Mereka patut bergembira karena kembali bisa meneruskan kearifan lokal yang merupakan warisan dari para leluhur. "Kembali ke ladang", dengan demikian, menjadi sebuah panggilan luhur dan mulia bagi para peladang untuk menjaga keharmonisan dengan Sang Pencipta, dengan sesama manusia dan dengan alam. Inilah panggilan dan jati diri mereka sebagai peladang.
Ladang tak pernah dilihat hanya sebagai sebuah tempat untuk menanam padi beserta tanaman-tanaman lainnya. Namun, ladang menjadi semacam arena di mana manusia menghayati hidupnya sebagai makhluk yang tak hanya berdimensi horizontal, tapi juga vertikal.
Dengan kata lain, ladang menjadi panggung bagi manusia, dalam hal ini para peladang, membangun dan menjaga keharmonisan dengan Sang Pencipta (dimensi vertikal), dan pada saat yang sama dengan sesamanya dan alam (dimensi horizontal). Kedua dimensi ini akan selalu dijumpai, berjalan beriringan dan saling mengisi dalam seluruh aktivitas berladang.
Begitulah kira-kira inti dari artikel opini yang saya tulis, yang dimuat di Pontianak Post pada 17 Maret 2020.
Dari Tesis menjadi Sebuah BukuÂ
 Proses pembukuan ini bermula dari komentar salah seorang sahabat terhadap status di Facebook yang saya tulis berkaitan dengan penangkapan keenam ladang itu.
Sahabat saya tersebut kebetulan pimpinan dari sebuah penerbit yang sudah ber-ISBN tentunya, yang berfokus pada tradisi, budaya dan adat-istiadat Rumpun Suku Dayak Iban. Mengetahui bahwa status yang saya tulis merupakan beberapa pokok pemikiran yang tertuang dalam tesis, Â dia pun menawarkan supaya tesis saya itu dibukukan.
Tentu saja saya menyambut tawarannya dengan gembira hati. Segera saya buka kembali file tesis tersebut. Setelah selesai mengurangi  beberapa hal yang saya pandang tidak perlu dan menambah beberapa pemikiran dari aneka literatur, akhirnya saya memutuskan memberi judul untuk buku saya: TRADISI BEDURUK SUKU DAYAK DESA. Harmoni antara Tuhan, Manusia, dan Alam.
Sebuah judul yang saya olah kembali dari judul tesis saya: GAMBARAN GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN DALAM TRADISI BEDURUK DI DUSUN MEDANG (Telaah Teologis -- Pastoral).
Saya menyadari buku ini masih jauh dari sempurna. Masih ada beberapa bagian yang dalam hemat saya perlu untuk dikembangkan lebih lanjut. Namun bagaimana pun juga, saya  cukup merasa senang karena sudah bisa menulis sebuah buku.