Generasi Z, atau yang sering disebut dengan Gen Z, merupakan generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Mereka tumbuh di tengah kemajuan teknologi yang pesat, serta hidup dalam era digital yang serba cepat dan dinamis. Namun, di balik dinamika kehidupan modern, ada fenomena baru yang mulai muncul di kalangan Gen Z, yaitu menjadi bagian dari sandwich generation. Fenomena ini semakin terasa di tengah kondisi sosial dan ekonomi yang semakin kompleks. Bagi kamu yang belum familiar dengan istilah sandwich generation, ini adalah situasi di mana seseorang terhimpit antara dua generasi: orang tua yang mulai menua dan membutuhkan dukungan finansial, serta anak-anak atau adik-adik yang juga memerlukan bantuan ekonomi.
Apa itu Sandwich Generation?
Sandwich generation pada dasarnya menggambarkan individu yang memiliki beban ganda, yakni merawat generasi yang lebih tua, seperti orang tua yang sudah pensiun, sekaligus mendukung generasi muda, baik itu anak-anak, adik-adik, maupun anggota keluarga lain yang lebih muda. Mereka berada di tengah-tengah "roti" tanggung jawab, diapit oleh dua sisi kebutuhan yang tak bisa diabaikan. Fenomena ini sudah lama dikenal, terutama pada generasi Baby Boomers dan Generasi X, namun kini Gen Z yang masih muda juga mulai merasakan beban tersebut lebih dini dibandingkan generasi sebelumnya.
Berdasarkan data dari Pew Research Center, sekitar 23% orang dewasa yang berusia 20-an hingga 30-an mengaku harus merawat orang tua mereka secara finansial. Di Indonesia sendiri, angka ini terus meningkat, seiring dengan biaya hidup yang semakin tinggi, sulitnya memperoleh pekerjaan dengan gaji yang layak, dan akses kesehatan yang mahal. Gen Z, yang seharusnya fokus pada perkembangan karier dan kehidupan pribadi mereka, harus menghadapi kenyataan pahit untuk berbagi beban finansial demi orang tua maupun anggota keluarga lainnya.
Mengapa Fenomena Ini Semakin Umum pada Gen Z?
Ada beberapa faktor yang membuat fenomena sandwich generation kian umum di kalangan Gen Z. Salah satu faktor utamanya adalah krisis ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pandemi COVID-19, misalnya, menyebabkan banyak keluarga kehilangan sumber penghasilan, sehingga tanggung jawab finansial sering kali jatuh ke pundak anak-anak muda yang baru saja masuk dunia kerja. Meski Gen Z dikenal sebagai generasi yang melek teknologi dan kreatif, mereka tidak lepas dari tantangan ekonomi yang sangat nyata.
Selain itu, gaya hidup modern yang lebih individualistik membuat keluarga besar di perkotaan semakin jarang tinggal bersama. Ini mengakibatkan tanggung jawab untuk merawat orang tua jatuh hanya kepada satu atau dua anggota keluarga yang memiliki penghasilan tetap. Sering kali, anak-anak yang lebih tua merasa bahwa merekalah yang harus menanggung beban ini, meskipun mereka sendiri mungkin masih dalam tahap awal karier atau bahkan baru lulus kuliah.
Teknologi dan media sosial juga memainkan peran penting dalam mempercepat kesadaran akan tanggung jawab keluarga. Di satu sisi, Gen Z mampu memanfaatkan teknologi untuk mencari sumber penghasilan tambahan, seperti bekerja sebagai freelancer, menjalankan bisnis daring, atau menjadi kreator konten. Namun, di sisi lain, ekspektasi masyarakat untuk selalu produktif dan sukses finansial justru menambah tekanan bagi generasi ini. Banyak dari mereka merasa bahwa mereka harus segera "berhasil" untuk bisa membantu keluarga, meskipun kenyataannya, proses menuju kestabilan finansial tidak semudah itu.
Dampak Psikologis dan Finansial pada Gen Z
Menjadi bagian dari sandwich generation memberikan tekanan yang luar biasa, baik dari segi emosional maupun finansial. Ketika kamu harus memikirkan kebutuhan orang tua yang semakin menua sekaligus mempersiapkan masa depanmu sendiri, tentu tidak mudah untuk menjaga keseimbangan. Banyak anak muda dari Gen Z yang akhirnya mengalami kelelahan mental (burnout), stres berlebih, hingga depresi karena merasa tanggung jawab yang mereka emban terlalu besar. Menurut penelitian dari American Psychological Association, generasi muda yang berada dalam situasi sandwich generation cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanya perlu memikirkan kebutuhan pribadi.
Di sisi finansial, tanggung jawab ganda ini bisa sangat memberatkan. Gen Z yang baru memulai karier sering kali belum memiliki penghasilan yang stabil, apalagi tabungan atau investasi yang memadai. Akibatnya, mereka harus pintar-pintar mengatur keuangan agar bisa memenuhi kebutuhan diri sendiri sekaligus membantu orang tua atau anggota keluarga lain. Tidak jarang, mereka harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan mendesak, seperti biaya kesehatan atau pendidikan. Fenomena ini menciptakan lingkaran setan di mana mereka kesulitan untuk menabung atau berinvestasi, yang akhirnya memperpanjang periode ketidakstabilan finansial.
Bagaimana Cara Mengatasi Tekanan Sandwich Generation?
Meski fenomena ini bisa sangat menekan, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengurangi beban dan tetap menjaga keseimbangan hidup. Berikut adalah beberapa tips yang bisa kamu terapkan jika saat ini kamu berada dalam situasi sandwich generation:
Perencanaan Keuangan yang Matang
Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah merencanakan keuangan dengan lebih disiplin. Buatlah anggaran bulanan yang jelas, pisahkan kebutuhan pribadi dengan kebutuhan keluarga, dan pastikan kamu menabung secara rutin. Jika memungkinkan, investasikan sebagian kecil dari penghasilanmu untuk jangka panjang, seperti dalam bentuk reksa dana atau asuransi jiwa.Manfaatkan Teknologi untuk Mencari Penghasilan Tambahan
Kamu bisa memanfaatkan teknologi untuk mencari peluang penghasilan tambahan. Banyak platform yang menawarkan pekerjaan lepas (freelance), investasi digital, hingga peluang bisnis daring yang bisa membantu meningkatkan pendapatanmu. Namun, pastikan kamu tetap menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.Komunikasi Terbuka dengan Keluarga
Salah satu kunci untuk mengatasi tekanan sandwich generation adalah komunikasi yang baik dengan keluarga. Bicarakan tentang tanggung jawab yang harus diemban bersama, jangan segan untuk meminta bantuan jika kamu merasa terbebani. Jika memungkinkan, ajak anggota keluarga lain untuk berbagi tanggung jawab agar tidak semuanya jatuh di pundakmu.Cari Dukungan Emosional dan Sosial
Jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman, pasangan, atau komunitas. Berbagi cerita dan mendengarkan pengalaman orang lain yang mungkin berada dalam situasi yang sama bisa membantu kamu merasa tidak sendirian. Dukungan emosional ini sangat penting untuk menjaga kesehatan mentalmu.Prioritaskan Kesehatan Mental dan Fisik
Menjadi bagian dari sandwich generation bisa sangat menguras energi, baik fisik maupun mental. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu menjaga kesehatanmu. Luangkan waktu untuk beristirahat, berolahraga, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan untuk melepaskan stres.
Kesimpulan
Fenomena sandwich generation pada Gen Z adalah refleksi dari kondisi sosial dan ekonomi yang semakin kompleks. Generasi ini dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah, mulai dari tanggung jawab finansial, tekanan mental, hingga keterbatasan waktu untuk fokus pada diri sendiri. Namun, dengan perencanaan yang matang, dukungan dari keluarga dan lingkungan, serta sikap yang bijaksana dalam mengelola stres, kamu bisa menghadapi fenomena ini dengan lebih baik.
Ingatlah bahwa setiap tantangan pasti memiliki solusi. Meski kamu berada dalam posisi yang menekan, selalu ada cara untuk meringankan beban tersebut. Kamu tidak harus menghadapi semuanya sendirian. Dengan kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan, komunikasi yang baik dengan keluarga, dan menjaga kesehatan mental, kamu bisa melewati masa-masa sulit ini dan membangun masa depan yang lebih baik bagi dirimu dan keluargamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H