Di sebuah desa kecil di pelosok Indonesia, seorang anak bernama Andini harus berjalan sejauh lima kilometer setiap hari hanya untuk mencapai sekolah. Dengan sepatu yang sudah usang dan seragam yang lusuh, Andini tetap bersemangat belajar meski fasilitas sekolahnya minim. Di sisi lain, di kota besar, seorang anak bernama Aditya menikmati kenyamanan belajar di sekolah internasional dengan fasilitas lengkap, guru berkualitas, dan peluang besar untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Dua gambaran ini mencerminkan salah satu wajah nyata ketimpangan sosial di Indonesia---realitas yang masih sulit dihilangkan hingga saat ini. Â
Mengapa Ketimpangan Sosial Begitu Mengakar? Â
Ketimpangan sosial di Indonesia bukan hanya persoalan kemiskinan, tetapi juga menyangkut ketidaksetaraan peluang. Beberapa faktor utama yang menjadi penyebabnya antara lain: Â
1. Ketimpangan Akses Pendidikan Â
Pendidikan adalah salah satu kunci untuk memutus rantai kemiskinan, tetapi tidak semua anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan berkualitas. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat partisipasi sekolah di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan, terutama untuk jenjang pendidikan menengah dan atas.Â
Penyebabnya adalah fasilitas pendidikan yang tidak merata, mahalnya biaya sekolah meskipun ada program subsidi, serta kurangnya guru yang kompeten di daerah terpencil. Anak-anak seperti Andini terjebak dalam siklus di mana sulit bagi mereka untuk bersaing dengan anak-anak dari keluarga kaya yang memiliki akses luas terhadap pendidikan. Â
2. Kesenjangan Ekonomi Â
Kekayaan di Indonesia sangat terpusat pada segelintir orang. Oxfam melaporkan bahwa pada 2022, kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta lebih dari 100 juta penduduk termiskin. Kondisi ini mencerminkan ketimpangan yang luar biasa, di mana sebagian besar sumber daya ekonomi hanya dinikmati oleh kelompok elit. Â
Ketimpangan ini tidak hanya terlihat dalam hal penghasilan, tetapi juga dalam akses terhadap layanan kesehatan, properti, dan modal usaha. Masyarakat miskin kerap sulit mendapatkan akses kredit karena tidak memiliki jaminan, sementara kelompok kaya semakin memperbesar kekayaan mereka dengan investasi yang terus bertumbuh. Â
3. Pembangunan yang Tidak Merata Â