Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sampah TPA yang Menggunung Bak Bom Waktu yang Siap Meledak!

22 November 2024   21:17 Diperbarui: 22 November 2024   21:21 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gunungan Sampah di TPA. Pixabay.com/vkingxl

Gunungan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) adalah pemandangan yang akrab di banyak kota di Indonesia. Namun, di balik tumpukan tersebut, tersembunyi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan masyarakat, dan masa depan planet ini.

TPA sering kali dianggap sebagai solusi akhir untuk sampah, padahal kenyataannya, pengelolaan yang buruk justru menjadikan TPA sebagai bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Dari ledakan gas metana hingga pencemaran air tanah, ancaman ini nyata dan semakin mendesak. Apakah kamu pernah membayangkan bagaimana dampak sampah yang terus menggunung ini terhadap kehidupan kita? Artikel ini akan mengulas secara mendalam ancaman dari sampah di TPA, dampak yang ditimbulkan, serta langkah-langkah konkret yang harus segera diambil.

Mengapa TPA Adalah Ancaman Nyata?

Setiap hari, sekitar 175.000 ton sampah dihasilkan oleh masyarakat Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 69% berakhir di TPA tanpa pengelolaan yang memadai. Sebagian besar TPA di Indonesia masih beroperasi dengan sistem open dumping, yaitu sampah ditumpuk tanpa perlakuan khusus. Sistem ini sangat berisiko, terutama karena limbah organik yang mendominasi sampah rumah tangga.

Limbah organik yang membusuk menghasilkan gas metana, senyawa kimia yang mudah terbakar dan sangat berbahaya bagi atmosfer. 

Gas ini juga dikenal sebagai salah satu penyebab utama perubahan iklim karena efek rumah kacanya yang 25 kali lebih kuat dibandingkan karbon dioksida. Ketika gas metana terperangkap di bawah tumpukan sampah dan tidak terkelola, ia bisa memicu ledakan besar.

Contoh nyata terjadi di TPA Leuwigajah, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005. Saat itu, longsoran sampah yang dipicu oleh ledakan gas metana menimbun lebih dari 140 rumah dan menewaskan 157 orang. Tragedi ini merupakan pengingat keras bahwa tumpukan sampah bukan hanya masalah estetika, melainkan ancaman yang sangat nyata.

Dampak Lingkungan dan Kesehatan dari Sampah yang Menggunung

Ancaman dari gunungan sampah TPA tidak berhenti pada risiko ledakan. Tumpukan sampah yang terus bertambah juga membawa dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

  1. Pencemaran Air Tanah
    Air lindi, cairan yang dihasilkan dari tumpukan sampah, mengandung berbagai zat beracun seperti logam berat, amonia, dan senyawa organik yang berbahaya. Cairan ini meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah yang digunakan oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan sehari-hari. Dalam jangka panjang, konsumsi air yang tercemar ini dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, gangguan sistem saraf, dan penyakit kulit.

  2. Kerusakan Ekosistem
    Plastik, yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, menjadi ancaman serius bagi ekosistem darat maupun laut. Ketika plastik terurai menjadi mikroplastik, partikel ini mencemari tanah, sungai, dan laut. Mikroplastik telah ditemukan dalam tubuh ikan dan hasil laut lainnya yang akhirnya dikonsumsi manusia.

  3. Gangguan Kesehatan Masyarakat
    Gunungan sampah menjadi tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan nyamuk. Ini meningkatkan risiko penyebaran penyakit seperti demam berdarah, diare, dan leptospirosis. Selain itu, bau menyengat dari TPA menyebabkan gangguan pernapasan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi.

  4. Kontribusi terhadap Perubahan Iklim
    Gas metana yang dihasilkan dari pembusukan sampah organik adalah salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Jika tidak ada langkah pengelolaan yang tepat, emisi ini akan memperparah krisis iklim yang sudah mengancam kehidupan di bumi.

Mengapa Masalah Ini Terjadi?

Permasalahan sampah TPA terjadi karena kombinasi dari beberapa faktor:

  1. Kurangnya Infrastruktur Pengelolaan Sampah
    Sebagian besar kota di Indonesia belum memiliki fasilitas pengelolaan sampah modern. Sistem pengolahan seperti sanitary landfill atau pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) masih sangat minim.

  2. Rendahnya Kesadaran Masyarakat
    Banyak orang yang masih membuang sampah sembarangan atau tidak memisahkan sampah berdasarkan jenisnya. Hal ini memperburuk kondisi di TPA karena sampah organik dan non-organik bercampur, membuat proses pengelolaan menjadi lebih sulit.

  3. Minimnya Kebijakan dan Penegakan Hukum
    Kebijakan tentang pengelolaan sampah sering kali hanya berhenti di atas kertas. Sanksi bagi pelanggar juga jarang diterapkan secara tegas, sehingga masalah ini terus berulang.

Langkah-Langkah untuk Menjinakkan Bom Waktu Sampah TPA

Masalah ini tidak akan terselesaikan jika hanya mengandalkan pemerintah. Kita semua harus berperan aktif dalam mencari solusi. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:

  1. Penerapan Sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
    Kamu bisa mulai dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menggunakan kembali barang yang masih layak, dan mendaur ulang sampah. Prinsip ini harus diterapkan di rumah, sekolah, hingga tempat kerja.

  2. Edukasi dan Kampanye Kesadaran
    Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya sampah yang tidak terkelola. Kampanye seperti "Diet Kantong Plastik" dan "Bank Sampah" perlu diperluas agar lebih banyak orang yang terlibat.

  3. Pemanfaatan Teknologi Pengelolaan Sampah
    Pemerintah perlu menginvestasikan teknologi modern seperti PLTSa, biodigester, atau teknologi pirolisis untuk mengolah sampah menjadi energi. Teknologi ini tidak hanya mengurangi volume sampah, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi.

  4. Kebijakan yang Tegas dan Berkelanjutan
    Kebijakan tentang pengelolaan sampah harus diperkuat dan diawasi dengan ketat. Misalnya, pengelolaan limbah organik bisa diwajibkan untuk diolah menjadi kompos, sedangkan limbah plastik harus didaur ulang melalui kerjasama dengan industri.

  5. Keterlibatan Komunitas Lokal
    Komunitas lokal memiliki peran penting dalam mengelola sampah. Program seperti bank sampah dan pengelolaan sampah berbasis komunitas telah terbukti berhasil di beberapa daerah, seperti di Surabaya dan Bali.

Kesimpulan

Gunungan sampah di TPA adalah ancaman nyata yang tidak boleh diabaikan. Jika dibiarkan, masalah ini akan semakin sulit dikendalikan dan dampaknya akan terus meluas. Namun, dengan langkah-langkah yang tepat, kita bisa mengubah ancaman ini menjadi peluang untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.

Mulailah dari dirimu sendiri dengan menerapkan prinsip 3R dan mengedukasi orang-orang di sekitarmu. Jangan biarkan bom waktu sampah ini menjadi warisan buruk bagi generasi mendatang. Bersama, kita bisa menciptakan perubahan besar. Mari bergerak sekarang juga, sebelum semuanya terlambat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun