Dalam beberapa tahun terakhir, tren menunda pernikahan menjadi semakin lazim, khususnya di kalangan pria. Jika dulu menikah di usia 20-an dianggap wajar, kini usia 30-an dianggap sebagai masa yang lebih ideal bagi sebagian pria. Mengapa ini terjadi? Alasannya sering kali berakar pada kebutuhan untuk mencapai stabilitas finansial dan kemapanan karir sebelum membangun keluarga.Â
Namun, sebenarnya ada lebih banyak faktor yang mendorong pria untuk memilih menunda pernikahan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam alasan-alasan ini agar kamu bisa memahami pandangan pria yang lebih kompleks dan komprehensif.
1. Stabilitas Finansial Wajib Sebelum Menikah
Pernikahan bukan hanya tentang cinta dan komitmen, tetapi juga soal finansial. Bagi pria, memiliki kondisi keuangan yang mapan dianggap sebagai salah satu fondasi penting dalam membangun rumah tangga. Sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, banyak pria merasa perlu menyiapkan dana yang cukup, baik untuk biaya pernikahan itu sendiri, maupun untuk kebutuhan hidup setelah menikah.
Biaya pernikahan di Indonesia cukup tinggi, terutama jika melibatkan pesta besar yang menjadi tradisi di banyak daerah. Biaya ini belum termasuk persiapan tempat tinggal yang layak, seperti membeli rumah atau menyewa apartemen, serta menyiapkan dana untuk kebutuhan sehari-hari. Pria merasa berkewajiban untuk bisa memberikan kestabilan finansial agar keluarga yang akan mereka bangun tidak menghadapi tekanan ekonomi.
Selain itu, sebagian pria juga ingin membayar utang pendidikan atau membangun tabungan dan investasi terlebih dahulu. Mereka menyadari bahwa tanggung jawab keuangan dalam pernikahan sangat besar dan membutuhkan perencanaan jangka panjang. Dengan menunda menikah, mereka berharap dapat mencapai titik di mana mereka merasa cukup nyaman dan siap secara finansial untuk menjalani kehidupan keluarga.
2. Karir yang Mencapai Titik Mapan
Bagi pria, karir sering kali dianggap sebagai identitas dan sumber kebanggaan diri. Tak jarang, pria merasa bahwa sebelum menikah, mereka harus memastikan bahwa karir mereka sudah berada pada posisi yang stabil. Dengan semakin ketatnya persaingan di dunia kerja, mereka merasa perlu untuk mengutamakan pengembangan diri dan mengumpulkan pengalaman kerja terlebih dahulu.
Misalnya, seorang pria mungkin berambisi untuk mencapai posisi manajerial atau mendapatkan gaji yang cukup tinggi sebelum menikah. Hal ini dirasa penting, terutama bagi mereka yang menganggap bahwa menikah dalam kondisi karir yang belum mapan bisa mengganggu keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga.Â
Mengorbankan waktu dan fokus karir demi kehidupan keluarga dianggap belum sesuai, terutama jika mereka masih dalam tahap awal atau pertengahan karir yang membutuhkan komitmen tinggi.