Mohon tunggu...
Frankincense
Frankincense Mohon Tunggu... Administrasi - flame of intuition

bukan pujangga yang pandai merangkai kata, hanya ingin menumpahkan inspirasi dengan literasi menguntai pena. Kata dapat memburu-buru kita untuk menyampaikan perasaan dan sensasi yang sebenarnya belum kita rasakan. Tetapi, kata juga bisa menggerakkan kita. Terkadang, kita tidak mengakui kebenaran sebelum mengucapkannya keras-keras. Salam hangat Kompasianers... Blog: franshare.blogspot.com Web: frame.simplesite.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hikayat Pancasila

5 Agustus 2017   01:54 Diperbarui: 9 Januari 2018   06:59 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

garuda-pancasila-poster-color-5984b9df8342a56cef1979d2.jpg
garuda-pancasila-poster-color-5984b9df8342a56cef1979d2.jpg
Sungguh biadab...demokrasi ini benar-benar kebablasan. Entah warisan kolonial atau orde baru, menjadikan agama sebagai sebuah intervensi politik pada Ketuhanan siapa itu didasari? Seolah-olah menjadi suatu kebenaran yang tidak terbantahkan. Cara yang sangat krusial dalam memecah persatuan bangsa dan negara. Siluet mana yang tidak tertawa renyah, membawa hal ini sebagai permainan politik untuk dampak segala cara, untuk halal segala kuasa. Mereka tidak lebih dari teroris itu sendiri, melucuti kebhinnekaan yang telah dibangun dan dilandaskan sebagai maskapai Pancasila menerbangkan Indonesia sebagai suatu negara yang berasas dalam keberagaman. Di mana pada era Soekarno, dunia ternganga oleh keberagaman Nusantara yang tersatukan di bawah bendera revolusi gigih melawan penjajahan.Tapi akhirnya tertelan Orde Baru yang mencekik etnis dan agama untuk berbagai kepentingan rezimnya.

Lalu era Reformasi ini ingin kembali membuka luka lama? Yang telah coba diobati pada masa transisi. Bukankah keberagaman antar umat beragama, suku, etnis dan sebagainya menjadi nilai lebih pada anugerah yang berlimpah. Yang mana selama ini pun membuat terpana mata dunia mendapatinya dalam negara Indonesia sebagai negara tujuan penelitian maupun wisata dari hal ini. Bukankah seharusnya Indonesia menjadi contoh yang baik dalam hal ini. Masa hanya karena untuk kepentingan pribadi atau golongan semata, ketuhanan yang maha esa ini menjadi kekuasaan yang maha esa? Dengan begitu sampai terhancurkan sebuah negara sebagai korbannya.Ini zaman reformasi kan, bukan zaman kerajaan abad pertengahan lagi.Bukankah sesuai bunyinya "Ketuhanan yang maha esa" bahwa agama itu urusan manusia dengan sang penciptanya (Tuhan), bukan urusan manusia dengan politiknya kan?

lirik-lagu-garuda-pancasila-dan-not-angka-serta-balok-5984ba4a88575a6af31b3602.jpg
lirik-lagu-garuda-pancasila-dan-not-angka-serta-balok-5984ba4a88575a6af31b3602.jpg
Bagaimana terciptanya manusia yang adil dan beradab, jika pada agama atau keyakinan saja malah menjadi mainan politik yang rasis. Dampaknya menjadi pada intoleransi yang berkembang dan memudarkan rasa solidaritas dan persatuan sebagai sesama warga negara.Apa di balik semua ini yang dijadikan tujuan? Lagi-lagi dan lagi-lagi...semaunya dan semalunya apa kepentingan pribadi atau golongan menggerogoti kemanusiaan dengan membedil dan mengazab.Apakah itu manusia, yang adil dan beradab? Jika pada akhirnya menghalalkan segala cara demi keberlansungan ambisi pribadi atau golongan di bawah kepentingan bernegara. Kita hanya kembali dihadapkan pada pemandangan yang indah Indonesia sebagai negara Vampir...menghisap bangsanya sendiri. Paling tidak sudah dapat dipisahkan bukan, antara kepentingan pribadi atau golongan dalam berbangsa dan bernegara...bukan berpolitika jaya semata.

Nah, sejatinya pada keinginan-keinginan luhur inilah kita temukan. Bahwa seharusnya Indonesia saat ini pada tingkat lanjut sebagai negara berkembang yang sudah tidak lagi diributkan pada masalah dalam negeri semata. Di hadapan kita ada berbagai peranan yang harus diperhatikan seperti Masyrakat Ekonomi Asean (MEA) serta globalisasi dunia yang semakin berkembang pesat. Yang ada saat ini seharusnya adalah persatuan dan kemajuan bersama sebagai pemberdayaan negara, bukan pemberdayaan KKN pada pribadi dan golongan dengan memutarkan lingkaran setan. Ternyata malah jadi begitu persatuannya, kali ini negara dan rakyat kembali menjadi alat...untuk persatuan pribadi atau golongan pada kepuasaan tiada henti yang bejat. Enak, tapi sakitnya...musuh dalam selimut negara ini adalah "Vampir". Negara ini tertinggal oleh hisapan Vampir yang mematikan rakyat dan negaranya.   

