Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Miris! Laut Kita Bak Tempat Sampah Raksasa, Bagaimana Tanggapan Kita?

20 November 2024   16:50 Diperbarui: 20 November 2024   16:53 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coba bayangkan laut yang indah dengan air biru jernih, ikan berenang bebas, dan terumbu karang berwarna-warni. Sayangnya, bayangan itu mulai sulit ditemukan. Kini, laut kita lebih mirip tempat sampah raksasa, penuh dengan plastik, limbah rumah tangga, hingga bahan kimia berbahaya. Situasi ini bukan hanya mengancam ekosistem laut, tetapi juga kehidupan manusia dimasa depan. Pertanyaannya, bagaimana tanggapan kita terhadap masalah ini? Apakah kita hanya akan diam atau mulai mengambil langkah nyata?

Fakta Mengejutkan Tentang Sampah di Laut

Kamu tahu nggak, Indonesia dinobatkan sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia? Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 3,2 juta ton sampah plastik dihasilkan setiap tahun, dan sekitar 1,29 juta ton akhirnya berakhir di laut. Ini menjadikan Indonesia penyumbang utama sampah plastik di lautan dunia setelah China. Bayangkan betapa besar kerusakan yang kita sebabkan!

Salah satu contohnya adalah Sungai Citarum di Jawa Barat, yang sering disebut sebagai salah satu sungai terkotor di dunia. Sampah plastik, limbah tekstil, dan bahan kimia mencemari airnya, yang akhirnya mengalir ke laut. Dampaknya? Laut di sekitar Indonesia, yang seharusnya kaya dengan biota laut, kini tercemar parah sunguh miris!.

Apa yang Terjadi di Lautan?

Kamu perlu tahu!, ketika sampah plastik masuk ke laut, ia tidak langsung hilang begitu saja. Plastik memerlukan waktu ratusan tahun untuk terurai. Bahkan saat terurai, ia menjadi partikel kecil yang disebut mikroplastik. Mikroplastik ini berbahaya karena masuk ke rantai makanan. Ikan, udang, hingga plankton tanpa sengaja memakan mikroplastik. Ketika kita memakan seafood, mikroplastik itu juga masuk ke tubuh kita.

Sebuah studi yang dilakukan oleh World Wildlife Fund (WWF) menemukan fakta bahwa manusia rata-rata mengonsumsi sekitar 5 gram mikroplastik setiap minggunya. Itu setara dengan berat sebuah kartu kredit. Bayangkan tubuh kita menyimpan "kartu kredit" plastik ini seumur hidup bukankah ini mengkhawatirkan?

Kerusakan yang Kita Sebabkan

Masalah sampah di laut bukan hanya tentang tempat wiasata yang estetika atau keindahan pemandangan. Ini adalah ancaman nyata bagi kehidupan. Terumbu karang, misalnya, mengalami pemutihan (coral bleaching) akibat bahan kimia dari sampah dan perubahan iklim. Pemutihan ini memengaruhi keseimbangan ekosistem laut, yang pada akhirnya berdampak pada populasi ikan.

Selain itu, sampah plastik sering kali menjadi perangkap dan menjebak hewan laut seperti penyu, lumba-lumba, atau burung laut. Kamu pasti pernah melihat foto memilukan penyu yang terjerat jaring plastik atau burung yang mati karena memakan sampah. Ini bukan hanya gambar, tapi kenyataan yang terjadi di lautan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun