Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi gereja Katolik sedunia baru saja melakukan kunjungan apostoliknya di Indonesia. Kunjungan yang berlangsung dari tanggal 3-6 September 2024 yang lalu tersebut telah memberikan atmosfer keriaan tersendiri yang begitu besar bagi banyak masyarakat Indonesia, khususnya umat Katolik Indonesia yang berada di Jakarta karena seluruh kegiatan Paus Fransiskus dalam kunjungannya kali ini hanya dilaksanakan di Jakarta. Masyarakat terlihat sangat antusias dan bersemangat menyambut kedatangan Paus yang dikenal akan kerendahan hati dan kesederhanaannya ini. Â
Euforia itu masih terasa hingga saat ini walau Paus Fransiskus sudah terbang meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan rangkaian perjalanan apostoliknya di Asia Pasifik ke negara-negara Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura. Foto-foto dan video yang merekam momen-momen kebahagiaan dan  mengharukan dari orang-orang yang mendapatkan kesempatan berjumpa dengan Paus masih membanjiri berbagai media sosial. Mulai dari awam, kaum religius, hingga public figure, mulai dari yang hanya bisa melihat Paus melintas dan melambaikan tangan di hadapan mereka, mendapatkan berkatnya secara langsung, mendapatkan hadiah rosario, hingga umat Katolik yang mendapatkan kesempatan melaksanakan Misa Agung bersama Paus Fransiskus di stadion Gelora Bung Karno. Begitu juga dengan program-program televisi yang masih banyak menayangkan ulang kegiatan-kegiatan beliau selama di Indonesia.
Mundur sedikit ke belakang. Sebenarnya antusiasme menyambut kedatangan Paus Fransiskus di negara ini sudah terlihat sejak beberapa bulan yang lalu sebelum ketibaan beliau di Indonesia. Ada banyak kegiatan yang dilakukan oleh umat dan gereja Katolik di Indonesia dalam rangka rencana kunjungan Paus Fransiskus. Seperti kegiatan doa khusus bagi perjalanan Paus, berbagai podcast di YouTube tentang Paus Fransiskus, bedah buku tentang pemikiran-pemikiran Paus Fransiskus, dan lain lain. Salah satu di antaranya adalah kompetisi menulis yang diselenggarakan oleh majalah Utusan dan Rohani. Keduanya adalah majalah rohani Katolik.
Dewan redaksi majalah tersebut menyelenggarakan lomba menulis esai pendek dalam rangka memeriahkan dan memaknai kunjungan Bapa Suci Fransiskus. Pendaftaran lomba ini sendiri sudah dimulai bahkan sejak bulan Mei 2024. Dalam kompetisi yang terbuka bagi umat Katolik, kaum religius dan saudara lintas iman ini, peserta lomba diharapkan dapat menyampaikan gagasan, aspirasi, atau harapan-harapan kepada Paus di mana  nantinya tulisan pemenang dari lomba ini akan diserahkan kepada Paus Fransiskus setelah diterjenahkan ke dalam bahasa Ingris dan Spanyol.   Â
 Begitu mendapatkan info lomba ini, saya langsung teringat dengan hal-hal yang selama ini tersimpan di hati saya. Ada hal-hal yang memang selama ini saya rasakan seperti ingin saya sampaikan kepada Bapa Paus, entah bagaimana caranya itu. Meski saya bukanlah siapa-siapa, hanya seorang umat Katolik biasa, tapi saya berpikir mungkin suatu saat saya bisa menyampaikan hal-hal tersebut kepada beliau. Begitu yang saya rasakan selama ini. Jadi, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat langka ini. Saya ingin menyampaikan apa yang saya simpan selama ini di hati saya, sekaligus saya juga bersemangat untuk mampu membuat sebuah karya tulis yang baik. Bila menang,  maka tulisan saya bisa sampai di tangan Paus Fransiskus, begitu pikir saya saat itu. Â
Setelah melakukan registrasi, saya pun langsung mulai menulis. Tidak semua hal bisa saya sampaikan dalam tulisan saya tentu saja karena tulisan dalam lomba ini dibatasi antara 800-1.000 kata saja. Jadi, saya harus benar-benar memilih yang mana yang paling penting yang ingin saya sampaikan.
Seperti biasa, saat menulis, saya selalu ingin mengungkapkan banyak hal. Akibatnya, belum-belum jumlah kata dalam tulisan sudah mencapai 2.000 kata. Sempat merasa tegang karena deadline yang saya buat sendiri sudah terlewati kala itu, tapi jumlah kata masih terlalu banyak. Hingga kemudian saya harus mampu memotong beberapa paragraf dan berimprovisasi dengan kata-kata yang lebih ringkas, mengubah bentuk kalimat supaya jumlah kata-kata berkurang, tapi tidak mengubah arti.
Menarik, panitia lomba ini sejak awal memberikan penjelasan yang dapat digunakan oleh peserta sebagai penuntun untuk mengetahui bagaimana bentuk atau isi tulisan yang diharapkan oleh juri. Selain tentu saja adanya ketentuan-ketemtuan karya, seperti karya tidak boleh mengandung unsur SARA, bukan hasil produksi/olahan aplikasi artificial intelligence, bukan plagiarisme ataupun self-plagiarism. Termasuk juga kriteria penilaian yang bagi saya sangat membantu dalam membuat tulisan. Antara lain, penilaian tentang gagasan yang harus orisinal, kreatif, sistematis, dan memantik refleksi, kemudian penilaian gaya bahasa, serta teknik penulisan.
Syukurlah, setelah melalui usaha yang cukup keras, saya bisa mengirimkan naskah tulisan saya beberapa hari sebelum batas akhir pengumpulan karya.
Dan setelah harap-harap cemas menanti pengumuman hasil lomba. Saya kemudian mendapati tulisan saya terpilih sebagai salah satu dari 95 surat terbaik untuk Paus. Tulisan saya memang tidak menempati posisi juara 1, 2, atau 3, tapi saya merasa bersyukur dan bahagia karena dengan terpilihnya tulisan saya di antara 95 surat terbaik, tulisan saya akan disampaikan kepada Bapa Paus.
Dari segi tulis menulis, saya juga merasa sangat senang dan bangga karena juri lomba ini adalah Romo GP Sindhunata, SJ yang merupakan salah satu penulis favorit saya dan Ayu Utami. Wuiihh.. rasanya happy banget!! Sembilan puluh lima tulisan terbaik ini merupakan hasil seleksi dewan juri dari sekitar 500-an tulisan yang masuk ke meja panitia.
Tulisan-tulisan ini kemudian diterbitkan dalam bentuk buku bunga rampai dengan judul Whispers of Hope, dan sudah dipersembahkan kepada Bapa Suci Fransiskus pada tanggal 4 September 2024 yang lalu dalam salah satu agenda pertemuan beliau selama di Jakarta, yakni pertemuan beliau dengan para anggota Serikat Yesus di Kedutaan Besar Vatikan. Buku ini sekarang juga sudah diterbitkan untuk umum.
Harapan saya terkabulkan, tulisan saya sampai di tangan Paus Fransiskus. Saya berharap Bapa Suci berkenan membacanya nanti.
Hal lain yang saya dapatkan dari pengalaman ini adalah saya bisa mengasah kemampuan menulis saya melalui lomba ini, dan dengan apresiasi yang saya dapatkan dari dewan juri, saya mendapatkan kepercayaan diri yang lebih dalam hal menulis.
Kita bisa terus menerus mengasah kemampuan menulis dengan banyak cara. Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa ide apa pun bisa kita gunakan sebagai sumber atau inspirasi tulisan kita. Dan dengan  kreativitas, kita bisa berimprovisasi membuat berbagai bentuk tulisan yang menarik.
Penulis:Â
Francisca S
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H