Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa transparansi adalah prinsip yang menjamin hak masyarakat untuk memperoleh akses informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan sebuah organisasi. Setelah itu hasil yang dicapai oleh organisasi dengan memperhatikan perlindungan hak atas pribadi, golongan dan rahasia Negara (dikutip dari: https://www.jojonomic.com/blog/transparansi/ )
Oleh karenanya, kepemimpinan itu selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran setiap orang. Gaya kepemimpinan (leadership) memang menjadi salah satu faktor penting yang merupakan penentu.
Kesuksesan organisasi dari gaya kepemimpinan berarti sikap dan pendekatan pemimpin dalam memberikan arahan, menerapkan rencana dan strategi dan memotivasi pengikutnya, situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Seorang pemimpin memotivasi pengikut melalui gaya kepemimpinan yang berbasis kearifan lokal Indonesia yaitu gaya kepemimpinan berbasis karakter. Dalam mewujudkan ini diperlukan saat ini gaya manajemen kepemimpinan yang mengintegrasikan nilai-nilai character building.
Dari berbagai penjelasan diatas dapat dipahami bahwa Tuhan merupakan pemilik Otoritas dari kepemimpinan itu sendiri. Ketika kita memberi otoritas kepada seseorang, maka orang itu juga dimampukan untuk menerima otoritas itu. Penerimaan otoritas dalam hal ini bersifat aktif, bukan pasif. Dan seseorang yang sudah memiliki otoritas kemimpinan itu harus memiliki spritualitas yang hidup.
Spritualitas yang hidup itulah yang terus mendapat runag untuk diasah dan dikembangkan. Peningkatan pengatahuan yang lebih uas, berguna untuk menghadapi berbagai tentangan global, baik itu persoalan tentang kepemimpinan, Transparansi dan Krisis Teologi, itulah yang akan membentuk karakter masing-masing pemimpin untuk tampil menjadi seorang yang penuh sahala, tidak terkecuali kaum awam sekalipun (Siagian : 2019, 2002,205). Hal ini kemudian akan melahirkan suatu teologi yang bertumbuh, sehingga krisis teologi tidak akan terjadi lagi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H