~~~***~~~
Begitulah pengalaman saya hidup, bergerak dan ada di tengah-tengah masyarakat yang masih menjadikan tuak sebagai ungkapan iman dan budaya.
Semoga pengalaman saya ini, dan juga pengalaman-pengalaman saudara-saudari dari daerah lain yang juga menjunjung tinggi keberadaan tuak, bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para wakil rakyat yang terhormat dalam mengesahkan RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana komunitas lokal menghormati Tuhan dan para leluhur apabila minuman beralkohol tradisional (tuak, sopi, moke, dll) tidak boleh lagi diproduksi.
Tuak menjadi salah satu sarana bagi kami menjalin relasi dan komunikasi yang baik dengan para leluhur. Hal tersebut harus kami lakukan, karena peran serta para leluhur sangat penting agar kami tidak salah dalam melangkah.
Salam Budaya. Salam Lestari.
GN, 17 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H