Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Kapitalisme Menyusup di Layanan Kesehatan

2 Desember 2024   05:58 Diperbarui: 2 Desember 2024   07:14 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asuransi kesehatan sering dianggap solusi untuk mengatasi biaya medis yang tinggi. Namun, dalam praktiknya, perusahaan asuransi kerap memprioritaskan keuntungan daripada kebutuhan pasien. Klaim yang ditolak dengan alasan administratif, batasan pada jenis perawatan tertentu, hingga premi yang terus meningkat adalah beberapa masalah yang dihadapi oleh banyak orang.

Misalnya, seorang pasien kanker di Indonesia mungkin menghadapi situasi di mana obat terbaik untuk pengobatannya tidak masuk dalam cakupan BPJS Kesehatan. Akibatnya, mereka harus merogoh kocek pribadi yang jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

3. Fokus pada Penyakit yang Menguntungkan Secara Ekonomi

Industri farmasi global cenderung memprioritaskan penelitian pada penyakit yang memberikan keuntungan besar, terutama di negara maju. Diabetes, kanker, dan penyakit kardiovaskular, yang umum di negara-negara kaya, mendapatkan perhatian lebih dibandingkan penyakit tropis seperti malaria atau demam berdarah.

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa hanya sekitar 10% dari total dana penelitian global yang digunakan untuk penyakit yang diderita 90% populasi dunia, terutama di negara berkembang. Akibatnya, jutaan orang di Afrika dan Asia meninggal setiap tahun akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah atau diobati dengan pengembangan medis yang lebih baik.

Dampak Sosial dari Kapitalisme di Sektor Kesehatan

  • Ketimpangan Akses

Salah satu dampak paling mencolok dari kapitalisme dalam kesehatan adalah ketimpangan akses. Di kota-kota besar, rumah sakit swasta berlomba-lomba menawarkan fasilitas kelas dunia dengan biaya selangit. Di sisi lain, masyarakat di pedesaan sering kali hanya memiliki akses ke puskesmas dengan fasilitas dan tenaga medis terbatas.

Misalnya, di daerah terpencil Indonesia, ibu hamil sering kali harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk mencapai fasilitas kesehatan. Akibatnya, angka kematian ibu dan bayi tetap tinggi, terutama di wilayah-wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi.

  • Overdiagnosis dan Overtreatment

Ketika keuntungan menjadi prioritas, praktik-praktik seperti overdiagnosis (mendiagnosis penyakit yang sebenarnya tidak ada) dan overtreatment (memberikan perawatan yang sebenarnya tidak diperlukan) sering kali terjadi. Pasien yang tidak memiliki pemahaman medis yang memadai menjadi korban, membayar layanan yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.

  • Beban Ekonomi Masyarakat

Biaya kesehatan yang terus meningkat tidak hanya membebani individu, tetapi juga perekonomian negara secara keseluruhan. Menurut sebuah studi oleh World Bank, sekitar 100 juta orang di seluruh dunia jatuh ke dalam kemiskinan setiap tahun akibat biaya kesehatan yang tinggi.

Apakah Ada Jalan Keluar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun