Pangeran Li bukanlah sosok yang kekurangan kasih sayang. Sebagai seorang pangeran, dia sungguh mengalami kasih sayang yang sungguh besar dari ayahnya. Dia bertumbuh dan berkembang dalam cinta.Â
Pergumulannya dalam memaknai realitas hidup yang ia hadapi tentulah membuat Pangeran Li makin memahami dirinya. Dia paham apa itu cinta. Namun, setelah mengorbankan cinta sejatinya dia semakin memahami bahwa aktivitas cinta itu tidak hanya personal, tapi juga transendental.
Bahwa cinta itu transendental memaksudkan bahwa cinta itu mengatasi rupa-rupa perasaan enak atau kurang enak, menyenangkan atau tak menyenangkan. Hal ini hendak menegaskan bahwa aktivitas cinta kerap bertentangan dengan rasa enak yang kita rindukan.
Semoga hadirnya rasa tidak enak itu tidak menyurutkan semangat kita dalam mencintai dan berkorban untuk orang-orang yang kita sayangi dan layani. Sebuah ungkapan berbunyi: "Berkorban itu memang pahit bila ditanya 'mengapa'?, namun membahagiakan bila dilakukan dengan tulus".