Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Jangan Terbiasa Menakuti Anak

17 Desember 2024   16:58 Diperbarui: 18 Desember 2024   13:49 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang tua, kakek-nenek, atau bahkan pengasuh yang tidak sadar sering menggunakan ketakutan sebagai "alat" mendidik anak. 

Perkataan seperti "Kalau kamu nakal, nanti monster datang!" atau "Jangan keluar malam, nanti diculik!" dianggap lumrah dan sepele. Hal ini sering muncul sebagai reaksi spontan untuk membuat anak patuh, cepat diam, atau berhenti menangis. Namun, apakah cara ini benar-benar efektif dan aman?

Di balik kepatuhan anak yang tampak instan, ada banyak dampak negatif yang sering tidak dipahami oleh orang tua. Kebiasaan ini memang mengakar dalam budaya masyarakat, tetapi sudah waktunya untuk diubah. Menakuti anak bukan sekadar "gertakan" biasa, tetapi bisa berdampak serius pada perkembangan mental, emosional, hingga kepercayaan diri anak di masa depan.

Tulisan ini bertujuan mengulas secara mendalam bahaya kebiasaan menakuti anak, bagaimana cara kerja ketakutan itu dalam pikiran mereka, serta solusi yang lebih efektif dan bijak dalam mendidik anak.

Kebiasaan Menakuti Anak

Kebiasaan menakuti anak sering kali terjadi karena beberapa faktor, seperti minimnya pemahaman tentang pola asuh yang baik, pengaruh budaya turun-temurun, atau rasa frustrasi orang tua dalam menghadapi perilaku anak. Orang tua yang merasa kehabisan kesabaran sering mengambil "jalan pintas" dengan ancaman atau cerita menakutkan agar anak menuruti perkataannya.

Hal ini kerap dianggap solusi praktis karena hasilnya terlihat cepat. Anak segera patuh, berhenti menangis, atau melakukan apa yang diminta. Namun, ada perbedaan besar antara patuh karena memahami alasan di balik sebuah aturan dengan patuh karena rasa takut. Kepatuhan yang didasarkan pada rasa takut bersifat semu, tidak berdampak jangka panjang, dan justru menciptakan masalah baru dalam perkembangan anak.

Perlu dipahami bahwa anak-anak, terutama pada usia dini, memiliki kemampuan imajinasi yang sangat kuat tetapi belum mampu memilah antara kenyataan dan fantasi. Ketika mereka ditakuti dengan sosok menyeramkan atau ancaman yang berlebihan, hal itu terekam dalam pikiran mereka sebagai sesuatu yang nyata. Bukan hanya itu, ketakutan ini bisa menanamkan rasa cemas, keraguan, dan bahkan trauma berkepanjangan.

Dampak Psikologis yang Serius Akibat Menakuti Anak

Menakuti anak bukan sekadar perbuatan kecil tanpa konsekuensi. Hal ini bisa berdampak signifikan pada psikologi dan tumbuh kembang anak. Ada beberapa fakta yang perlu diketahui tentang bagaimana ketakutan yang ditanamkan secara konsisten dapat memengaruhi seorang anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun