Pesta syukur ini bukan hanya diperuntukan bagi warga kampung. Dia terbuka bagi sanak keluarga, kerabat kenalan dan siapa saja yang sempat hadir. Semakin banyak tamu yang datang, semakin besar pula suka cita dalam diri warga kampung yang empunya pesta.
Sebagai tuan pesta, setiap keluarga akan menyambut dengan senang hati setiap tamu yang datang bertandang. Siapa pun tamu yang datang wajib hukumnya dipersilakan menikmati makanan yang sudah terhidang.
Para tamu juga tidak boleh menolak tawaran dari tuan rumah. Sekali pun mereka merasa sudah kenyang, mereka harus tetap beranjak menuju dapur meskipun hanya untuk palit.
Tawaran yang diberikan oleh tuan rumah itu bukanlah sekadar untuk basa-basi. Bagi masyarakat Dayak Desa, hasil bumi yang mereka peroleh tidak pernah boleh hanya dinikmati seorang diri. Undangan untuk menyantap hidangan yang telah tersedia merupakan ungkapan syukur atas berkat yang sudah diterima. Sekaligus sebagai wujud doa bersama agar Petara Yang Agung senantiasa memberkati mereka dengan hasil ladang yang berlimpah.
Wasana kata. Nasi merupakan berkat dari Sang Pemberi Kehidupan. Ia merupakan sumber kehidupan bagi manusia sendiri. Diperlukan kerja keras untuk bisa mendapatkannya.Â
Terlepas dari kelemahan manusiawi, lupa membawa bekal dapat dilihat sebagai sebuah sikap penolakan atas berkat dari Tuhan. Dan karena nasi merupakan sumber kehidupan, maka dengan tidak membawanya saat pergi bekerja, orang seakan-akan tidak lagi menyayangi hidupnya sendiri.
Demikian juga bila seseorang menolak untuk sekadar mencicipi makanan/minuman yang ditawarkan orang lain kepadanya. Jika berkat dan sumber kehidupan tersebut ditolak, secara tidak langsung, merupakan penyangkalan terhadap kehidupan itu sendiri.
Salam Anak Peladang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H