Sebagai bukti konkret, survei yang dilakukan oleh Kemendikbud pada 2023 menunjukkan bahwa 35% guru masih merasa kesulitan dalam menyesuaikan metode penilaian baru yang lebih berbasis proses ini. Mereka mengaku masih terbiasa dengan model evaluasi tradisional, di mana hasil ujian menjadi acuan utama.Â
Ini menunjukkan bahwa penghapusan Ujian Nasional saja tidak serta merta meningkatkan kualitas pendidikan, melainkan diperlukan peningkatan kompetensi guru dalam melaksanakan penilaian berbasis proses.
Tantangan Infrastruktur dan Kesiapan Teknologi
Salah satu tantangan terbesar dalam penerapan Kurikulum Merdeka adalah masalah ketimpangan infrastruktur. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sekolah-sekolah di kota besar mungkin memiliki akses ke teknologi dan fasilitas yang mendukung metode belajar berbasis proyek.Â
Namun, di daerah-daerah terpencil, masalah seperti keterbatasan akses internet, minimnya peralatan pembelajaran digital, dan kurangnya guru yang terlatih masih menjadi penghalang besar.
Sebagai contoh, di beberapa daerah terpencil di Papua, masih banyak sekolah yang belum memiliki akses listrik yang stabil, apalagi akses internet. Hal ini tentu membuat penerapan Kurikulum Merdeka yang berbasis proyek dan teknologi menjadi sangat sulit.Â
Dalam konteks ini, merdeka belajar tampaknya belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh siswa di Indonesia. Ketidakmerataan infrastruktur ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah agar tujuan Kurikulum Merdeka bisa tercapai di seluruh pelosok negeri.
Dukungan Orang Tua Menentukan Kesuksesan
Selain guru dan siswa, orang tua juga memiliki peran penting dalam keberhasilan Kurikulum Merdeka. Di era digital ini, orang tua dituntut untuk lebih aktif dalam mendampingi anak-anak mereka dalam belajar.Â
Namun, tidak semua orang tua memahami bagaimana memberikan dukungan yang tepat. Banyak orang tua yang masih terbiasa dengan pola pendidikan lama, di mana nilai ujian menjadi tolak ukur utama keberhasilan anak. Padahal, Kurikulum Merdeka mengutamakan proses, bukan hasil akhir.
Sebagai bukti, sebuah studi yang dilakukan oleh lembaga pendidikan independen di Jakarta pada 2023 menunjukkan bahwa 40% orang tua masih menganggap nilai akhir ujian sebagai satu-satunya penentu kecerdasan anak.Â