Proses demokrasi melalui pemilu adalah pondasi bagi terbentuknya pemerintahan yang sah dan dipercaya oleh rakyat. Namun, dalam pelaksanaannya, sering kali tidak semua pemilu menghasilkan pemenang yang memenuhi syarat pada putaran pertama. Hal inilah yang menjadi alasan utama dilakukannya putaran kedua.Â
Kenapa hal ini penting? Bagaimana dampaknya bagi sistem demokrasi? Dan apa saja tantangan yang menyertainya? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai alasan, tujuan, hingga implikasi dari putaran kedua dalam pemilu.
Apa Itu Putaran Kedua dalam Pemilu?
Putaran kedua adalah fase tambahan dalam proses pemilu yang dilakukan jika tidak ada kandidat yang mencapai ambang batas suara tertentu pada putaran pertama. Di Indonesia, ambang batas ini biasanya lebih dari 50% dari total suara sah. Sistem ini diterapkan untuk memastikan bahwa pemimpin yang terpilih memiliki legitimasi yang kuat dan benar-benar mencerminkan kehendak mayoritas rakyat.
Contoh nyata bisa dilihat pada Pemilu Presiden 2014, di mana Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa harus berkompetisi dalam dua putaran. Situasi serupa terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, saat dua pasangan calon unggul, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, harus berhadapan kembali di putaran kedua.
Mengapa Putaran Kedua Pemilu Diperlukan?
1. Menjamin Legitimasi Pemimpin Terpilih
Dalam sistem demokrasi, legitimasi adalah kunci. Seorang pemimpin harus didukung oleh mayoritas rakyat agar keputusannya diterima dengan baik. Jika seorang kandidat hanya mendapat, misalnya, 30% suara dalam putaran pertama, maka ada kemungkinan besar 70% lainnya tidak sepenuhnya mendukungnya. Putaran kedua memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memilih antara dua kandidat teratas, memastikan bahwa pemenang benar-benar mendapatkan dukungan mayoritas.
2. Menyaring Kandidat Terbaik
Pada putaran pertama, biasanya ada lebih dari dua kandidat yang bertarung, terutama dalam pemilihan kepala daerah. Banyaknya kandidat dapat menyebabkan suara terbagi, sehingga tidak ada kandidat yang mendapatkan mayoritas suara. Dengan menyaring dua kandidat teratas, pemilih dapat fokus mengevaluasi pilihan mereka berdasarkan program kerja, visi, dan kapabilitas masing-masing.