Kekerasan di sekolah bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Kasus kekerasan dalam dunia pendidikan terus meningkat dari tahun ke tahun, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis. Setiap kali kita mendengar berita tentang siswa yang di-bully, guru yang berlaku kasar, atau sesama siswa yang berkelahi hingga melukai satu sama lain, kita harus menyadari bahwa ada yang salah dengan sistem pendidikan kita. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk belajar, berkembang, dan menumbuhkan potensi mereka. Namun, ketika kekerasan terjadi, tatanan pendidikan yang ideal ini rusak, dan dampaknya bisa sangat serius terhadap generasi penerus bangsa. Jangan biarkan kekerasan ini merusak pendidikan kita lebih jauh.
Dampak Kekerasan di Sekolah terhadap Korban
Siswa yang menjadi korban kekerasan, baik secara fisik, verbal, maupun emosional, tidak hanya mengalami luka secara fisik, tetapi juga trauma mendalam yang sulit dihilangkan. Bayangkan seorang anak yang seharusnya datang ke sekolah dengan semangat belajar, malah merasa takut dan terancam. Kekerasan membuat korban kehilangan kepercayaan diri, merasa rendah diri, bahkan bisa menyebabkan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Riset yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan bahwa anak yang mengalami kekerasan cenderung memiliki masalah dalam prestasi akademik dan sosial. Mereka sulit fokus, sering bolos, dan akhirnya berisiko putus sekolah.
Selain dampak langsung pada kesehatan mental, kekerasan juga mengganggu proses belajar-mengajar. Siswa yang mengalami kekerasan cenderung enggan untuk berpartisipasi di kelas, merasa tidak nyaman, dan mengalami penurunan motivasi belajar. Situasi ini jelas menghambat perkembangan intelektual mereka. Lebih parah lagi, kekerasan di sekolah bisa menciptakan siklus berkelanjutan di mana korban kekerasan akhirnya menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari karena mereka merasa tidak punya cara lain untuk melindungi diri atau mengatasi frustrasi mereka.
Guru sebagai Teladan yang Ternodai
Tidak hanya siswa, guru yang terlibat dalam kekerasan di sekolah juga mencoreng wajah pendidikan kita. Guru, sebagai figur yang seharusnya menjadi panutan dan teladan bagi siswa, terkadang justru menjadi pelaku kekerasan, baik fisik maupun verbal. Dalam beberapa kasus, kita mendengar tentang guru yang memukul siswa sebagai bentuk "disiplin". Tindakan ini sangat tidak dapat diterima dalam sistem pendidikan modern. Mendidik dengan kekerasan tidak hanya menyalahi etika, tetapi juga memberikan contoh buruk kepada siswa bahwa kekerasan adalah cara untuk menyelesaikan masalah.
Padahal, guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa. Mereka adalah sosok yang diharapkan dapat mengajarkan nilai-nilai moral, toleransi, dan saling menghargai. Ketika guru gagal menunjukkan sikap yang benar, mereka menghancurkan kepercayaan yang seharusnya dibangun antara guru dan murid. Bukannya menjadi sosok yang dihormati, guru yang melakukan kekerasan justru ditakuti, bahkan dibenci. Dalam jangka panjang, hal ini bisa merusak kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Tatanan Pendidikan yang Rusak
Kekerasan di sekolah tidak hanya melukai individu, tetapi juga merusak tatanan pendidikan secara keseluruhan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk belajar dan berkembang malah menjadi lingkungan yang penuh ketakutan dan kekerasan. Jika kekerasan dibiarkan, bagaimana kita bisa berharap sistem pendidikan ini dapat mencetak generasi yang berkualitas? Pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga soal bagaimana mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, toleransi, dan menghargai perbedaan.
Lebih jauh lagi, kekerasan di sekolah mencoreng citra sistem pendidikan di mata masyarakat. Orang tua akan kehilangan kepercayaan terhadap sekolah sebagai tempat yang aman bagi anak-anak mereka. Mereka akan merasa was-was setiap kali anak mereka berangkat ke sekolah, khawatir apakah anak mereka akan pulang dengan selamat tanpa mengalami kekerasan. Citra buruk ini bisa membuat pendidikan di negara kita terhambat, karena kepercayaan adalah salah satu fondasi utama dalam sistem pendidikan yang baik.
Data dan Fakta yang Mengkhawatirkan
Data menunjukkan bahwa kekerasan di sekolah masih menjadi masalah besar di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2021, sebanyak 21,9% anak-anak Indonesia pernah mengalami kekerasan di sekolah, baik secara fisik maupun verbal. Data ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena menunjukkan bahwa hampir satu dari empat anak di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan di lingkungan yang seharusnya aman untuk mereka.
Kasus kekerasan di sekolah juga meningkat selama beberapa tahun terakhir. Pada 2022, laporan dari KPPPA mencatat 400 kasus kekerasan yang terjadi di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Ini hanya kasus yang tercatat dan dilaporkan; kemungkinan besar jumlah kasus yang sebenarnya lebih tinggi, mengingat masih banyak kasus kekerasan yang tidak dilaporkan karena ketakutan atau tekanan sosial.
Membangun Solusi untuk Mencegah Kekerasan
Kekerasan di sekolah jelas melukai tatanan pendidikan kita, tetapi bukan berarti masalah ini tidak bisa diatasi. Membangun kesadaran dan penanganan yang tepat adalah kunci. Langkah pertama yang harus diambil adalah menanamkan nilai-nilai anti-kekerasan sejak dini kepada siswa dan guru. Sekolah harus menjadi tempat yang mengajarkan resolusi konflik yang damai dan penuh toleransi. Program-program sosialisasi anti-kekerasan dan seminar tentang pentingnya penyelesaian masalah secara baik perlu diperbanyak.
Selain itu, aturan yang ketat mengenai kekerasan di sekolah harus diterapkan. Hukuman yang tegas dan jelas perlu diberikan kepada pelaku kekerasan, baik itu siswa, guru, atau staf lainnya. Sekolah harus bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa kasus kekerasan ditangani dengan serius dan tidak ditutupi. Hanya dengan langkah ini kita bisa menciptakan lingkungan yang benar-benar aman bagi siswa untuk belajar dan berkembang.
Peran orang tua juga tidak kalah penting. Orang tua harus lebih proaktif dalam memantau kondisi anak mereka di sekolah. Jika ada tanda-tanda kekerasan, baik fisik maupun emosional, segera laporkan kepada pihak sekolah atau otoritas terkait. Jangan biarkan anak-anak merasa sendirian menghadapi kekerasan, karena mereka berhak mendapatkan perlindungan.
Kesimpulan
Kita tidak boleh menutup mata terhadap kekerasan yang terjadi di sekolah. Tatanan pendidikan kita akan hancur jika kekerasan terus dibiarkan merajalela. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak, aman, dan penuh kasih sayang. Jika kita membiarkan kekerasan terus terjadi, kita sedang membiarkan masa depan generasi muda terancam.
Menghadapi kekerasan di sekolah adalah tanggung jawab kita bersama. Dengan menolak kekerasan, kita bukan hanya melindungi siswa, tetapi juga menjaga masa depan pendidikan Indonesia. Kamu punya peran dalam hal ini, baik sebagai orang tua, guru, siswa, atau bagian dari masyarakat. Mari bergerak bersama, jangan biarkan kekerasan menghancurkan tatanan pendidikan kita yang berharga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H