Jika banyak yang golput, suara mayoritas yang sebenarnya tidak akan terwakili, dan ini dapat membuat pemimpin yang terpilih bukanlah pilihan yang benar-benar diinginkan rakyat. Akibatnya, kebijakan-kebijakan yang diambil bisa jadi tidak relevan atau bahkan tidak memihak masyarakat luas.
Ketika jumlah golput meningkat, legitimasi dari hasil pemilu pun bisa dipertanyakan. Pemimpin yang terpilih dengan suara minim akan kesulitan mendapatkan dukungan penuh dari rakyat, sehingga kinerjanya mungkin tidak maksimal.Â
Situasi ini pada akhirnya bisa menyebabkan ketidakstabilan politik dan sosial. Jika demokrasi yang kita jalani tidak melibatkan seluruh rakyat, lalu masih pantaskah kita menyebutnya sebagai demokrasi?
Negara dengan Tingkat Golput Tinggi
Fenomena golput ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Prancis, angka golput juga cukup tinggi. Pada pemilu 2016 di Amerika Serikat, tingkat partisipasi hanya sekitar 55%, yang berarti hampir separuh rakyat Amerika memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Hasilnya? Kandidat yang terpilih menuai banyak kontroversi, dan sebagian besar rakyat merasa tidak puas dengan pemerintahannya.
Di Indonesia, menurut data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih yang golput juga cukup tinggi pada pemilu 2019, dengan persentase sekitar 20-30% dari total pemilih.Â
Angka ini menunjukkan bahwa puluhan juta orang memilih untuk tidak terlibat dalam menentukan masa depan negara. Padahal, di negara dengan jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia, setiap suara sangat berarti.
Golput Mengurangi Kualitas Pemimpin yang Terpilih
Pemilu adalah kesempatan untuk memilih pemimpin yang terbaik, yang mampu membawa perubahan positif bagi bangsa. Namun, ketika banyak yang memilih golput, kesempatan ini hilang. Semakin sedikit orang yang berpartisipasi, semakin besar pula kemungkinan bagi calon yang kurang kompeten untuk terpilih. Ini bisa jadi karena kurangnya persaingan atau minimnya kritik dari masyarakat.
Ketika kualitas pemimpin yang terpilih menurun, hal ini akan berdampak pada kebijakan-kebijakan yang diambil. Kebijakan yang tidak didasarkan pada aspirasi rakyat akan sulit untuk diterima, dan pada akhirnya, kita sendiri yang dirugikan. Contoh konkritnya bisa kita lihat dari berbagai kebijakan publik yang sering kali kurang relevan atau tidak tepat sasaran karena tidak mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat.
Mengapa Menggunakan Hak Pilih Itu Penting?