Lalu era Reformasi ini ingin kembali membuka luka lama? Yang telah coba diobati pada masa transisi. Bukankah keberagaman antar umat beragama, suku, etnis dan sebagainya menjadi nilai lebih pada anugerah yang berlimpah. Yang mana selama ini pun membuat terpana mata dunia mendapatinya dalam negara Indonesia sebagai negara tujuan penelitian maupun wisata dari hal ini. Bukankah seharusnya Indonesia menjadi contoh yang baik dalam hal ini. Masa hanya karena untuk kepentingan pribadi atau golongan semata, ketuhanan yang maha esa ini menjadi kekuasaan yang maha esa? Dengan begitu sampai terhancurkan sebuah negara sebagai korbannya.Ini zaman reformasi kan, bukan zaman kerajaan abad pertengahan lagi.Bukankah sesuai bunyinya "Ketuhanan yang maha esa" bahwa agama itu urusan manusia dengan sang penciptanya (Tuhan), bukan urusan manusia dengan politiknya kan?
Nah, sejatinya pada keinginan-keinginan luhur inilah kita temukan. Bahwa seharusnya Indonesia saat ini pada tingkat lanjut sebagai negara berkembang yang sudah tidak lagi diributkan pada masalah dalam negeri semata. Di hadapan kita ada berbagai peranan yang harus diperhatikan seperti Masyrakat Ekonomi Asean (MEA) serta globalisasi dunia yang semakin berkembang pesat. Yang ada saat ini seharusnya adalah persatuan dan kemajuan bersama sebagai pemberdayaan negara, bukan pemberdayaan KKN pada pribadi dan golongan dengan memutarkan lingkaran setan. Ternyata malah jadi begitu persatuannya, kali ini negara dan rakyat kembali menjadi alat...untuk persatuan pribadi atau golongan pada kepuasaan tiada henti yang bejat. Enak, tapi sakitnya...musuh dalam selimut negara ini adalah "Vampir". Negara ini tertinggal oleh hisapan Vampir yang mematikan rakyat dan negaranya. Â Â
Hedonisme seolah kini menjadi akil balik reformasi yang terpuruk, mata uang yang ambruk pun tidak jadi kepala tergaruk untuk Koruptor mengeruk. Apa sih yang ga dikorupsi di Indonesia ini? endapan orde baru pun masih terfasih untuk menyimpangkan kepentingan. Budaya lama yang masih menjadi hama, semua hal akan menjadi biomanya KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) dalam bersimbiosis menjadi "Korupsi Karya Nyata" (KKN). Dambaan suara rakyat yang dihentakkan melalui reformasi pun menjadi tersedak kembali...sesak dan terisak. Perwakilannya pun sudah kembali berkali-kali melucuti suara rakyat dari pemilu yang tersirat dan tersurat. Partai politik pun bukan lagi menjadi kendaraan yang baik bagi para politikus. Mereka menjadi rakus dan gagal fokus, aspirasi rakyat pada akhirnya hanya terlewat menjadi hikayat.Independensi akhir-akhir ini pun menjadi jalur alternatif pilihan rakyat mendapati sosok pimpinan dan wakil rakyat yang bermartabat dengan politik yang sehat.
Maka, disusunlah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Jika KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) yang selama ini sebagai penyakit menggerogoti tubuh Indonesia termusnahkan, paling tidak Indonesia bisa selangkah lebih hebat menuju negara maju. Contoh saja negara Jepang dan Jerman, setelah keterpurukannya dalam kekalahan perang dunia II serta meninggalkan budaya lama mereka pada imperialisasi bangsanya sendiri di masa lalu. Dengan fokus pada pertumbuhan dan pembangunan negaranya, kini mereka menjelma menjadi Macan Asia dan Eropa yang diperhitungkan dunia.Bahkan komsumtif impor negara Indonesia banyak sebagian dari hasil ketekunan mereka membangun teknologi, bukan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) yang semakin terbangun oleh ketekunan para koruptor hingga saat ini.Dan pondasi yang diperlukan bangsa ini adalah kreatifitas dan inovatif dalam membangun produktifitas masa depan bangsa. Maka, era Reformasi ini seharusnya memberi ruang lebih untuk mereka-mereka yang seharus berpontensi tidak lagi terbatasi oleh budaya lama...membuli dan mengkolusi. Sungguh suatu ironisnya bangsa Indonesia selama ini adalah mematikan minoritas terperdaya diantara  mayoritas terdigdaya. Di mana mayoritas yang ada belum tentu semuanya memiliki kelebihan ataupun pontensi dibandingkan minoritas yang lebih potensial, jujur dan tekun. Potensi sumber daya manusia Indonesia selama ini masih terperdaya dengan budaya lama kolonial yang menjajah dan mengintimidasi. Sungguh sangat disayangkan vampir-vampir seperti ini hanya menggelapkan Indonesia pada sumber daya manusia yang terkontaminasi dan mati.
Dirgahayu Indonesia...Tujuh puluh dua tahun masih terlamun...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H