Mohon tunggu...
Franhky Wijaya
Franhky Wijaya Mohon Tunggu... Arsitek - pemerhati bidang properti

seseorang yang ingin berbagi pengalaman karena sudah lama bekerja di bidang properti, terutama bidang perencanaan, mulai dari pengembangan landed houses, komersial, pergudangan sampai bangunan apartment.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cross Ventilation di Rumah Kecil

12 Januari 2021   17:34 Diperbarui: 12 Januari 2021   20:06 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash.com/ Logan Easterling / @logan_easterling

Karena berbagai faktor, rumah zaman sekarang cenderung lebih kecil dibandingkan zaman sebelumnya. Walaupun demikian, rumah tersebut tetap harus terlihat cantik dan nyaman. Untuk menciptakan suasana yang diinginkan, tentu saja perlu ada proses perancangan yang matang. 

Ternyata dalam proses perancangan tersebut, mendesain rumah tipe kecil tidak semudah yang dibayangkan. Saya sendiri merasakan betapa susahnya mendesain rumah tipe kecil itu. Walaupun ukurannya kecil, tetapi tingkat kesusahannya bisa dibilang cukup besar. 

Rumah tipe kecil yang saya maksudkan adalah rumah kecil yang didesain dengan kebutuhan penghuninya masing-masing. Jadi bukan tipe rumah kecil yang dijual kebanyakan real estate. 

Kalau desain rumah kecil di real estate tantangannya adalah bagaimana menciptakan tampak muka yang menarik dan beda dari yang pernah ada sebelumnya, sementara denahnya sama saja.

Sementara rumah tipe kecil yang didesain sesuai dengan kebutuhan penghuni boleh dikatakan susah. Kenapa mendesain rumah kecil ini saya bilang susah?

Karena kalau mengikuti kemauan dari owner, pasti maunya banyak bangat. Sementara mereka tidak sadar, kalau lahan yang dipunyai itu tidak sebesar bayangan mereka. 

Mereka akan sadar kalau sudah mulai digambar dan melihat ruang-ruang yang ada. Pertanyaan yang paling umum adalah, kok ruangan ini kecil ya? Ngga heranlah, lahannya kecil tetapi maunya banyak.

Nah, dari situ biasanya terjadi pengurangan ruangan, mana yang dianggap benar-benar butuh dan mana yang hanya sebagai supporting saja.

Mendesain rumah kecil itu punya tantangan sendiri. Bukan berarti mentang-mentang rumah kecil, maka disepelekan.

Saya dapat katakan bahwa mendesain rumah tipe kecil itu sama susahnya dengan desain rumah yang lainnya. Memang setiap desain punya kesulitannya masing-masing. Kalau rumah besar, kita masih bisa berkreasi menciptakan ruang tertentu. 

Tetapi kalau saking besarnya ruangan kita kadang agak bingung mesti diisi ruang apa lagi ya biar tidak kosong. Tetapi kalau rumah kecil malah kebalikannya, ruang gerak desainnya sudah terbatas, sementara kebutuhan ruang mesti tetap ada. 

Kebutuhan ruang primer seperti kamar tidur utama, ruang tidur anak, dapur, ruang keluarga dan kamar mandi mesti ada. Ruang-ruang yang baru disebutkan adalah ruang-ruang yang mesti ada di setiap rumah, baik rumah besar maupun rumah kecil. Yang membedakan adalah besaran ruang itu sendiri. 

Sebagai contoh, di dalam kamar tidur mesti ada tempat tidur, lemari pakaian atau meja kecil sebagai opsional. Sekecil-kecilnya ruang, tetapi element kamar tidur tersebut mesti ada di kamar itu. Itu sudah tidak bisa ditawar lagi. Belum termasuk manuver atau ruang gerak di dalam kamar itu sendiri. 

Di dalam kamar khan kita mesti bergerak sana sini. Saking mepetnya furniture yang ada, sehingga kita susah untuk bergerak juga tidak disarankan, ruangan akan terasa sempit dan sesak.Ujung-ujungnya ruangan menjadi tidak nyaman. 

Yang selama ini bagi saya pribadi adalah mendesain rumah tipe kecil adalah bagaimana menciptakan cross ventilation. Cross ventilation dapat diartikan bahwa ada udara luar yang masuk ke dalam ruangan dan kemudian keluar lagi.

Dengan adanya udara yang masuk serta keluar maka terjadilah sirkulasi udara. Kalau ada udara segar dari luar yang masuk ke dalam ruangan, tetapi tidak ada bukaan untuk bisa keluar lagi, maka tidak akan terjadi proses sirkulasi udara atau perputaran udara yang baik. Udara yang tidak bisa keluar tersebut akan terkurung di dalam ruangan tersebut. Nah, udara inilah yang menyebabkan ruangan menjadi pengap. 

Setiap ruangan mesti ada minimal satu jendela yang menghadap keluar. Jendela ini dapat berfungsi untuk mendapatkan cahaya matahari sekaligus udara segar dari luar. Tetapi dengan hanya satu bukaan ini saja, ternyata untuk menciptakan cross ventilation tidaklah cukup. 

Apakah anda pernah merasakan ruangan yang ada jendelanya tetapi ketika kita di dalamnya, rasanya gerah ?. Ini karena tidak ada perputaran udara di dalamnya, memang ada udara yang masuk tetapi udara itu tidak bisa keluar, sehingga udara di dalam ruangan menjadi panas. 

Maka dari itu penting bagi kita untuk memahami konsep mengenai cross ventilation. Konsep cross ventilation sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan membuat dua bukakan yang letaknya saling berseberangan, sehingga udara yang masuk bisa dialirkan keluar lagi.

Kalau rumah besar untuk menciptakan cross ventilation mungkin tidak terlalu menjadi masalah, tetapi kalau rumah kecil? Untuk ruangan-ruangan di sisi bagian depan rumah dan yang menghadap langsung keluar mungkin tidak terlalu masalah, tetapi bagaimana dengan ruangan-ruangan di sisi bagian dalam atau belakang?

Kalau ada taman belakang, sisi bagian belakang bisa dibuatkan jendela yang menghadap ke taman tersebut. Tetapi sisi bagian dalam? Ini menjadi PR banget.

Biasanya saya mensiasati dengan membuat courtyard di bagian tengah, supaya ada udara dan cahaya yang masuk ke dalam ruang-ruang yang ada di sekeliling courtyard tersebut. 

Tetapi itu hanya bisa dilakukan kalau kavlingnya cukup panjang. Kalau kavlingnya pendek sehingga tidak dimungkinkan dibuatkan courtyard ? Hmmm, saya belum bisa menjawabnya saat ini, mesti mempelajari dulu kasusnya.

Cara sederhana yang bisa dilakukan untuk menciptakan cross ventilation di rumah tipe kecil adalah dengan meletakkan jendela dan pintu saling berseberangan. 

Jadi udara yang masuk melalui jendela luar bisa dialirkan keluar melalui pintu yang memang sering kali dalam keadaan terbuka. Bagaimana dengan keadaan pintu tertutup?

Kalau salah satu bukaan tersebut ditutup tentu saja tidak akan terjadi cross ventilation walaupun jendela depan dibuka lebar-lebar. 

Udara yang berputar hanya udara yang berdekatan dengan jendela itu saja. Besaran jendela memang berpengaruh seberapa banyak udara yang bisa masuk ke dalam ruangan, tetapi sirkulasi udara di dalam ruangan tersebut jauh lebih penting. 

Untuk rumah yang hanya satu lantai dan tidak bisa dibuat courtyard di tengah-tengahnya, biasanya kita membuat bukaan atau celah yang udaranya dibuang ke atas atau di area plafon, tetapi dengan catatan, di area plafon sendiri sirkulasi udara sudah harus bagus juga ya. 

Kalau sirkulasi udara di plafon tidak bagus, maka udara yang seharusnya keluar akan berbalik arah, masuk kembali ke dalam ruangan. Udara di area plafon cukup panas karena terpapar sinar matahari sepanjang hari. 

Idealnya adalah udara tetap bisa mengalir walaupun bukaan seperti jendela atau pintu ditutup. Kalau kita perhatikan di rumah-rumah zaman dulu sering terlihat di atas jendela dan pintu selalu diberi kisi-kisi.

Kisi-kisi inilah yang berfungsi mengalirkan udara. Walaupun pintu dan jendela sudah ditutup khususnya di malam hari sirkulasi udara di dalam ruangan masih tetap nyaman. 

Seperti yang disinggung di atas, kalau posisi cross ventilation yang paling bagus adalah saling berseberangan. Kalau posisi jendela dan pintu berdampingan dan kedua bukaan tersebut ada kisi-kisi di atasnya, tetap saja cross ventilation tidak akan maksimal. 

Kalau ruangan sudah terasa pengap biasanya yang sering kita lakukan adalah menempatkan kipas angin di dalam ruangan tersebut dengan tujuan agar tidak pengap.

Tetapi kipas angin tersebut hanya berfungsi untuk memutar-mutar udara di dalam ruangan. Kalau udaranya panas, maka udara panas itulah yang akan diputar terus di dalam ruangan. 

Kalau memang ingin menggunakan kipas, saya pribadi lebih memilih ceiling fan, kipas angin yang diletakkan di plafon. Kalau kita menggunakan kipas angin yang berdiri, udara yang diputar hanya udara yang dekat atau setinggi kipas tersebut. 

Udara di bagian atas, tidak begitu tersentuh. Beda dengan kipas angin yang diletakkan di plafon. Udara di sisi bagian atas ikut berputar sehingga perputaran udara lebih merata. 

Tetapi kalau mau lebih baik bisa memakai exhaust fan. Exhaust fan ini berfungsi mengeluarkan udara di dalam ruangan ke luar. Ini cukup efektif. Posisinya bisa di dinding bagian luar atau di atas plafon. 

Bagaimana dengan AC?

Penggunaan AC adalah solusi terakhir kalau kita tidak bisa menciptakan cross ventilation. Ruangan dengan AC memang menjadikan ruangan tersebut lebih sejuk dan nyaman. 

Tetapi biar bagaimanapun juga kita memang memerlukan udara segar dari luar dan AC bukan solusi untuk mendapatkan udara segar secara natural.

Kalau saya pribadi, penggunaan AC dibutuhkan di kala udara luar memang panas dan kita ingin beraktivitas di dalam ruangan tersebut. Biar supaya tidak gerah, maka kita bisa menyalakan AC.

Tetapi kalau ruangan tersebut tidak ada kegiatan, sebaiknya sirkulasi alami lebih disarankan. Sirkulasi alami dapat tercipta kalau cross ventilation memang sudah direncanakan dari awal. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun