Bagi sebagian orang, toilet sekolah mungkin dianggap persoalan kecil yang tidak membutuhkan perhatian lebih. Namun, bagi siswa yang menghabiskan hampir sepertiga waktu mereka setiap hari di sekolah, keberadaan toilet yang layak merupakan kebutuhan mendasar. Kenyataannya, kondisi toilet sekolah di banyak wilayah Indonesia justru sangat memprihatinkan. Mulai dari fasilitas yang rusak, bau menyengat, hingga ketiadaan air bersih, semua ini menjadi potret buram yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Masalah toilet sekolah bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga mencerminkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan penghargaan terhadap hak anak. Ketika kita membahas toilet sekolah, kita tidak sedang berbicara tentang masalah fasilitas semata, melainkan sebuah isu kompleks yang melibatkan anggaran, perilaku manusia, hingga kebijakan yang tidak berpihak pada kebutuhan siswa.
Kondisi Memprihatinkan di Lapangan
Jika kamu pernah berkunjung ke sekolah-sekolah di pelosok negeri, pemandangan toilet yang kumuh, rusak, dan minim kebersihan mungkin bukanlah hal asing. Dalam banyak kasus, toilet ini hanya menjadi ruang sempit dengan dinding penuh coretan dan lantai yang becek akibat kebocoran pipa atau kurangnya perawatan.
Sebuah survei yang dilakukan oleh UNICEF pada 2019 menunjukkan bahwa sekitar 20 persen sekolah di Indonesia tidak memiliki toilet yang layak. Bahkan, di beberapa wilayah pedesaan, siswa terpaksa menggunakan toilet seadanya yang berbentuk lubang di tanah tanpa pintu. Kondisi ini sangat berbahaya, terutama bagi siswa perempuan yang membutuhkan privasi lebih, terutama saat menstruasi.
Ketiadaan air bersih di banyak toilet sekolah juga menjadi persoalan yang serius. Masalah ini tidak hanya terjadi di daerah pelosok, tetapi juga di kota-kota besar. Ironisnya, di tengah gencarnya kampanye kebersihan tangan untuk mencegah penyebaran penyakit seperti diare, banyak toilet sekolah bahkan tidak menyediakan sabun atau wastafel yang memadai.
Mengapa Toilet Sekolah Selalu Bermasalah?
Masalah toilet sekolah tidak muncul begitu saja, melainkan akibat dari berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satu penyebab utamanya adalah minimnya alokasi anggaran untuk perawatan dan pembangunan fasilitas sanitasi di sekolah. Pemerintah memang telah memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS), tetapi prioritas penggunaannya sering kali lebih difokuskan untuk keperluan pembelajaran, seperti pengadaan buku dan alat peraga. Akibatnya, kebutuhan dasar seperti toilet sering kali terabaikan.
Namun, masalah ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan pada keterbatasan anggaran. Ada juga persoalan budaya dan kebiasaan. Sebagian besar masyarakat kita cenderung memandang toilet sebagai fasilitas tambahan yang tidak perlu mendapat perhatian khusus. Akibatnya, toilet sering kali dibiarkan rusak tanpa ada upaya perbaikan yang serius.
Di sisi lain, perilaku pengguna juga berkontribusi pada buruknya kondisi toilet sekolah. Banyak siswa yang belum memahami pentingnya menjaga kebersihan toilet, seperti tidak menyiram setelah buang air atau membuang sampah sembarangan. Hal ini diperparah dengan kurangnya edukasi mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan sanitasi.
Dampak Serius bagi Siswa
Mungkin kamu berpikir bahwa masalah toilet hanya soal kenyamanan semata, tetapi kenyataannya jauh lebih serius dari itu. Toilet yang kotor dan tidak layak dapat menjadi sumber berbagai penyakit, mulai dari diare, infeksi saluran kemih, hingga penyakit kulit. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, diare masih menjadi salah satu penyebab utama kematian anak di Indonesia, dan salah satu pemicunya adalah sanitasi yang buruk.
Bagi siswa perempuan, masalah ini bahkan lebih rumit. Toilet yang tidak menyediakan air bersih dan tidak memiliki privasi yang memadai sering kali membuat mereka enggan pergi ke toilet saat menstruasi. Akibatnya, banyak dari mereka memilih menahan buang air atau bahkan tidak masuk sekolah selama periode menstruasi. Kondisi ini tentu saja berdampak pada prestasi akademik mereka.
Selain itu, toilet yang tidak layak juga memengaruhi psikologi siswa. Banyak siswa yang merasa malu atau jijik menggunakan toilet sekolah. Hal ini dapat menurunkan konsentrasi mereka di kelas, karena mereka harus menahan buang air hingga pulang ke rumah. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa memengaruhi kesehatan mental mereka, karena kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi dengan baik.
Ketidakadilan dalam Akses Sanitasi
Masalah toilet sekolah juga mencerminkan ketimpangan akses sanitasi di Indonesia. Sekolah-sekolah di daerah perkotaan mungkin memiliki toilet yang relatif lebih baik, meskipun tidak selalu ideal. Namun, di daerah pedesaan dan terpencil, kondisi toilet sering kali sangat buruk atau bahkan tidak ada sama sekali. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa di Indonesia yang belum mendapatkan hak dasar mereka untuk memiliki lingkungan belajar yang sehat dan layak.
Ketidakadilan ini juga terlihat dari perbedaan kebijakan antarwilayah. Beberapa pemerintah daerah mungkin memiliki program khusus untuk memperbaiki fasilitas sanitasi di sekolah, tetapi banyak juga yang tidak menganggap hal ini sebagai prioritas. Akibatnya, siswa di daerah tertentu terus mengalami penderitaan akibat fasilitas yang tidak memadai.
Solusi yang Masih Terseok
Upaya untuk mengatasi masalah toilet sekolah sebenarnya sudah dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga organisasi non-pemerintah. Namun, hasilnya belum maksimal. Misalnya, program sanitasi berbasis masyarakat yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memang berhasil memperbaiki sebagian toilet sekolah di beberapa wilayah, tetapi cakupannya masih sangat terbatas.
Selain itu, banyak sekolah yang kesulitan dalam merawat toilet yang sudah diperbaiki. Tanpa adanya anggaran rutin dan edukasi yang berkelanjutan, toilet yang awalnya bersih dan layak sering kali kembali rusak dalam waktu singkat. Ini menunjukkan bahwa perbaikan fisik saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan perubahan pola pikir dan budaya.
Melihat dari Negara Lain
Kita bisa belajar dari negara-negara lain yang telah berhasil mengatasi masalah serupa. Misalnya, di Jepang, kebersihan toilet sekolah menjadi bagian dari kurikulum. Siswa diajarkan untuk membersihkan toilet sebagai bagian dari pendidikan karakter. Hal ini tidak hanya membuat toilet tetap bersih, tetapi juga membangun rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap fasilitas umum.
Di Finlandia, pemerintah memberikan anggaran khusus untuk perawatan fasilitas sanitasi di sekolah. Mereka memahami bahwa toilet yang bersih dan layak adalah bagian dari investasi jangka panjang dalam pendidikan. Pendekatan ini membuktikan bahwa kebijakan yang tepat dapat menghasilkan perubahan yang signifikan.
Harapan untuk Masa Depan
Masalah toilet sekolah mungkin tampak sederhana, tetapi dampaknya sangat besar bagi kesehatan, kenyamanan, dan kualitas pendidikan siswa. Oleh karena itu, kita perlu melihat toilet sekolah sebagai bagian penting dari ekosistem pendidikan yang harus diperhatikan dengan serius.
Pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mencari solusi yang berkelanjutan. Kita tidak hanya membutuhkan perbaikan fisik, tetapi juga perubahan budaya dan kebijakan yang mendukung. Dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa semua siswa di Indonesia, tanpa terkecuali, memiliki akses ke toilet yang bersih, layak, dan sehat.
Pada akhirnya, toilet sekolah yang layak bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga tentang memberikan rasa hormat kepada siswa sebagai individu yang berhak mendapatkan lingkungan belajar yang bermartabat. Jangan biarkan toilet sekolah menjadi masalah yang terus berulang. Sudah saatnya kita bergerak bersama untuk menyelesaikan persoalan ini sekali untuk selamanya.
Mari wujudkan sekolah yang sehat dan layak bagi generasi penerus bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H