Kehidupan penuh dengan pilihan, termasuk dalam hubungan yang kita jalani. Namun, tidak semua hubungan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ada kalanya kita mendapati diri atau orang lain terjebak dalam toxic relationship hubungan yang tidak sehat, yang lebih banyak membawa luka daripada kebahagiaan. Pertanyaannya, mengapa banyak orang tetap bertahan dalam hubungan seperti ini?
Untuk memahami masalah ini lebih dalam, mari kita lihat apa yang sebenarnya terjadi, faktor apa saja yang memengaruhi, serta bagaimana seseorang bisa menemukan jalan keluar dari lingkaran yang tampaknya tak berujung ini.
Apa Itu Toxic Relationship?
Toxic relationship adalah hubungan di mana salah satu atau kedua pihak merasa tertekan, tidak dihargai, atau bahkan dirugikan secara fisik, emosional, maupun mental. Hubungan seperti ini ditandai dengan pola interaksi yang tidak seimbang, di mana salah satu pihak mungkin mendominasi, memanipulasi, atau menyakiti pihak lainnya.
Contohnya, kamu mungkin merasa terus-menerus disalahkan atas masalah yang terjadi, mengalami pelecehan verbal, atau bahkan kekerasan fisik. Dalam beberapa kasus, hal ini juga mencakup siklus penyiksaan emosional, di mana pasangan menunjukkan kasih sayang setelah melakukan tindakan menyakitkan.
Menurut penelitian dari American Psychological Association, toxic relationship dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres berkepanjangan. Namun, meskipun dampaknya jelas merugikan, banyak orang tetap memilih untuk bertahan.
Kenapa Orang Bertahan di Toxic Relationship?
1. Ketakutan akan Kesepian
Ketakutan menjadi sendirian adalah alasan utama yang membuat banyak orang sulit meninggalkan Toxic Relationship. Rasa takut ini sering kali berasal dari keyakinan bahwa "tidak ada yang akan mencintai saya lagi."
Maya, seorang wanita berusia 28 tahun, misalnya, berbagi kisahnya tentang bertahan selama lima tahun dalam hubungan yang penuh manipulasi. "Saya tahu dia tidak baik untuk saya, tapi saya takut tidak ada yang mau menerima saya. Rasanya lebih baik sakit bersama dia daripada sendirian," katanya.
Ketakutan ini juga diperkuat oleh tekanan sosial. Dalam masyarakat yang memandang pernikahan atau hubungan sebagai tanda kesuksesan, kesendirian sering kali dianggap sebagai kegagalan.
2. Harapan akan Perubahan
Banyak orang bertahan karena percaya bahwa pasangan mereka dapat berubah. Mereka terjebak dalam pola berpikir, "Dia akan menjadi lebih baik suatu saat nanti." Harapan ini sering kali didasarkan pada momen-momen indah di masa lalu, seperti saat pasangan menunjukkan cinta dan perhatian.
Namun, perubahan dalam hubungan hanya bisa terjadi jika kedua pihak berkomitmen untuk memperbaiki diri. Tanpa itu, harapan ini justru menjadi jebakan emosional yang membuat kamu terus bertahan.
3. Ketergantungan Emosional dan Finansial
Ketergantungan emosional adalah faktor lain yang sering terjadi. Seseorang yang memiliki rasa percaya diri rendah atau pernah mengalami trauma masa kecil mungkin merasa bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa pasangan mereka.
Di sisi lain, ketergantungan finansial juga menjadi kendala besar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki sumber penghasilan. Dalam hubungan pernikahan, misalnya, seorang istri yang tidak bekerja mungkin merasa sulit untuk meninggalkan suaminya karena takut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Norma Sosial dan Budaya
Dalam banyak budaya, terutama di Asia, perpisahan atau perceraian masih dianggap tabu. Seseorang mungkin merasa bahwa meninggalkan pasangan akan membawa malu bagi keluarga mereka atau melanggar norma masyarakat.
"Orang tua saya selalu bilang, wanita harus setia, apa pun yang terjadi," kata Rina, seorang ibu rumah tangga. "Jadi saya terus bertahan, meskipun hati saya sudah hancur."
5. Trauma Bonding
Trauma bonding adalah istilah psikologis untuk hubungan di mana korban merasa terikat pada pelaku kekerasan karena siklus penyiksaan dan rekonsiliasi. Setelah disakiti, pelaku sering kali menunjukkan kasih sayang yang berlebihan, membuat korban merasa bahwa mereka dicintai.
Siklus ini menciptakan ikatan emosional yang kuat, meskipun hubungan tersebut merusak. Ini mirip dengan efek kecanduan, di mana kamu tahu bahwa sesuatu itu buruk, tetapi tetap sulit melepaskannya.
6. Tidak Menyadari Tanda-tanda Toxic Relationship
Beberapa orang tidak menyadari bahwa mereka berada dalam hubungan yang tidak sehat. Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya pendidikan emosional atau karena mereka terbiasa melihat perilaku serupa di lingkungan keluarga atau teman.
Misalnya, jika kamu tumbuh dalam keluarga di mana kekerasan verbal adalah hal yang biasa, kamu mungkin menganggap hal itu normal dalam hubungan.
Dampak Bertahan dalam Toxic Relationship
Bertahan dalam toxic relationship memiliki konsekuensi serius, baik secara fisik maupun emosional. Beberapa dampak yang paling umum meliputi:
Gangguan Mental: Depresi, kecemasan, dan stres berkepanjangan adalah masalah yang sering muncul.
Penurunan Rasa Percaya Diri: Kamu mungkin mulai merasa tidak berharga atau tidak layak mendapatkan hubungan yang lebih baik.
Masalah Kesehatan Fisik: Stres kronis dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan pencernaan, hingga penyakit jantung.
Bagaimana Cara Keluar dari Toxic Relationship?
Meninggalkan toxic relationship memang tidak mudah, tetapi itu bukan hal yang mustahil. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat membantu kamu:
Sadari Masalahnya
Langkah pertama adalah menyadari bahwa kamu berada dalam hubungan yang tidak sehat. Jika kamu merasa terus-menerus sedih, tertekan, atau tidak dihargai, itu adalah tanda bahwa ada sesuatu yang salah.Cari Dukungan
Bicaralah dengan teman dekat, keluarga, atau konselor profesional. Dukungan dari orang lain akan memberi kamu kekuatan untuk mengambil langkah pertama.Bangun Kemandirian
Jika kamu merasa tergantung secara finansial atau emosional, mulai bangun kemandirianmu. Kamu bisa mencari pekerjaan, mengikuti pelatihan, atau memperluas jaringan sosial.Tetapkan Batasan
Belajarlah untuk mengatakan "tidak" pada perlakuan buruk. Tetapkan batasan yang jelas dan jangan takut untuk menegaskannya.Berani Ambil Keputusan
Ketika semua upaya sudah dilakukan tetapi pasangan tidak berubah, jangan takut untuk meninggalkan hubungan tersebut. Ingat, kebahagiaanmu lebih penting daripada memenuhi ekspektasi orang lain.
Kesimpulan
Bertahan dalam toxic relationship adalah keputusan yang sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari ketakutan, harapan, hingga tekanan sosial. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap orang berhak mendapatkan hubungan yang sehat dan penuh cinta.
Jika kamu atau orang terdekatmu berada dalam hubungan seperti ini, jangan ragu untuk mencari bantuan. Hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dalam hubungan yang lebih banyak membawa luka daripada kebahagiaan.
Semoga artikel ini memberikan wawasan dan kekuatan bagi siapa pun yang membacanya. Karena pada akhirnya, kamu layak mendapatkan yang terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H