Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Bayar Utang Usai Resepsi Pernikahan

27 November 2024   17:43 Diperbarui: 27 November 2024   17:43 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berutang untuk pesta pernikahan bukanlah keputusan yang tanpa risiko. Ada beberapa dampak jangka panjang yang perlu dipertimbangkan sebelum mengambil langkah ini:

  1. Ketidakstabilan Finansial
    Memulai rumah tangga dengan hutang berarti pasangan harus membagi pendapatan mereka untuk kebutuhan sehari-hari dan cicilan hutang. Hal ini bisa menghambat rencana jangka panjang seperti membeli rumah, investasi, atau menabung untuk pendidikan anak.

  2. Tekanan Psikologis
    Hutang yang menumpuk sering kali menjadi sumber stres bagi pasangan. Konflik terkait masalah finansial bisa merusak keharmonisan rumah tangga. Bahkan, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, lebih dari 70% pasangan yang bercerai mengaku bahwa masalah keuangan menjadi salah satu pemicu utama.

  3. Dampak pada Keluarga Besar
    Tidak jarang pasangan yang berutang akhirnya meminta bantuan keluarga besar untuk melunasi cicilan mereka. Hal ini bisa menimbulkan ketegangan, terutama jika keluarga besar juga memiliki keterbatasan finansial.

  4. Efek Domino pada Generasi Mendatang
    Kebiasaan berutang untuk pernikahan juga bisa menciptakan efek domino. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan tekanan finansial mungkin akan mengadopsi pola pikir yang sama ketika mereka dewasa, sehingga fenomena ini terus berlanjut dari generasi ke generasi.

Budaya Konsumtif dan Media Sosial sebagai Pemicu

Tidak bisa dipungkiri, media sosial memegang peranan penting dalam memperparah fenomena ini. Foto-foto pernikahan selebritas atau influencer yang serba glamor menjadi acuan bagi banyak pasangan muda. Mereka ingin menggelar pesta yang serupa, meskipun harus mengorbankan kondisi keuangan mereka.

Budaya konsumtif juga turut memperkuat pola pikir ini. Dalam masyarakat kita, banyak yang beranggapan bahwa pesta besar adalah lambang keberhasilan. Padahal, keberhasilan sebuah pernikahan seharusnya diukur dari seberapa harmonis hubungan pasangan, bukan dari seberapa megah pesta yang mereka gelar.

Mengapa Kita Harus Mengubah Pola Pikir?

Pernikahan adalah awal dari perjalanan hidup bersama, bukan akhir dari perjuangan finansialmu. Jika kamu memulai rumah tangga dengan hutang, kamu sudah meletakkan fondasi yang rapuh untuk kehidupan pernikahanmu. Sebaliknya, dengan perencanaan yang bijak dan fokus pada hal-hal esensial, kamu bisa menggelar pernikahan yang tetap bermakna tanpa harus berutang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun