Demokrasi bukan sekadar kata atau istilah, tapi adalah nyawa dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, setiap lima tahun sekali, rakyat diberi kesempatan untuk memilih pemimpin dan wakil mereka melalui pemilihan umum (pemilu).Â
Momen ini seharusnya menjadi pesta demokrasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa semakin banyak orang yang memilih untuk tidak berpartisipasi. Mereka disebut sebagai golongan putih, atau yang sering kita kenal dengan istilah golput.Â
Mungkin kamu berpikir, "Kenapa sih golput itu dianggap buruk? Bukannya itu juga hak setiap orang?" Padahal kenyataannya, dengan bersikap golput bukan hanya sekadar sikap apatis, tapi juga mencederai demokrasi kita.
Apa Itu Golput, dan Mengapa Orang Memilih Golput?
Golput adalah singkatan dari "golongan putih," istilah yang merujuk pada orang-orang yang memilih untuk tidak memberikan suara dalam pemilu. Fenomena ini muncul bukan tanpa alasan. Banyak yang merasa kecewa dengan kondisi politik dan para pemimpin yang dianggap tidak memihak rakyat.Â
Kekecewaan itu tumbuh subur ketika janji-janji politik yang diucapkan saat kampanye sering kali tidak terealisasi. Hal inilah yang kemudian memicu sebagian masyarakat untuk memilih golput sebagai bentuk protes atau kekecewaan.
Namun, ada juga yang golput karena alasan praktis, seperti tidak punya waktu, malas datang ke TPS, atau bahkan kurangnya informasi tentang calon yang bertarung di pemilu.Â
Selain itu, sebagian orang merasa bahwa suara mereka tidak akan berdampak pada hasil pemilu, sehingga memilih untuk tidak berpartisipasi. Padahal, pandangan ini keliru karena setiap suara sangat berarti dalam proses demokrasi.
Dampak Golput Terhadap Demokrasi dan Negara
Golput mungkin terdengar sepele, bahkan bisa dianggap sebagai pilihan pribadi. Tapi, ketika golput dilakukan oleh banyak orang, dampaknya bisa sangat serius bagi demokrasi kita. Demokrasi sejati menuntut partisipasi aktif dari masyarakatnya.