Hedonisme seolah kini menjadi akil balik reformasi yang terpuruk, mata uang yang ambruk pun tidak jadi kepala tergaruk untuk Koruptor mengeruk. Apa sih yang ga dikorupsi di Indonesia ini? endapan orde baru pun masih terfasih untuk menyimpangkan kepentingan. Budaya lama yang masih menjadi hama, semua hal akan menjadi biomanya KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) dalam bersimbiosis menjadi "Korupsi Karya Nyata" (KKN). Dambaan suara rakyat yang dihentakkan melalui reformasi pun menjadi tersedak kembali...sesak dan terisak. Perwakilannya pun sudah kembali berkali-kali melucuti suara rakyat dari pemilu yang tersirat dan tersurat. Partai politik pun bukan lagi menjadi kendaraan yang baik bagi para politikus. Mereka menjadi rakus dan gagal fokus, aspirasi rakyat pada akhirnya hanya terlewat menjadi hikayat.Independensi akhir-akhir ini pun menjadi jalur alternatif pilihan rakyat mendapati sosok pimpinan dan wakil rakyat yang bermartabat dengan politik yang sehat.

pancasila-sakti-5984bbdb8e63fc632c261e75.jpg
pancasila-sakti-5984bbdb8e63fc632c261e75.jpg
Dalam pemerintahan pun semakin diuji, untuk bertaji menjauhi dan melawan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) agar tidak jatuh ke lubang yang sama. Maka kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan / perwakilan, setidaknya terutama bersih dari KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) dengan KKN sebagai "Kredibelitas Kerja Nyata" untuk negara yang lebih melaju dan bertaju merangsek pada tahapan reformasi yang berkontribusi dalam globalisasi. Di mana daerah-daerah di perbatasan maupun dipelosok pun masih belum didapatkan keadilan sosial untuk kesejahteraan mereka sebagai warga tersatukan dalam pembangunan nasional.

Maka, disusunlah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Jika KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) yang selama ini sebagai penyakit menggerogoti tubuh Indonesia termusnahkan, paling tidak Indonesia bisa selangkah lebih hebat menuju negara maju. Contoh saja negara Jepang dan Jerman, setelah keterpurukannya dalam kekalahan perang dunia II serta meninggalkan budaya lama mereka pada imperialisasi bangsanya sendiri di masa lalu. Dengan fokus pada pertumbuhan dan pembangunan negaranya, kini mereka menjelma menjadi Macan Asia dan Eropa yang diperhitungkan dunia.Bahkan komsumtif impor negara Indonesia banyak sebagian dari hasil ketekunan mereka membangun teknologi, bukan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) yang semakin terbangun oleh ketekunan para koruptor hingga saat ini.Dan pondasi yang diperlukan bangsa ini adalah kreatifitas dan inovatif dalam membangun produktifitas masa depan bangsa. Maka, era Reformasi ini seharusnya memberi ruang lebih untuk mereka-mereka yang seharus berpontensi tidak lagi terbatasi oleh budaya lama...membuli dan mengkolusi. Sungguh suatu ironisnya bangsa Indonesia selama ini adalah mematikan minoritas terperdaya diantara  mayoritas terdigdaya. Di mana mayoritas yang ada belum tentu semuanya memiliki kelebihan ataupun pontensi dibandingkan minoritas yang lebih potensial, jujur dan tekun. Potensi sumber daya manusia Indonesia selama ini masih terperdaya dengan budaya lama kolonial yang menjajah dan mengintimidasi. Sungguh sangat disayangkan vampir-vampir seperti ini hanya menggelapkan Indonesia pada sumber daya manusia yang terkontaminasi dan mati.

5sila-5984bdae4d11b7584270e105.jpg
5sila-5984bdae4d11b7584270e105.jpg
"Binneka Tunggal Ika" bukan sekedar hiasan pita yang dicengkram, tapi sebuah amanah. Diwariskan dari pemikiran era Majapahit mewujudkan Nusantara melalui sumpah palapanya, di mana berusaha diwujudkan kembali melalui semangat orde lama menyematkannya sebagai semboyan tekad bangsa. Karena Indonesia ada dari persatuan keberanekaragaman dalam nasib yang sama menghalau penjajah. Saling mengisi satu sama lain tiada lebih mengimbangi kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Bukan lagi untuk alasan untuk saling menjatuhkan, tapi saling membangkitkan dan melangkahkan bersama-sama... Indonesia dalam cipta, karya dan karsa yang unik dan menarik.Untuk Indonesia yang lebih baik, bukan saling mencabik dan mencekik.Begitulah kiranya, kelima sila bertali erat.

Dirgahayu Indonesia...Tujuh puluh dua tahun masih terlamun...

maxresdefault-1-5984bdf34d11b7583c4a89e2.jpg
maxresdefault-1-5984bdf34d11b7583c4a89e2.jpg
screenshot-2016-06-01-11-07-54-1-5984be9d8342a57b286d97b2.jpg
screenshot-2016-06-01-11-07-54-1-5984be9d8342a57b286d97b2.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun