Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Dear Orang Tua, Sudahkah Kita Adil?

13 Desember 2024   19:16 Diperbarui: 13 Desember 2024   19:16 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika berbicara tentang hubungan kakak dan adik, ada satu narasi yang sering muncul: kakak selalu harus mengalah. Narasi ini begitu umum sehingga terdengar seperti kebenaran mutlak. Namun, pernahkah kita, sebagai orang tua, berhenti sejenak untuk bertanya: Apakah ini adil? Atau, lebih penting lagi, Apakah ini baik untuk kedua anak? Artikel ini akan membahas dengan mendalam bagaimana kebiasaan ini dapat memengaruhi psikologi anak, serta menawarkan perspektif baru untuk menciptakan hubungan yang lebih sehat antara kakak dan adik.

Sebuah Cerita dari Meja Makan

Pagi itu, keluarga kecil itu sedang sarapan bersama. Sang ibu sibuk memotong roti untuk anak-anaknya, sementara ayah duduk membaca koran. Tiba-tiba, adik yang berusia empat tahun merengek karena ingin mendapatkan gelas kakaknya. Kakak yang berusia tujuh tahun tampak keberatan, tetapi sebelum ia sempat bicara, sang ibu dengan cepat berkata, “Kakak, kasih saja gelasnya ke adik. Kamu kan lebih besar, harus mengalah.”

Mungkin adegan ini terasa biasa. Tapi coba pikirkan, apa yang sebenarnya sedang terjadi? Dalam sekejap, hak kakak atas miliknya diabaikan. Lebih dari itu, ia dipaksa untuk memprioritaskan keinginan adik, hanya karena alasan usia. Di sisi lain, adik tidak diberikan kesempatan untuk belajar bahwa setiap orang, termasuk kakaknya, memiliki batasan yang harus dihormati.

Sebuah Ketimpangan yang Kerap Tak Disadari

Dalam keluarga, ada hierarki yang tak tertulis. Kakak sering kali diasosiasikan dengan tanggung jawab, kesabaran, dan kedewasaan. Sebaliknya, adik biasanya dianggap lebih membutuhkan perhatian dan perlindungan. Namun, pendekatan ini bisa berisiko jika diterapkan tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas.

Ketika orang tua terus-menerus meminta kakak untuk mengalah, pesan yang sebenarnya tersampaikan adalah bahwa kebutuhan kakak kurang penting dibandingkan keinginan adik. Kakak, pada akhirnya, merasa bahwa ia harus terus berkorban, bahkan jika itu membuatnya tidak nyaman. Sebaliknya, adik, yang tidak pernah diajarkan konsekuensi dari tindakannya, cenderung tumbuh menjadi pribadi yang lebih egois atau sulit memahami empati.

Seiring waktu, ketimpangan ini dapat memengaruhi dinamika keluarga secara menyeluruh. Kakak yang merasa kurang dihargai mungkin mulai menjauh secara emosional, baik dari orang tua maupun dari adiknya. Hubungan mereka, yang seharusnya menjadi fondasi kehangatan keluarga, berubah menjadi medan perasaan tidak puas dan ketidakadilan.

Memahami Dampak Psikologis pada Kakak dan Adik

Psikologi anak adalah dunia yang kompleks, dan setiap pengalaman yang mereka alami akan membentuk kepribadian mereka di masa depan. Ketika kakak terus-menerus diminta untuk mengalah, ada beberapa dampak jangka panjang yang bisa terjadi:

  1. Rasa Tidak Dihargai
    Anak sulung sering kali merasa bahwa kebutuhannya diabaikan. Ia belajar untuk menekan keinginannya sendiri demi memenuhi harapan orang tua. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi kepercayaan dirinya. Ia mungkin merasa bahwa ia tidak pantas mendapatkan perhatian atau penghargaan yang sama seperti orang lain.

  2. Kemunculan Rasa Iri
    Hubungan kakak dan adik tidak selalu harmonis, terutama jika salah satu pihak merasa dirugikan. Kakak yang terus-menerus harus mengalah mungkin menyimpan rasa iri terhadap adiknya. Ia merasa bahwa adik selalu mendapatkan "keistimewaan" yang tidak pernah ia miliki.

  3. Adik Tidak Belajar Empati
    Di sisi lain, adik yang selalu dimenangkan juga tidak diuntungkan. Ia tumbuh dengan asumsi bahwa dunia akan selalu memenuhi keinginannya, tanpa perlu mempertimbangkan perasaan orang lain. Ketika ia bertemu dengan kenyataan di luar keluarga, ia mungkin menghadapi kesulitan dalam beradaptasi.

Mengapa Orang Tua Sering Kali Memilih Jalan Ini?

Ada beberapa alasan mengapa orang tua sering meminta kakak untuk mengalah. Salah satunya adalah asumsi bahwa kakak, karena usianya yang lebih tua, dianggap lebih memahami situasi. Orang tua juga mungkin merasa bahwa dengan meminta kakak mengalah, konflik akan lebih cepat reda. Namun, solusi instan ini sering kali mengorbankan jangka panjang. Alih-alih menyelesaikan masalah, pola ini justru memperbesar jarak emosional antara kakak dan adik.

Selain itu, budaya kita juga memainkan peran penting. Dalam banyak masyarakat, ada tekanan budaya yang kuat untuk menghormati hierarki usia. Kakak, sebagai yang lebih tua, sering kali diposisikan sebagai sosok yang harus lebih bijaksana dan bertanggung jawab. Meskipun nilai-nilai ini memiliki tempatnya, memaksakan tanggung jawab ini tanpa mempertimbangkan konteks bisa menjadi tidak adil.

Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua? Sebuah Gagasan Baru

Memutus pola lama bukanlah hal yang mudah, tetapi itu bukan hal yang mustahil. Sebagai orang tua, kamu memiliki kesempatan untuk menciptakan hubungan yang lebih seimbang antara kakak dan adik. Salah satu langkah pertama yang bisa diambil adalah dengan mengubah cara pandang terhadap peran kakak dan adik dalam keluarga. Kakak bukan hanya seorang "pengalah," dan adik bukan hanya "anak kecil yang harus dimenangkan."

Kamu juga bisa mulai dengan membangun komunikasi yang lebih baik. Misalnya, jika terjadi konflik antara kakak dan adik, coba tanyakan apa yang sebenarnya terjadi sebelum mengambil keputusan. Dengarkan kedua belah pihak dengan adil. Dengan cara ini, anak-anak belajar bahwa kebutuhan mereka sama-sama dihargai.

Di samping itu, penting untuk memberi anak-anak kesempatan untuk menyelesaikan konflik mereka sendiri. Tentu saja, ini harus dilakukan dalam batasan yang aman. Ketika anak-anak diberi ruang untuk berdiskusi dan menemukan solusi, mereka belajar keterampilan penting seperti negosiasi dan kompromi.

Menumbuhkan Empati dalam Keluarga

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh psikolog dari University of Michigan menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang adil cenderung memiliki hubungan yang lebih erat dengan saudara-saudaranya di kemudian hari. Salah satu faktor kunci adalah orang tua yang berperan sebagai fasilitator, bukan hakim.

Dalam penelitian tersebut, orang tua diajarkan untuk tidak langsung "memihak" salah satu anak dalam konflik. Sebaliknya, mereka diajak untuk membantu anak-anak memahami sudut pandang satu sama lain. Hasilnya? Anak-anak tidak hanya menjadi lebih empati, tetapi juga lebih mampu mengelola emosi mereka sendiri.

Kesimpulan

Dear orang tua, mari berhenti sejenak dan refleksikan: apakah kita telah bersikap adil terhadap anak-anak kita? Menempatkan kakak sebagai pihak yang selalu mengalah mungkin terlihat seperti solusi mudah, tetapi dampaknya bisa sangat besar, baik untuk kakak maupun adik. Hubungan keluarga yang sehat tidak dibangun di atas pengorbanan satu pihak, tetapi pada keseimbangan, rasa saling menghormati, dan empati.

Kakak tidak harus selalu mengalah kepada adik, karena setiap anak berhak mendapatkan perhatian dan penghargaan yang sama. Dengan menciptakan pola asuh yang lebih seimbang, kita tidak hanya membantu anak-anak kita tumbuh menjadi individu yang lebih baik, tetapi juga membangun fondasi keluarga yang lebih kuat dan harmonis.

Jadi, mulai sekarang, mari kita berkomitmen untuk mendengarkan kedua anak kita secara setara. Bantu mereka untuk saling memahami dan menghormati, bukan hanya karena mereka saudara, tetapi karena mereka adalah individu yang sama-sama berharga. Kakak tidak harus selalu mengalah, dan itu adalah langkah awal untuk menciptakan keluarga yang lebih adil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun