaku, tetapi juga tentang keterampilan. Anak yang sering tantrum mungkin kekurangan keterampilan tertentu, seperti kemampuan untuk menunda kepuasan, memahami aturan, atau mencari solusi atas masalah sederhana.

Faktor Penyebab Anak Sering Tantrum

Salah satu alasan mengapa tantrum dianggap normal adalah karena ada banyak faktor yang memicunya, dan sebagian besar faktor ini bersifat alami. Misalnya, perkembangan otak anak pada usia balita masih dalam tahap awal. Bagian otak yang mengatur emosi (amigdala) lebih dominan daripada bagian otak yang mengontrol logika dan pengambilan keputusan (korteks prefrontal). Hal ini menyebabkan anak lebih mudah terpicu secara emosional daripada mampu berpikir rasional.

Kondisi fisik seperti kelelahan atau rasa lapar juga bisa menjadi pemicu utama tantrum. Ketika tubuh anak tidak nyaman, emosi mereka cenderung lebih labil. Selain itu, perubahan rutinitas atau lingkungan baru juga dapat membuat anak merasa cemas atau frustrasi, yang pada akhirnya memicu tantrum.

Kamu mungkin pernah memperhatikan bahwa anak sering tantrum ketika mereka merasa dibatasi, misalnya saat tidak diizinkan memegang sesuatu yang mereka inginkan. Dalam situasi seperti ini, tantrum adalah reaksi terhadap perasaan kehilangan kendali. Anak belum memahami bahwa batasan yang diberikan bertujuan untuk melindungi mereka, bukan untuk menyakiti perasaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun