Kebahagiaan selalu menjadi salah satu tujuan hidup manusia yang paling diidamkan. Dari zaman kuno hingga era modern, manusia terus-menerus mencari arti kebahagiaan dan cara mencapainya.Â
Banyak yang mengaitkan kebahagiaan dengan kesuksesan materi, hubungan yang luas, atau pencapaian pribadi. Namun, apakah hanya hal-hal tersebut yang benar-benar memberikan kebahagiaan?
Dalam filsafat, terutama Stoikisme, kebahagiaan memiliki makna yang jauh lebih mendalam. Menurut filsafat Stoik, kebahagiaan sejati berasal dari kondisi batin yang tenang dan seimbang, bukan dari pencapaian luar. Seneca, salah satu tokoh utama Stoikisme, membahas konsep ini secara mendalam dalam karyanya, De Vita Beata (On the Happy Life). Buku ini memberikan pandangan penting tentang cara mencapai kebahagiaan yang nyata dan abadi.
Pengertian Stoikisme
Stoikisme, sebuah aliran filsafat yang dipelopori oleh Zeno dari Citium, muncul di Yunani pada awal abad ketiga SM dan berkembang pesat di Romawi. Ajaran ini menjadi salah satu filosofi paling berpengaruh pada masanya. Tokoh-tokoh Stoik terkenal selain Zeno adalah Epictetus, Marcus Aurelius, dan tentu saja, Seneca.
Bagi kaum Stoik, kebajikan (virtue) adalah satu-satunya sumber kebahagiaan sejati. Mereka percaya bahwa kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui kehidupan yang sejalan dengan kebajikan---yakni kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri.
Salah satu konsep utama dalam Stoikisme adalah membedakan antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan hal-hal yang tidak. Stoikisme mengajarkan bahwa pikiran, sikap, dan reaksi kita terhadap dunia adalah hal-hal yang bisa kita kendalikan, sedangkan hal-hal seperti pendapat orang lain, peristiwa eksternal, dan hasil usaha kita sering kali berada di luar kendali kita.Â
Dengan fokus pada apa yang bisa kita kendalikan dan menerima dengan tenang apa yang tidak bisa kita kendalikan, Stoikisme menawarkan cara untuk mencapai ketenangan batin.
Kebahagiaan Menurut Stoikisme
Menurut Stoikisme, eudaimonia, atau kesejahteraan batin yang berasal dari hidup sesuai dengan kebajikan, adalah definisi kebahagiaan. Ini berbeda dari pemahaman modern tentang kebahagiaan yang sering dikaitkan dengan kesenangan instan atau pencapaian materi.Â
Dalam pandangan Stoik, kebahagiaan sejati tercapai ketika seseorang hidup selaras dengan alam semesta dan menjalani kehidupan berbudi luhur.
Bagi Stoik, kebahagiaan tidak bergantung pada faktor eksternal, melainkan pada cara kita menghadapi situasi. Prinsip penting dalam ajaran ini adalah bahwa meskipun kita tidak dapat mengendalikan apa yang terjadi pada kita, kita dapat mengendalikan bagaimana kita bereaksi terhadapnya.Â
Oleh karena itu, Stoikisme mendorong kita untuk berfokus pada sikap mental dan reaksi kita sendiri, bukan pada keadaan luar.
Stoikisme juga membahas peran emosi dalam mencapai kebahagiaan. Kaum Stoik percaya bahwa emosi yang berlebihan---seperti kemarahan, ketakutan, atau kesedihan---harus dihindari karena dapat mengganggu ketenangan batin. Sebaliknya, mereka menganjurkan ataraxia, yaitu ketenangan pikiran yang diperoleh dari menerima dunia sebagaimana adanya. Ini bukan berarti Stoik tidak merasakan emosi, mereka tetap merasakan emosi, namun berusaha menghindari pengaruh negatif yang berlebihan dari emosi tersebut.
Ajaran Stoik dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari melalui latihan pengendalian diri, kesederhanaan, dan kesadaran penuh---atau mindfulness. Misalnya, Stoikisme mengajarkan kita untuk berhenti sejenak, merenung, dan memilih tindakan yang paling bijaksana daripada bereaksi secara impulsif dalam situasi yang menegangkan.
Seneca dan De Vita Beata (On the Happy Life)
Salah satu tokoh Stoik terbesar dalam sejarah Romawi adalah Lucius Annaeus Seneca, yang dikenal sebagai Seneca Muda. Ia bukan hanya seorang filsuf, tetapi juga seorang negarawan dan penulis yang produktif.Â
Dalam salah satu karya terbesarnya, De Vita Beata (Tentang Kehidupan yang Bahagia), Seneca membahas konsep kebahagiaan dari sudut pandang Stoik.
Seneca berpendapat bahwa hidup yang bahagia tidak identik dengan kehidupan yang dipenuhi kemewahan dan kesenangan. Dalam De Vita Beata, ia menegaskan bahwa kebajikan adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan sejati. Menurutnya, kebahagiaan yang hakiki didasarkan pada kebijaksanaan dan kemampuan untuk mengendalikan diri.
Seneca mengemukakan bahwa kebahagiaan sejati diperoleh dari dalam diri kita melalui penerimaan dan kebijaksanaan, bukan dari faktor eksternal. Salah satu kutipan penting dari De Vita Beata menyatakan, "Orang yang hidup selaras dengan kebajikan tidak membutuhkan apapun dari luar dirinya untuk merasa puas."
Selain itu, buku ini tetap relevan dalam kehidupan modern, di mana banyak orang terus-menerus mengejar kebahagiaan melalui hal-hal yang bersifat eksternal, seperti hiburan, status sosial, dan kesuksesan finansial. Seneca mengingatkan kita bahwa semua hal tersebut tidak dapat memberikan kebahagiaan sejati, karena sifatnya yang sementara.Â
Yang lebih penting adalah kesederhanaan dan integritas dalam diri kita.
Perbandingan antara Stoikisme dan Konsep Kebahagiaan Modern
Dalam kehidupan modern, kebahagiaan sering kali diasosiasikan dengan pencapaian materi, popularitas, dan kesuksesan duniawi. Banyak orang percaya bahwa kebahagiaan sejati dapat dicapai dengan memiliki lebih banyak uang, rumah yang lebih besar, atau status sosial yang lebih tinggi.Â
Namun, Stoikisme, sebagaimana disampaikan dalam De Vita Beata, menawarkan perspektif yang sangat berbeda.
Salah satu gagasan utama yang disampaikan Seneca adalah bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada keadaan eksternal atau kepemilikan materi. Ia menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat ditemukan melalui penumpukan kekayaan atau pengejaran kenikmatan.Â
Sebaliknya, ia berargumen bahwa kepuasan batin dan kehidupan yang berbudi luhur adalah elemen terpenting dalam mencapai kebahagiaan yang abadi.
Menurut Stoikisme, kebahagiaan lebih berkaitan dengan cara kita menanggapi kehidupan, bukan dengan apa yang kita miliki. Namun, di era modern, kita sering tergoda untuk mengukur kebahagiaan berdasarkan materi atau seberapa sukses kita dalam hubungan sosial dan pekerjaan. Seperti yang ditekankan Seneca dalam De Vita Beata, kekayaan materi tidak menjamin kebahagiaan.Â
Terlalu terikat pada barang-barang material justru dapat menyebabkan keserakahan, iri hati, dan ketidakpuasan yang mendalam.
Untuk memperkuat pendapatnya, Seneca juga merujuk pada karya filsuf Yunani, seperti Epicurus dan Socrates. Mereka percaya bahwa kebahagiaan ditemukan dalam kehidupan yang sederhana dan berbudi luhur, bukan dalam kehidupan yang dipenuhi kemewahan dan ambisi.Â
Dalam De Vita Beata, Seneca menegaskan bahwa kebajikan, seperti kebijaksanaan, keberanian, pengendalian diri, dan keadilan, adalah komponen penting dalam mencapai kebahagiaan sejati.
Pelajaran dari De Vita Beata dan Stoikisme untuk Kehidupan Sehari-hari
Ajaran Stoikisme yang disampaikan Seneca dalam De Vita Beata memberikan pelajaran hidup yang berguna dan tetap relevan hingga hari ini. Dalam bukunya, Seneca menawarkan panduan praktis untuk menjalani hidup yang memuaskan dan berbudi luhur, serta mengajak kita untuk merenungkan apa arti kebahagiaan.Â
Ia menekankan bahwa kebahagiaan tidak terkait dengan kepemilikan harta benda atau situasi eksternal. Sebaliknya, menurut Seneca, kita harus fokus pada peningkatan kebajikan dan karakter moral kita.
Menjalani kehidupan yang berbudi luhur menjadi kunci utama untuk mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya. Dalam konteks ini, kebajikan seperti kebijaksanaan, keberanian, pengendalian diri, dan keadilan memungkinkan kita hidup dalam harmoni dengan orang lain serta dengan diri kita sendiri. Hasilnya, kita akan merasakan kepuasan dan ketenangan batin.Â
Seneca juga menekankan pentingnya hidup selaras dengan alam, yang berarti menerima tantangan dan kesulitan dengan tenang serta mengakui bahwa penderitaan adalah bagian dari pengalaman manusia.
Selain itu, pentingnya introspeksi dan kesadaran diri juga diajarkan dalam De Vita Beata. Seneca mengajak pembaca untuk merenungkan tindakan dan prinsip-prinsip mereka, serta terus berusaha untuk memperbaiki diri.Â
Dengan melakukan refleksi secara teratur, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang diri kita sendiri dan menjalani kehidupan yang lebih sesuai dengan kebajikan dan akal sehat.
Akhir Kata
De Vita Beata karya Seneca mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri kita melalui kebajikan dan pengendalian diri, bukan dari faktor eksternal. Kebahagiaan sejati tidak bergantung pada kekayaan, kekuasaan, atau status sosial melainkan, itu berkaitan dengan menjalani kehidupan yang berbudi luhur dan selaras dengan alam.Â
Oleh karena itu, kita seharusnya fokus pada apa yang bisa kita kendalikan, yaitu pikiran, sikap, dan tindakan kita, serta dengan tenang menerima hal-hal yang berada di luar kendali kita.
Buku ini terus memiliki relevansi yang mendalam bagi pembaca modern. Ajaran Stoik yang diungkapkan oleh Seneca masih menjadi panduan berharga untuk mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan bahagia, terutama di dunia yang semakin materialistis.Â
Dengan merenungkan ajaran Seneca, kita dapat memahami bahwa kebahagiaan sejati adalah tentang siapa kita dan bagaimana kita menjalani hidup kita, bukan sekadar tentang apa yang kita miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H