Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumah Betang (Panjang) Suku Dayak: Indahnya Hidup dalam Kebersamaan

15 Juli 2020   17:43 Diperbarui: 15 Juli 2020   17:48 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa warga sedang menenun di Rumah Panjang. Sumber: traveltodayindonesia.com

Keanekaragaman bentuk Rumah Adat merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Bentuk Rumah Adat yang beragam tersebut tentu saja dibangun berlandaskan pada kulturalitas-religiusitas masyarakat setempat.

Dalam suku Dayak juga terdapat sebuah rumah adat, yakni Rumah Betang atau Rumah Panjang. Di beberapa suku mereka menyebutnya dengan Rumah Radakng. Dinamakan sebagai Rumah Panjang karena bentuknya yang memanjang. Dalam satu Rumah Panjang biasa dihuni oleh 5-30 kepala keluarga.  

Sama seperti rumah-rumah adat di daerah lain, Rumah Panjang bagi suku Dayak tentulah bukan sebagai tempat tinggal semata. Tata letaknya -- sebagaimana dilansir dari getBORNEO.com - yang secara umum hulunya menghadap timur dan hilirnya menghadap barat merupakan sebuah symbol bagi masyarakat Dayak. Hulu yang menghadap timur atau matahari terbit memiliki filosofi kerja keras yaitu bekerja sedini mungkin. Sedangkan hilir yang menghadap barat atau matahari terbenam memiliki filosofi, tidak akan pulang atau berhenti bekerja sebelum matahari terbenam.

Mengapa dibangun berbentuk panggung, masih dilansir dari getBORNEO.com, didasarkan atas beberapa alasan esensial:

1. Menghindari rumah dari banjir, karena banyak Rumah Betang Suku Dayak yang di bangun di pinggir sungai.

2. Untuk melindungi penghuninya dari binatang buas.

3. Untuk melindungi penghuninya dari musuh.

Sekilas berkaitan dengan alasan yang ketiga. Pada zaman dahulu masih sering terjadi perang antarsuku dan antardesa. Atau yang lebih dikenal dengan Ngayau. Dengan tinggal di bawah satu atap seperti ini, maka mereka bisa dengan mudah untuk saling menjaga dan melindungi satu sama lain.

Sebuah pertemuan, yang dikenal dengan Pertemuan Tumbang Anoi 1894, menjadi fajar baru bagi peradaban suku Dayak. Pertemuan yang dihadiri oleh pemuka adat dan masyarakat Dayak seluruh Pulau Borneo telah berhasil menghentikan kebiasaan adat mengayau. Dinamakan Pertemuan Tumbang Anoi, karena dilaksanakan di Desa Tumbang Anoi, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Kembali ke topik utama. Rumah Betang atau Rumah Panjang memiliki fungsi yang sangat penting dalam merawat nilai-nilai adat dan budaya. Perlu dipahami bahwa ada tiga harmoni yang selalu mendapat perhatian dan selalu diupayakan eksistensinya oleh masyarakat adat Dayak, hampir di setiap sub suku, yakni harmoni dengan Yang Ilahi, harmoni dengan sesama dan harmoni dengan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun