Selain itu, fenomena "viral" di media sosial juga mendorong perilaku negatif. Banyak pelaku kekerasan verbal yang merasa terdorong untuk menyebarkan hinaan atau ejekan karena ingin mendapatkan perhatian dari pengguna lain. Mereka mungkin beranggapan bahwa dengan menjadi "populer" di media sosial, mereka bisa mendapatkan validasi dari orang lain, meskipun itu dilakukan dengan cara yang merugikan orang lain.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa media sosial sepenuhnya buruk. Platform-platform ini memiliki potensi besar untuk mendukung kreativitas dan pertukaran ide positif. Masalahnya adalah, tanpa pengawasan dan edukasi yang tepat, media sosial bisa menjadi alat yang berbahaya, terutama bagi anak-anak dan remaja yang masih dalam proses perkembangan emosional dan sosial mereka.
Pentingnya Edukasi dan Pengawasan: Mengatasi Kekerasan Verbal di Media Sosial
Untuk mengatasi masalah kekerasan verbal di media sosial, diperlukan langkah-langkah konkret dari semua pihak, baik orang tua, guru, maupun pemerintah. Edukasi tentang etika berinternet dan dampak negatif dari kekerasan verbal harus menjadi bagian integral dari kurikulum sekolah. Anak-anak perlu diajarkan untuk menggunakan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab. Mereka juga perlu diberi pemahaman tentang konsekuensi hukum dari tindakan cyberbullying dan kekerasan verbal lainnya di dunia maya.
Selain itu, orang tua harus lebih aktif dalam memantau aktivitas anak-anak mereka di media sosial. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak mereka mungkin menjadi korban atau bahkan pelaku kekerasan verbal di dunia maya. Dengan memantau penggunaan media sosial dan membuka ruang komunikasi yang terbuka dengan anak-anak, orang tua bisa mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Pemerintah dan institusi pendidikan juga harus mengambil peran dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa. Misalnya, sekolah dapat menyediakan layanan konseling yang dapat diakses oleh siswa yang merasa menjadi korban kekerasan verbal. Dengan adanya dukungan dari pihak sekolah, siswa tidak perlu merasa sendirian dalam menghadapi masalah ini.
Lebih jauh lagi, platform media sosial itu sendiri juga perlu lebih tegas dalam menindak pelaku kekerasan verbal. Fitur-fitur pelaporan dan pemblokiran harus lebih dioptimalkan untuk melindungi pengguna, terutama anak-anak dan remaja, dari kekerasan verbal. Perusahaan teknologi yang mengelola media sosial juga perlu bertanggung jawab dengan memperketat regulasi terkait perilaku negatif di platform mereka.
Media Sosial Bukan Musuh, Tapi Butuh Pengawasan
Media sosial memang memiliki peran penting dalam kehidupan modern, termasuk dalam dunia pendidikan. Namun, tanpa pengawasan dan edukasi yang tepat, platform ini bisa berubah menjadi wadah kekerasan verbal yang merusak. Kekerasan verbal di media sosial, terutama di kalangan pelajar, bukanlah masalah sepele. Dampak psikologis yang ditimbulkan bisa sangat serius, bahkan mengancam jiwa.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kesadaran dan kerjasama dari semua pihak, mulai dari orang tua, guru, hingga pemerintah. Edukasi tentang etika penggunaan media sosial, pengawasan yang ketat, serta tindakan tegas dari platform media sosial itu sendiri, sangat diperlukan untuk mencegah kekerasan verbal di dunia maya. Jika langkah-langkah ini diambil, media sosial bisa kembali menjadi ruang yang aman dan positif bagi generasi muda, serta membantu mereka tumbuh menjadi individu yang sehat, baik secara mental maupun sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H