Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kelemahan Regulasi Pajak di Indonesia

17 Desember 2024   09:36 Diperbarui: 17 Desember 2024   09:36 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, potensi pendapatan negara yang hilang akibat penghindaran pajak mencapai lebih dari Rp 200 triliun per tahun. Angka ini sangat signifikan, terutama jika dibandingkan dengan kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, atau layanan kesehatan. Sementara itu, masyarakat kecil tetap harus membayar pajak melalui pemotongan langsung seperti PPh karyawan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas setiap transaksi yang mereka lakukan.

Kondisi ini menciptakan ketidakadilan dan menimbulkan perasaan bahwa sistem pajak hanya "mengincar" masyarakat biasa yang memiliki akses terbatas terhadap celah-celah hukum perpajakan. Ketimpangan ini juga memperlebar jurang sosial antara kelompok kaya dan miskin, yang pada akhirnya bisa memicu ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

Rendahnya Kepatuhan dan Edukasi Pajak

Kepatuhan pajak di Indonesia masih tergolong rendah, baik di kalangan individu maupun perusahaan. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh keengganan untuk membayar pajak, tetapi juga karena rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pajak dan cara membayarnya.

Sebagian besar masyarakat masih memandang pajak sebagai beban, bukan kewajiban yang membawa manfaat bersama. Hal ini diperparah dengan kurangnya edukasi pajak yang diberikan oleh pemerintah. Di banyak negara maju, konsep pajak diperkenalkan sejak dini melalui kurikulum pendidikan. Anak-anak diajarkan bahwa pajak adalah salah satu bentuk kontribusi untuk pembangunan negara. Di Indonesia, edukasi pajak masih terbatas dan belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil.

Akibat rendahnya edukasi pajak, stigma negatif terhadap pajak terus berkembang di masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa pajak hanya menguntungkan pemerintah atau pihak-pihak tertentu. Padahal, manfaat pajak sebenarnya bisa dirasakan langsung dalam kehidupan sehari-hari, seperti pembangunan jalan, penyediaan sekolah, dan layanan kesehatan. Kurangnya pemahaman ini membuat banyak orang lebih memilih untuk mengabaikan kewajiban pajak mereka.

Di sisi lain, rendahnya kepatuhan pajak juga berkaitan dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Banyak kasus penggelapan pajak oleh individu atau perusahaan besar yang tidak ditindak secara tegas. Proses hukum yang lambat dan penuh kompromi justru memberi kesan bahwa pelanggar pajak bisa lolos begitu saja. Hal ini semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan yang ada.

Dampak terhadap Pembangunan dan Ekonomi

Kelemahan regulasi pajak di Indonesia membawa dampak signifikan terhadap pembangunan dan perekonomian nasional. Ketika penerimaan pajak tidak optimal, pemerintah akan kesulitan membiayai program-program pembangunan yang telah direncanakan. Proyek infrastruktur bisa tertunda, akses pendidikan berkualitas menjadi terbatas, dan layanan kesehatan tidak bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Selain itu, rendahnya penerimaan pajak juga memaksa pemerintah untuk mencari sumber pendanaan lain, seperti utang luar negeri. Ketergantungan terhadap utang dalam jangka panjang tentu bukan solusi yang sehat bagi perekonomian negara.

Dampak lainnya adalah ketidakadilan ekonomi yang semakin meluas. Ketika hanya masyarakat kecil yang taat membayar pajak, sementara kelompok kaya dan perusahaan besar bebas memanfaatkan celah hukum untuk menghindari pajak, maka jurang ketimpangan akan semakin lebar. Hal ini bisa memicu keresahan sosial dan menurunkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun