Oleh : Frando NainggolanÂ
Dalam kehidupan sehari-hari tentu, kita memiliki seseorang pemimpin yang memberikan suatu tuntunan atau ajakan untuk hidup lebih baik. Baik itu pemimpin dalam Pemerintah, Gereja, Masyarakat, organisasi, bahkan pemimpina dalam rumah tangga. Tetapi yang hendak dibahas dalam tulisan ini adalah, bagimana seseorang pemimpin yang diharapkan oleh gereja dan masyarakat secara krusial.
Menurut KBBI Krusial berarti penting atau esensial untuk memecahkan suatu masalah. Persoalan didalam gereja dan masyarakat bukan hanya mengharapkan seorang pemimpin yang otonom, tetapi gereja dan masyarakat juga sangat menginventarisir perseoalan-persoalan yang terjadi di luar kepemimpinan, baik itu secara Transparansi dan krisis teologi. Untuk itulah tulisan ini hendak memberikan suatu pandangan kepada kita, bagaimana menjawab persoalan-persoalan yang krusia tersebut. Tetapi tulisan ini lebih menonjol kepada kepemimpinan. Sebab adanya persoalan transparansi dan krisis teolgi, itu melekat pada diri seorang pemimpin, baik itu pemimpinan gereja atau pemimpin masyarakat.Â
Seorang pemimpin itu harus memiliki ketaatan dalam melayani, karena salah satu tujuan pemimpin itu adalah untuk melayani. Karena dalam system kepemimpinan yang melayani seluruh pelaksanaan tugas merupakan bagian dari pelayanan. Pelayanan dilakukan dengan penuh sukacita dan gembira, tidak bersungut-sungut apalagi berbantah-bantahan. Dalam model ini, dorongan untuk melayani dengan baik dan memberikan hasil yang terbaik adalah  motivasi dasar dan terutama.
Dalam hal ini kemampuan menghargai dan menghormati setiap pribadi dalam pelayanan masyarakat dan  gereja masyratkan setiap pelayan untuk memosisikan diri dan jemaat sebagai setara di hadapan Tuhan, yakni sebagai orang-orang berdosa dan telah ditebus dengan darah dan pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib. Orang-orang itu perlu dilayani dengan baik karena mereka adalah milik Kristus yang telah memerintahkan para pelayan untuk berkerja sebagai sebagai pelayan penggembalaan (Siagian : 2019, 61).
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik dan khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin. Padahal semestinya pemimpin merupakan sosok yang menjadi teladan panutan bagi yang dipimpinnya. Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok.
Kepemimpinan berarti melibatkan orang lain, yaitu bawahan yang dipimpin. Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Sehingga dapat memunculkan beberapa tipe kepemimpinan. Misalnya tipe-tipe kharismatik, paternalistik, militeristik, otokratis, populis, administratif dan demokratis (Thoha, M : 2010, 291-292).Â
Dalam kenyataannya yang dihadapi dan permasalahan dari beberapa tipe kepemimpinan ini memiliki kelemahan di dalam menjalankannya. Â Sebagaimana diketahui bahwa Pemimpin harus selalu dapat memotivasi anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik, maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan.
Pemimpin harus terus memberikan suatu motivasi kepada pengikutnya, supaya pengikutnya termotivasi dan akan berusaha mencapai tujuan secara sukarela dan selanjutnya menghasilkan kepuasan. Kepuasan mengakibatkan kepada perilaku pencapaian tujuan yang diulang kembali untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang. Gaya kepemimpinan yang kurang pas atau kurang cocok dilaksanakan pemimpin kepada masyarakat atau yang dipimpinnya dapat menurunkan motivasi, serta kurangnya ketertarikan masyarakat kepada pemimpin tersebut (Krause, D. G : 2000).Â
Oleh karena itu, pemimpin itu adalah seseorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya, tanpa adanya pengangkatan paksaan, dari kecakapan-kecakapan itulah akan dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk menggerakkan masyarakat untuk mencapai tujuan keberhasilan yang sama, serta untuk menuju pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus mampu menciptakan suatu kesempatan untuk membina suatu hubungan, hal itu akan menolong anggota-anggota atau masyarakat dan gereja mengembangkan persahabatan dalam gereja.
Karena hubungan itu merupakan perekat yang menjaga kesatuan gereja, persahaatan itu adalah kunci untuk menahan anggota-anggota. Berpikirlah mengenai membina hubungan dan ciptakan kesempatan sebanyak mungkin bagi orang-orang untuk bertemu dan berkenala (Warren : 2016, 332-333). Dalam kepemimpinan itu sangat dibutuhkan suatu transparansi. Karena Transparansi sendiri memiliki arti keterbukaan dalam proses perencanaan, penyususnan, pelaksanaan suatu anggaran. Transparansi itu bisa juga diartikan sebagai keterbukaan dan kejujuran kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemimpin dalam sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa transparansi adalah prinsip yang menjamin hak masyarakat untuk memperoleh akses informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan sebuah organisasi. Setelah itu hasil yang dicapai oleh organisasi dengan memperhatikan perlindungan hak atas pribadi, golongan dan rahasia Negara (dikutip dari: https://www.jojonomic.com/blog/transparansi/ )
Oleh karenanya, kepemimpinan itu selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran setiap orang. Gaya kepemimpinan (leadership) memang menjadi salah satu faktor penting yang merupakan penentu.
Kesuksesan organisasi dari gaya kepemimpinan berarti sikap dan pendekatan pemimpin dalam memberikan arahan, menerapkan rencana dan strategi dan memotivasi pengikutnya, situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Seorang pemimpin memotivasi pengikut melalui gaya kepemimpinan yang berbasis kearifan lokal Indonesia yaitu gaya kepemimpinan berbasis karakter. Dalam mewujudkan ini diperlukan saat ini gaya manajemen kepemimpinan yang mengintegrasikan nilai-nilai character building.
Dari berbagai penjelasan diatas dapat dipahami bahwa Tuhan merupakan pemilik Otoritas dari kepemimpinan itu sendiri. Ketika kita memberi otoritas kepada seseorang, maka orang itu juga dimampukan untuk menerima otoritas itu. Penerimaan otoritas dalam hal ini bersifat aktif, bukan pasif. Dan seseorang yang sudah memiliki otoritas kemimpinan itu harus memiliki spritualitas yang hidup.
Spritualitas yang hidup itulah yang terus mendapat runag untuk diasah dan dikembangkan. Peningkatan pengatahuan yang lebih uas, berguna untuk menghadapi berbagai tentangan global, baik itu persoalan tentang kepemimpinan, Transparansi dan Krisis Teologi, itulah yang akan membentuk karakter masing-masing pemimpin untuk tampil menjadi seorang yang penuh sahala, tidak terkecuali kaum awam sekalipun (Siagian : 2019, 2002,205). Hal ini kemudian akan melahirkan suatu teologi yang bertumbuh, sehingga krisis teologi tidak akan terjadi lagi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H