Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Realitas Suram di Mana Makin Banyak Anak yang Terlantar

24 November 2024   11:22 Diperbarui: 24 November 2024   11:37 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik gemerlap kota-kota besar Indonesia, ada pemandangan yang sering terabaikan anak-anak terlantar yang menghabiskan hari-harinya di jalanan. Mereka tidur di emperan toko, mencari makan dari sisa-sisa yang dibuang orang lain, dan menjadikan trotoar sebagai tempat bermain sekaligus bertahan hidup. Fenomena ini bukan hanya sekadar potret kemiskinan, tetapi juga simbol kegagalan kita sebagai masyarakat yang seharusnya melindungi generasi penerus bangsa.

Masalah anak terlantar di Indonesia terus mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan. Menurut data dari Kementerian Sosial pada tahun 2022, terdapat lebih dari 4 juta anak yang terlantar. Mereka tersebar di berbagai wilayah, dari kota besar seperti Jakarta hingga daerah terpencil. Angka ini adalah bukti nyata bahwa sistem perlindungan anak di Indonesia masih jauh dari kata sempurna. Jika kondisi ini terus dibiarkan, dampaknya bukan hanya dirasakan oleh anak-anak itu sendiri, tetapi juga oleh masa depan bangsa secara keseluruhan.

Penyebab Utama Anak Terlantar

Kondisi anak terlantar di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor utama adalah kemiskinan. Banyak keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar anak-anak mereka, seperti makanan, pendidikan, dan tempat tinggal. Dalam situasi seperti ini, anak-anak sering kali dipaksa untuk bekerja di usia yang sangat muda demi membantu ekonomi keluarga. Mereka menjadi pengamen, pemulung, atau bahkan meminta-minta di jalanan.

Tidak hanya itu, disfungsi keluarga juga menjadi penyebab signifikan. Perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan ketidakharmonisan keluarga sering kali membuat anak kehilangan tempat berlindung. Akibatnya, mereka memilih kabur dari rumah dan hidup di jalanan. Sebuah laporan dari Save the Children mengungkapkan bahwa banyak anak terlantar mengalami trauma mendalam akibat kekerasan atau pengabaian yang mereka terima di rumah.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah kegagalan pemerintah dalam menyediakan sistem perlindungan anak yang efektif. Meski sudah ada Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, implementasinya di lapangan sering kali tidak berjalan sesuai harapan. Banyak anak terlantar yang tidak mendapatkan akses ke layanan sosial, seperti rumah singgah atau bantuan pendidikan. Hal ini diperburuk oleh kurangnya koordinasi antar lembaga yang bertanggung jawab dalam menangani masalah anak terlantar.

Kehidupan Anak Terlantar

Bagi anak-anak terlantar, kehidupan sehari-hari adalah perjuangan tanpa akhir. Mereka harus menghadapi berbagai risiko, mulai dari kekerasan fisik dan seksual hingga eksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Laporan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukkan bahwa anak-anak jalanan rentan menjadi korban perdagangan manusia atau dipaksa untuk terlibat dalam kejahatan.

Selain itu, mereka juga tidak mendapatkan akses pendidikan yang layak. Padahal, pendidikan adalah salah satu cara paling efektif untuk memutus rantai kemiskinan. Tanpa pendidikan, peluang mereka untuk memperbaiki kehidupan di masa depan menjadi sangat kecil. Situasi ini menciptakan lingkaran setan di mana kemiskinan dan ketidakberdayaan terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Di sisi lain, anak-anak terlantar juga menghadapi stigma negatif dari masyarakat. Mereka sering kali dianggap sebagai pengganggu atau sumber masalah, padahal mereka adalah korban dari sistem yang tidak memberikan mereka perlindungan yang memadai. Persepsi ini membuat mereka semakin terpinggirkan dan kehilangan peluang untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun