Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ketika Ayah Merasakan Beban Emosional Setelah Kelahiran Anak

11 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 11 Desember 2024   09:02 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayi yang baru lahir sering dianggap sebagai sumber kebahagiaan keluarga. Senyumnya yang polos, tangisnya yang melengking, hingga aroma khas tubuhnya kerap menjadi simbol cinta yang baru mekar. Namun, di balik kebahagiaan itu, terselip cerita yang jarang dibicarakan perasaan cemas, tertekan, bahkan kehilangan arah yang bisa dialami oleh seorang ayah. Kondisi ini dikenal sebagai daddy blues, sebuah fenomena yang sering diabaikan karena masyarakat hanya fokus pada ibu yang baru melahirkan.

Menyentuh Sisi yang Jarang Terlihat

Bayangkan seorang pria yang sepanjang hidupnya diajarkan untuk menjadi kuat, tegar, dan tidak menunjukkan kelemahan. Kini, dalam hitungan hari setelah kelahiran anaknya, ia dihadapkan pada perasaan-perasaan baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ada kegembiraan, tentu saja, tetapi juga kekhawatiran yang menumpuk.

Ilustrasi Cerita Seorang ayah, bernama Iqbal (32), membagikan kisahnya. Ia mengatakan, "Saya merasa seolah-olah dunia saya terbalik. Malam-malam panjang dengan bayi yang menangis, pasangan saya yang kelelahan, dan tekanan untuk menjadi kepala keluarga membuat saya merasa sangat sendirian. Saya takut berbicara tentang perasaan ini, takut dianggap lemah."

Cerita Iqbal hanyalah salah satu contoh nyata dari apa yang sering dialami oleh banyak ayah. Fenomena ini nyata, namun sering kali tidak terlihat karena terbatasnya ruang untuk para ayah berbagi perasaan.

Apa Itu Daddy Blues?

Daddy blues adalah kondisi emosional yang dialami ayah setelah kelahiran anaknya. Dalam banyak kasus, ayah merasa tertekan karena tuntutan peran baru yang harus ia emban. Berbeda dari baby blues yang lebih sering dialami ibu akibat perubahan hormonal, daddy blues lebih disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial.

Tekanan untuk menjadi ayah yang ideal, memberikan dukungan finansial, dan memastikan kesejahteraan keluarga menjadi pendorong utama kondisi ini. Banyak ayah merasa kewalahan, bahkan tidak jarang mengalami rasa bersalah karena merasa gagal memenuhi ekspektasi yang mereka pikirkan sendiri atau yang diharapkan oleh lingkungan sekitar.

Menggali Penyebab di Balik Daddy Blues

Penyebab daddy blues tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Ada banyak elemen yang saling berhubungan, membentuk jaringan kompleks yang memengaruhi kondisi emosional seorang ayah.

  1. Peran Berubah

Menjadi seorang ayah adalah perubahan besar. Tiba-tiba, hidup yang sebelumnya terasa stabil berubah menjadi penuh dengan rutinitas baru. Kebutuhan bayi yang tidak kenal waktu sering membuat para ayah merasa kehilangan kebebasan yang sebelumnya mereka nikmati. Ini bukan hanya tentang waktu tidur yang terganggu, tetapi juga kehilangan waktu untuk diri sendiri.

Ketika seorang ayah merasa dirinya tidak lagi menjadi prioritas, muncul rasa terasing. Perasaan ini diperparah oleh tanggung jawab besar yang datang bersamaan dengan kelahiran seorang anak.

  1. Tekanan Finansial

Tidak dapat disangkal bahwa kelahiran seorang anak membawa peningkatan kebutuhan finansial. Biaya persalinan, kebutuhan bayi, hingga perencanaan jangka panjang seperti pendidikan membuat banyak ayah merasa terbebani. Di beberapa kasus, ayah bahkan merasa malu jika tidak mampu menyediakan semua kebutuhan keluarga, meskipun pasangannya mungkin tidak pernah menuntut hal tersebut.

  1. Ketidaksiapan Menjadi Ayah

Banyak pria tumbuh tanpa gambaran jelas tentang apa artinya menjadi seorang ayah. Ketika tiba saatnya, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa menjadi ayah bukan hanya tentang menyandang gelar, tetapi juga tentang memikul tanggung jawab emosional dan fisik yang besar.

Seorang konselor keluarga pernah mengatakan, "Banyak ayah merasa tidak cukup siap untuk peran ini. Mereka takut salah, takut tidak bisa memenuhi harapan, dan akhirnya memilih memendam perasaan mereka sendiri."

Dampak Daddy Blues pada Keluarga

Daddy blues bukan hanya masalah individu. Ketika seorang ayah mengalami kondisi ini, dampaknya bisa meluas ke pasangan, anak, bahkan hubungan keluarga secara keseluruhan.

Ayah yang merasa emosinya tidak stabil sering kali menarik diri dari interaksi dengan anak dan pasangan. Hal ini menciptakan jarak emosional yang sulit dipulihkan jika tidak segera ditangani. Dalam jangka panjang, ketidakmampuan ayah untuk mengelola emosi bisa memengaruhi perkembangan anak, terutama dalam membangun hubungan emosional yang sehat.

Pentingnya Dukungan dan Pemahaman

Salah satu cara paling efektif untuk menghadapi daddy blues adalah dengan membangun ruang bagi para ayah untuk berbicara. Namun, norma sosial yang mengharuskan pria menjadi kuat sering kali menjadi penghalang.

Iqbal, dalam kelanjutan ceritanya, mengungkapkan bahwa bergabung dengan kelompok pendukung ayah adalah langkah besar dalam proses pemulihannya. "Saya menemukan bahwa saya tidak sendirian. Ada banyak pria lain yang merasakan hal yang sama, dan itu memberi saya kekuatan untuk menghadapi perasaan saya," katanya.

Selain itu, pasangan juga memiliki peran penting dalam membantu ayah mengatasi daddy blues. Komunikasi terbuka tanpa penghakiman adalah kunci. Ketika seorang ayah merasa didengar dan dimengerti, ia akan lebih mudah mengungkapkan perasaan dan menemukan solusi bersama.

Perspektif Baru untuk Ayah Modern

Sebagai masyarakat, sudah waktunya kita membuka ruang lebih luas untuk para ayah. Menjadi ayah bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan finansial keluarga, tetapi juga tentang memberikan dukungan emosional dan membangun hubungan yang sehat dengan anak.

Para ahli psikologi menyarankan agar ayah mulai memandang peran mereka bukan sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk tumbuh bersama keluarga. Proses menjadi ayah adalah perjalanan yang penuh dengan tantangan, tetapi juga menawarkan pengalaman tak tergantikan yang memperkaya hidup.

Pentingnya Mengedukasi Diri

Salah satu cara untuk mengurangi risiko daddy blues adalah dengan meningkatkan pemahaman tentang peran ayah. Banyak sumber daya yang tersedia, mulai dari buku, seminar, hingga komunitas daring yang dapat membantu para ayah memahami apa yang akan mereka hadapi.

Dengan mempersiapkan diri secara mental, para ayah dapat lebih siap menghadapi perubahan besar yang datang bersama kelahiran seorang anak.

Sebuah Ajakan untuk Berubah

Cerita seperti Iqbal menunjukkan bahwa daddy blues adalah kondisi yang nyata dan memerlukan perhatian. Kita tidak bisa lagi mengabaikan perasaan para ayah hanya karena mereka dianggap sebagai sosok yang kuat.

Jika kamu adalah seorang ayah yang merasa tertekan setelah kelahiran anak, ketahuilah bahwa kamu tidak sendirian. Ada banyak orang di luar sana yang siap mendengarkan dan mendukung kamu. Jangan ragu untuk mencari bantuan, baik dari pasangan, keluarga, teman, atau profesional.

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mengubah pandangan tentang peran ayah. Dengan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, kita dapat membantu para ayah merasa lebih percaya diri dan bahagia dalam menjalankan peran mereka.

Akhirnya, mari kita akui bahwa menjadi ayah adalah perjalanan yang kompleks. Di balik tawa dan tangis bayi yang baru lahir, ada perjuangan yang nyata. Namun, dengan dukungan yang tepat, setiap ayah bisa menemukan jalan untuk menjadi sosok yang tidak hanya kuat, tetapi juga penuh cinta dan empati bagi keluarganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun