Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi. Baik sebagai penggerak sektor informal, pemimpin komunitas, maupun pekerja di sektor formal, kontribusi perempuan sebenarnya tak terbantahkan. Namun, meskipun dunia semakin maju, perempuan masih tertinggal dalam banyak aspek aktivitas ekonomi. Ketimpangan ini terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Bagaimana ini bisa terjadi, dan apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya?
Kenyataan di Lapangan
Sebuah laporan dari World Economic Forum tahun 2023 menunjukkan bahwa kesenjangan gender di sektor ekonomi global membutuhkan lebih dari satu abad untuk sepenuhnya tertutup. Di Indonesia sendiri, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan pada 2022 hanya mencapai 53,34%, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki yang mencapai 82,87%. Angka ini menunjukkan bahwa meskipun perempuan memiliki potensi besar, mereka masih menghadapi banyak hambatan untuk terlibat secara maksimal dalam aktivitas ekonomi.
Di sektor informal, seperti usaha mikro dan pertanian, perempuan mendominasi. Sayangnya, kontribusi mereka sering kali tidak dihargai secara setara dengan laki-laki. Contohnya, perempuan yang bekerja di ladang atau membuka usaha kecil sering kali tidak dimasukkan dalam data resmi ekonomi. Lebih parah lagi, upah perempuan di Indonesia rata-rata 23% lebih rendah dibandingkan laki-laki, meskipun mereka melakukan pekerjaan yang sama atau bahkan lebih berat.
Fakta ini tidak hanya menunjukkan ketidakadilan, tetapi juga mengungkap potensi ekonomi yang terabaikan. Menurut riset McKinsey Global Institute, jika kesetaraan gender dalam ekonomi bisa tercapai, produk domestik bruto (PDB) global bisa meningkat hingga $28 triliun pada tahun 2025. Untuk Indonesia, potensi ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan.
Hambatan Sistemik yang Dihadapi
Kamu mungkin bertanya-tanya, apa sebenarnya yang membuat perempuan sulit berkembang dalam aktivitas ekonomi? Salah satu hambatan terbesar adalah norma sosial dan budaya yang masih menempatkan perempuan sebagai pihak kedua. Dalam banyak masyarakat, perempuan diharapkan lebih fokus pada tugas domestik, seperti mengurus rumah tangga dan anak. Akibatnya, pendidikan dan karir perempuan sering kali dianggap kurang prioritas.
Selain itu, diskriminasi di tempat kerja juga masih menjadi masalah besar. Perempuan sering kali menghadapi stigma, seperti anggapan bahwa mereka kurang kompeten untuk memegang posisi kepemimpinan. Data dari Grant Thornton International Business Report 2022 menunjukkan bahwa hanya 25% posisi eksekutif di perusahaan Indonesia yang diisi oleh perempuan. Minimnya kebijakan ramah perempuan, seperti cuti melahirkan yang memadai atau fasilitas penitipan anak, juga membuat banyak perempuan kesulitan menyeimbangkan karir dan kehidupan keluarga.
Dampak pada Ekonomi dan Kehidupan Sosial
Ketertinggalan perempuan dalam aktivitas ekonomi tidak hanya berdampak pada mereka secara individu, tetapi juga pada keluarga dan masyarakat. Saat perempuan tidak memiliki akses yang adil terhadap peluang ekonomi, ini memperburuk ketimpangan sosial dan mengurangi potensi pembangunan ekonomi nasional. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang mandiri secara ekonomi cenderung berinvestasi lebih banyak pada pendidikan dan kesehatan anak-anak mereka.
Selain itu, saat perempuan bekerja di sektor informal tanpa perlindungan hukum yang memadai, mereka rentan terhadap eksploitasi. Misalnya, pekerja rumah tangga perempuan sering kali menghadapi jam kerja panjang dengan upah rendah dan tanpa jaminan sosial. Dalam jangka panjang, ini menciptakan lingkaran kemiskinan yang sulit diputus.
Bukti Nyata Ketimpangan
Contoh nyata dari ketimpangan ini bisa kita lihat di berbagai sektor. Misalnya, di industri tekstil, banyak perempuan yang bekerja sebagai buruh dengan upah minimum. Sementara itu, posisi manajerial dan strategis lebih banyak diisi oleh laki-laki. Di sektor teknologi, jumlah perempuan yang bekerja sebagai programmer atau insinyur masih sangat sedikit dibandingkan laki-laki.
Statistik juga menunjukkan bahwa perempuan lebih jarang memiliki akses ke modal untuk memulai bisnis. Menurut survei Bank Dunia, hanya 10% pengusaha perempuan di Indonesia yang memiliki akses mudah ke pinjaman bank, dibandingkan dengan 22% pengusaha laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam sistem keuangan yang menghambat perempuan untuk berkembang.
Jalan Menuju Kesetaraan
Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki situasi ini? Pertama, pendidikan adalah kunci utama. Saat perempuan mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas, mereka memiliki peluang lebih besar untuk bersaing di pasar kerja. Pemerintah dan organisasi non-pemerintah harus memastikan bahwa anak perempuan, terutama di daerah terpencil, mendapatkan akses pendidikan yang setara.
Kedua, penting bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif. Kebijakan seperti cuti melahirkan yang layak, fleksibilitas jam kerja, dan fasilitas penitipan anak bisa membantu perempuan lebih nyaman berkarir. Selain itu, menghapus kesenjangan upah dan memberikan peluang promosi yang adil adalah langkah konkret yang harus diambil.
Ketiga, masyarakat juga perlu berperan dalam mengubah stigma budaya. Anggapan bahwa perempuan hanya cocok untuk pekerjaan domestik harus mulai ditinggalkan. Media, komunitas, dan tokoh masyarakat bisa memainkan peran besar dalam membangun narasi yang mendukung perempuan untuk berkembang.
Kisah Inspiratif
Cerita tentang perempuan yang berhasil melampaui hambatan ekonomi sering kali menjadi inspirasi. Salah satunya adalah Ibu Kartini, seorang pengusaha kecil di Jawa Tengah yang memulai usahanya dari nol. Dengan bantuan pelatihan kewirausahaan dari lembaga lokal, ia berhasil mengembangkan bisnis kerajinan tangan dan kini mempekerjakan lebih dari 50 perempuan di desanya.
Kisah lain datang dari seorang perempuan muda di Bandung yang memanfaatkan teknologi untuk menciptakan aplikasi edukasi. Dengan latar belakang pendidikan teknologi informasi, ia mendirikan startup yang kini membantu ribuan anak belajar secara daring. Kisah-kisah seperti ini membuktikan bahwa ketika perempuan diberikan peluang, mereka mampu memberikan kontribusi besar.
Kesimpulan
Ketertinggalan perempuan dalam aktivitas ekonomi adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian semua pihak. Saat perempuan diberdayakan secara ekonomi, dampaknya akan terasa hingga ke akar rumput, memperkuat keluarga, komunitas, dan ekonomi nasional. Kamu juga bisa berperan dalam mendukung kesetaraan gender, mulai dari hal kecil seperti mendukung bisnis perempuan hingga menyuarakan pentingnya kesetaraan di lingkunganmu.
Mari kita bersama-sama menciptakan dunia di mana perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi. Karena ketika perempuan maju, masyarakat juga maju.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI