Sekolah-sekolah unggulan dan universitas bergengsi kerap menjadi simbol status sosial. Biaya masuk yang tinggi, ditambah dengan tuntutan untuk mengikuti berbagai les tambahan, membuat akses ke pendidikan berkualitas menjadi hampir mustahil bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menunjukkan bahwa siswa dari latar belakang ekonomi rendah memiliki kemungkinan lebih kecil untuk berhasil di sekolah dibandingkan dengan rekan mereka yang berasal dari keluarga kaya. Ketimpangan ini tidak hanya disebabkan oleh perbedaan sumber daya, tetapi juga ekspektasi sosial.
Misalnya, seorang siswa dari keluarga miskin mungkin menghadapi tekanan untuk bekerja membantu keluarga daripada fokus pada pendidikan. Sementara itu, siswa dari keluarga kaya sering kali memiliki dukungan penuh untuk mengejar pendidikan setinggi mungkin. Hal ini menciptakan kesenjangan yang semakin melebar seiring waktu.
Diskriminasi di Dunia Kerja
Ketika seseorang berhasil menyelesaikan pendidikan, perjuangan melawan diskriminasi kelas sosial belum berakhir. Dunia kerja adalah arena lain di mana kelas sosial sering kali menjadi penentu kesuksesan seseorang.
Bayangkan seorang lulusan baru dari universitas negeri di daerah terpencil yang mencoba melamar pekerjaan di perusahaan multinasional. Meskipun memiliki kualifikasi yang memadai, ia mungkin akan kalah bersaing dengan lulusan dari universitas ternama di kota besar, hanya karena anggapan bahwa universitas tersebut "lebih bergengsi."
Selain itu, jaringan sosial sering kali menjadi faktor penting dalam dunia kerja. Mereka yang berasal dari keluarga kaya cenderung memiliki koneksi yang lebih luas, yang dapat membuka pintu ke peluang kerja yang lebih baik. Sebaliknya, mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah harus bekerja lebih keras hanya untuk mendapatkan kesempatan yang sama.
Dampak Psikologis dan Sosial
Diskriminasi berbasis kelas sosial tidak hanya berdampak pada peluang seseorang, tetapi juga pada kesehatan mental dan martabat mereka. Mereka yang terus-menerus dipandang rendah karena status sosial mereka sering kali merasa tidak berharga.
Penelitian menunjukkan bahwa stigma sosial dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri, kecemasan, dan depresi. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi produktivitas seseorang, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.
Selain itu, diskriminasi kelas sosial juga menciptakan polarisasi dalam masyarakat. Ketimpangan yang terus membesar dapat memicu konflik sosial, seperti yang telah terjadi di banyak negara.