Belajar atau membaca buku-buku filsafat itu kadang memusingkan, namun juga mengasyikkan. Bahkan saat pertama kali mendengar kata filsafat saya sempat memosisikan diri pada golongan yang meyakini bahwa filsafat tiu tidak akan banyak berfaedah untuk memahami dan memaknai kehidupan.
Filsuf Sokrates, dalam hal ini, telah menyadarkan saya dengan perkataannya yang terkenal itu, bahwa, "Hidup yang tak direfleksikan, adalah hidup yang tak layak untuk dijalani". Â
Dengan berkata demikian sang filsuf mengingatkan saya untuk tidak mengabaikan setiap pengalaman yang saya alami dalam hidup. Setiap pengalaman, bahkan yang nampak begitu kecil dan sederhana sekalipun, pastilah memiliki maknanya masing-masing.
Dari pengalaman yang sederhana itu-lah refleksi filosofis ini lahir. Pengalaman ini terjadi di awal-awal saya menginjakkan kaki di tanah Eropa dalam rangka menuntut ilmu.Â
Baca juga : Menjadi Manusia Tangguh dengan Filsafat Teras
Saya tinggal di sebuah asrama di mana pimpinan asrama dan para penghuni lainnya sangat baik dan ramah. Sebagai orang asing tentu saya selalu memegang prinsip: Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Atau seperti pepatah yang serupa "When in Rome, do as the Romans do".
Namun, pada suatu hari Minggu ada sebuah pengalaman yang cukup menyentakkan saya. Setelah hari-hari biasa sibuk dengan tugas-tugas, saya berpikir bahwa hari Minggu adalah hari yang tepat untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Salah satunya ialah mencuci pakaian. Maka pergilah saya ke ruang cuci.Â
Dalam perjalanan kembali ke kamar saya berpas-pasan dengan pimpinan asrama. Dengan raut wajah sedikit keheranan beliau bertanya, "Kamu mencuci pakaian hari ini?" Melihat saya mengiyakan, beliau melanjutkan, "Hal ini tidak biasa bagi kami".Â
Saya pun pergi dengan perasaan tidak nyaman karena sadar sudah tidak menghargai hari Minggu, yang bagi mereka adalah hari untuk beristirahat.
Ketika sampai di kamar saya duduk terdiam merenungkan pengalaman tersebut. Permenungan saya sampai pada predikat yang sering disematkan pada manusia sebagai "makhluk yang tak pernah puas".Â
Baca juga : Opini terhadap Pendapat Dihapusnya Pemilu Kepala Desa Secara Filsafat