Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mirisnya Nasib Guru Honorer di Indonesia

25 November 2024   12:59 Diperbarui: 25 November 2024   16:47 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru. Dok Kompas.com (SHUTTERSTOCK/MASROB)

Di sebuah sekolah kecil di pelosok Indonesia, seorang guru honorer bernama Ibu Siti memulai harinya dengan senyum meski penuh keprihatinan. Ia mengajar lebih dari 40 murid di kelas yang fasilitasnya jauh dari memadai. Dengan dedikasi penuh, Ibu Siti mengajar anak-anak itu membaca, menulis, dan menghitung, berharap bisa membentuk generasi yang cerdas dan berdaya saing. Namun, ironisnya, upah yang ia terima tidak cukup untuk membeli kebutuhan pokok keluarganya. Ibu Siti adalah gambaran nyata dari ribuan guru honorer di Indonesia yang hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian.

Potret Guru Honorer

Profesi guru selalu dijunjung tinggi sebagai pilar pendidikan. Namun, bagi guru honorer, peran tersebut tidak sebanding dengan apresiasi yang mereka terima. Data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan bahwa hingga tahun 2023, terdapat sekitar 1,6 juta guru honorer yang tersebar di berbagai pelosok negeri. Sebagian besar dari mereka hanya digaji antara Rp200.000 hingga Rp700.000 per bulan, jauh di bawah standar hidup layak.

Kondisi ini bertolak belakang dengan beban kerja yang mereka emban. Guru honorer kerap mengisi kekosongan tenaga pengajar di sekolah-sekolah, terutama di daerah terpencil. Mereka mengajar dengan tanggung jawab yang sama seperti guru tetap, tetapi tanpa mendapatkan hak yang setara. Mirisnya, banyak dari mereka tidak memiliki akses terhadap asuransi kesehatan, tunjangan, atau jaminan pensiun.

Ketimpangan Upah dan Ketidakadilan Sistem

Seorang guru honorer di sebuah desa terpencil  pernah bercerita bahwa ia hanya mendapatkan upah Rp400.000 per bulan. Jumlah tersebut harus ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, biaya transportasi ke sekolah, dan keperluan keluarganya. Dengan gaji serendah itu, sulit membayangkan bagaimana ia bisa bertahan.

Ketimpangan ini tidak hanya terjadi di daerah terpencil. Di kota-kota besar sekalipun, guru honorer kerap mengalami diskriminasi upah. Padahal, pendidikan berkualitas membutuhkan tenaga pengajar yang sejahtera. Guru yang menghadapi tekanan finansial sulit untuk sepenuhnya fokus mengajar.

Status yang Tidak Menentu

Masalah utama lain yang dihadapi guru honorer adalah status kerja yang tidak pasti. Banyak dari mereka bekerja bertahun-tahun tanpa kejelasan akan diangkat menjadi pegawai tetap. Pemerintah memang telah meluncurkan program seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tetapi program ini belum mampu menyelesaikan masalah secara menyeluruh.

Seleksi PPPK sering kali dianggap tidak adil karena hanya membuka peluang bagi sebagian kecil guru honorer. Banyak yang gagal lolos seleksi karena keterbatasan kuota atau persyaratan administratif yang rumit. Akibatnya, sebagian besar guru honorer tetap berada dalam kondisi serba tidak pasti, meski telah mengabdi selama puluhan tahun.

Minimnya Perlindungan Sosial

Sebagai tenaga kerja tidak tetap, guru honorer hampir tidak mendapatkan perlindungan sosial. Ketika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan, biaya pengobatan harus ditanggung sendiri. Tidak ada jaminan kesehatan atau dana pensiun yang bisa menjadi pegangan di masa tua.

Kondisi ini menciptakan ketidakstabilan yang luar biasa. Banyak guru honorer yang terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Hal ini sering kali mengorbankan kualitas pengajaran karena mereka harus membagi waktu dan energi.

Mengapa Guru Honorer Terus Bertahan?

Di balik segala keterbatasan, banyak guru honorer tetap bertahan. Mereka mengajar bukan semata-mata demi uang, tetapi karena panggilan hati. Keinginan untuk melihat anak-anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak adalah motivasi utama mereka. Namun, semangat ini tidak bisa terus-menerus menjadi alasan untuk membiarkan ketidakadilan terjadi.

Ibu Siti, misalnya, pernah berkata, "Saya tidak pernah mengeluh mengajar di sini. Tetapi, kadang saya bertanya-tanya, apakah ada yang peduli dengan nasib kami?" Pertanyaan sederhana ini mencerminkan kekecewaan mendalam yang dirasakan oleh para guru honorer.

Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Mengatasi Masalah

Masalah yang dihadapi guru honorer bukanlah hal baru. Pemerintah telah berupaya memberikan solusi, tetapi langkah-langkah yang diambil masih jauh dari cukup. Beberapa kebijakan yang bisa menjadi perhatian adalah:

  1. Kenaikan Upah Minimum Guru Honorer
    Pemerintah perlu menetapkan standar upah minimum khusus untuk guru honorer, yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak di setiap daerah. Penetapan ini harus dilandasi riset komprehensif agar sesuai dengan realitas ekonomi setempat. Dengan upah yang layak, guru honorer tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka, tetapi juga dapat lebih fokus dalam menjalankan tugas tanpa tekanan finansial yang berat.

  2. Peningkatan Kuota PPPK
    Program seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) harus direformasi agar lebih inklusif dan adil. Kuota seleksi perlu ditingkatkan secara signifikan, mengingat jumlah guru honorer yang jauh lebih besar dibandingkan jumlah formasi yang tersedia. Selain itu, kriteria seleksi harus mempertimbangkan pengalaman kerja dan dedikasi guru honorer, bukan semata-mata hasil tes akademis yang sering kali tidak mencerminkan kompetensi nyata di lapangan.

  3. Perlindungan Sosial yang Memadai
    Pemerintah harus memastikan bahwa guru honorer memiliki akses ke perlindungan sosial yang layak, seperti jaminan kesehatan, asuransi kerja, dan dana pensiun. Program ini dapat dikelola melalui skema yang mirip dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, tetapi dengan subsidi khusus untuk meringankan beban guru honorer

  4. Pengawasan dan Transparansi
    Kebijakan yang baik tidak akan efektif tanpa pengawasan yang ketat dan transparansi dalam pelaksanaannya. Pemerintah harus memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk kesejahteraan guru honorer benar-benar sampai ke tangan mereka. Audit berkala dan mekanisme pengaduan yang mudah diakses dapat membantu mencegah penyimpangan di lapangan

Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mendukung guru honorer. Kamu bisa mulai dengan memberikan apresiasi kepada mereka, baik secara moral maupun material. Mengingatkan pemerintah untuk lebih peduli terhadap nasib mereka juga bisa menjadi langkah konkret yang membawa perubahan.

Investasi pada Guru, Investasi pada Masa Depan

Guru adalah fondasi dari pendidikan yang berkualitas. Jika nasib guru honorer terus diabaikan, dampaknya akan dirasakan oleh generasi mendatang. Anak-anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang baik, dan hal ini tidak mungkin terwujud tanpa guru yang sejahtera.

Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa para guru, terutama guru honorer, mendapatkan penghargaan yang layak atas dedikasi mereka. Memperjuangkan hak-hak mereka bukan hanya soal keadilan, tetapi juga investasi jangka panjang bagi kemajuan bangsa.

Sebagai pembaca, kamu bisa turut mengambil peran dengan menyebarkan kesadaran tentang isu ini. Jangan biarkan suara para guru honorer tenggelam di tengah hiruk-pikuk permasalahan lain. Nasib mereka adalah cerminan dari sejauh mana kita menghargai pendidikan dan masa depan bangsa ini.

Kesimpulan

Nasib guru honorer di Indonesia adalah potret ironi yang tidak seharusnya terjadi. Di satu sisi, mereka adalah pilar utama pendidikan; di sisi lain, mereka terjebak dalam ketidakpastian dan kekurangan. Dengan meningkatkan perhatian dan tindakan nyata, kita bisa memperbaiki kondisi mereka. Jangan biarkan perjuangan para guru honorer menjadi sia-sia. Saatnya kita bersama-sama menciptakan perubahan yang berarti. Karena dengan menghargai guru, kita turut membangun masa depan yang lebih baik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun