Indonesia seringkali dijuluki sebagai negara agraris, dengan tanah yang subur, iklim tropis yang mendukung, serta keberagaman sumber daya alam yang luar biasa. Potensi pertanian Indonesia seharusnya bisa membuat kita unggul di bidang ini. Namun, kenyataannya sektor pertanian Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lain, bahkan beberapa negara dengan kondisi geografis yang lebih terbatas. Padahal, Indonesia memiliki segala syarat untuk menjadi negara agraris yang mandiri dan maju. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
Sektor Pertanian Indonesia yang Tertinggal
Mari kita mulai dengan fakta yang mengejutkan. Pada tahun 2023, sektor pertanian Indonesia hanya menyumbang sekitar 14% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional, sementara negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam, yang juga negara agraris, memiliki kontribusi yang jauh lebih tinggi. Vietnam, misalnya, kontribusi sektor pertaniannya mencapai lebih dari 20% dari PDB mereka. Meskipun Indonesia memiliki lebih banyak sumber daya alam dan lebih luas lahan pertanian, fakta ini menunjukkan bahwa kita jauh tertinggal.
Jika kamu pergi ke negara seperti Belanda, yang memiliki lahan pertanian jauh lebih kecil, mereka bahkan mampu mengekspor hasil pertanian mereka ke seluruh dunia. Indonesia, dengan tanah yang begitu luas, malah harus mengimpor beberapa komoditas penting seperti beras, kedelai, dan jagung. Mengapa bisa demikian? Apa yang salah?
Teknologi Pertanian yang Belum Maksimal
Salah satu masalah terbesar adalah penerapan teknologi pertanian yang masih sangat terbatas. Sektor pertanian di Indonesia masih banyak mengandalkan cara-cara tradisional, yang tentu saja kurang efisien dan hasilnya pun tidak maksimal. Di sisi lain, negara-negara seperti Jepang dan Belanda sudah mengimplementasikan berbagai teknologi canggih di bidang pertanian mereka. Misalnya, penggunaan drone untuk pemantauan tanaman, pemanfaatan robot untuk memanen hasil pertanian, serta teknologi pertanian presisi yang memungkinkan petani untuk mengoptimalkan penggunaan air dan pupuk.
Di Indonesia, meskipun ada beberapa inisiatif untuk mengembangkan teknologi pertanian, penerapannya masih terbilang lambat dan terbatas. Banyak petani di daerah pelosok yang bahkan tidak tahu atau tidak mampu membeli alat-alat pertanian modern. Mereka masih mengandalkan tenaga manual dan alat yang sangat sederhana, yang tentu saja mempengaruhi hasil yang mereka dapatkan.
Keterbatasan Infrastruktur
Masalah lain yang tak kalah penting adalah infrastruktur pertanian yang buruk. Di banyak daerah, jalan menuju lahan pertanian masih terjal dan rusak, sehingga hasil pertanian tidak bisa dijual dengan harga yang layak. Belum lagi masalah sistem irigasi yang belum merata. Di banyak daerah pertanian di Indonesia, petani masih kesulitan mendapatkan air yang cukup untuk mengairi tanaman mereka. Hal ini tentu berpengaruh pada hasil panen yang mereka dapatkan.
Sementara itu, negara seperti Jepang dan Belanda sudah memiliki infrastruktur pertanian yang sangat maju. Di Jepang, sistem irigasi telah dikelola dengan sangat efisien sehingga petani tidak pernah kekurangan air. Di Belanda, negara yang terkenal dengan pertanian hortikulturanya, sistem drainase dan pengairan sudah dirancang dengan sangat baik untuk mendukung pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Infrastruktur pertanian yang baik sangat penting untuk memastikan hasil pertanian dapat diolah dengan optimal.