Mohon tunggu...
Francisca S
Francisca S Mohon Tunggu... Guru - Amicus Plato, sed magis amica veritas

Pengajar bahasa, Penulis novel: Bisikan Angin Kota Kecil (One Peach Media, 2021)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bisikan Angin Kota Kecil (4)

7 Agustus 2020   22:04 Diperbarui: 7 Agustus 2020   22:26 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekian detik aku terpana memandangnya. Tapi kemudian cepat-cepat aku mengalihkan perhatianku. Hanya sesaat aku berani memandang wajah itu. Aku segera kembali mengarahkan pandangan mataku ke makanan yang berada di piringku. Aku berharap tidak ada satu pun dari  mereka yang menangkap apa yang baru saja kulakukan tadi. Terlebih laki-laki itu, aku tidak mau ia mengetahui bahwa aku sedang memperhatikannya, walau itu hanya sebentar. Beberapa kali kudengar teman-teman memanggil dirinya dengan nama, 'Eduardo', sehingga bisa kupastikan, dialah Eduardo, teman Marlene. Ciri wajah Amerika Latin lebih dimilikinya ketimbang sahabatku itu, mungkin karena Marlene masih memiliki darah campuran Belanda dari garis keturunan ayahnya.

Semula aku tak berpikir akan kembali memperhatikan laki-laki itu, karena sebenarnya tadi aku hanya ingin sekedar melihat wajahnya sedikit lebih jelas saja, tapi kenyataannya setelah itu aku tak dapat menahan diriku untuk tidak mengulanginya. Sambil meneruskan makan dan mengobrol, aku kemudian masih mencoba kembali untuk memperhatikan diri laki-laki itu. Dan dalam aksiku yang selanjutnya ini, aku melakukannya dengan gaya bak seorang detektif yang sedang mengintai targetnya. Pura-pura tak peduli, tapi di saat ada sedikit kesempatan, aku akan segera memperhatikannya.

Di meja makan ini pun sikapnya terhadapku tidak berubah, ia masih tidak mau menyapaku, dan tidak mau menatap ke arah diriku. Bahkan saat ia sedang menimpali pembicaraan yang kulontarkan, ia hanya melihat dan memandang ke arah teman-teman lain, tanpa pernah sedikit pun berpaling ke arahku. Sungguh aneh...

Aku mulai merasa tidak nyaman dengan sikapnya itu. Perasaanku mulai terusik. Seolah ia tidak menyukai kehadiranku di sini. Apa yang salah dari diriku? pikirku. Aku toh baru saja bertemu dengannya, bahkan belum pernah bicara langsung dengannya.

Teman-teman yang lain sepertinya tidak memperhatikan hal ini. Mungkin Mauro dan Daniel tadi lupa memperkenalkan dirinya kepadaku dan sekarang mereka tidak sadar akan hal itu karena terlalu asyik mengobrol. Tapi, sudahlah.. aku tamu di sini, aku tidak ingin menunjukkan kejengkelanku.

Walau begitu, sikap tidak pedulinya kepadaku itu malah memberiku kesempatan untuk  mencuri-curi pandang padanya. Aku tak tahu mengapa, saat pertama kali tadi aku memandang wajahnya, ada sesuatu yang aku rasakan tiba-tiba melintas di hatiku. Sesuatu, semacam desiran lembut.. Lalu setelah itu, aku selalu menjadi ingin kembali melihat wajahnya. Kuulangi lagi dan lagi.. berusaha melihat detil wajah laki-laki itu lebih seksama. Ingin sekali rasanya, ia mau memalingkan pandangannya sebentar saja ke arahku, agar aku dapat benar-benar jelas melihatnya. Ia duduk di sudut kiri meja makan, terpaut satu bangku dengan Alex yang duduk di dekatku, tapi jarak itu cukup lebar. Dari tempatku duduk, aku hanya dapat melihatnya lebih banyak dari sisi samping. 

Hingga acara makan selesai, sikap laki-laki itu tak berubah sama sekali, dan itu membuat hatiku semakin bertanya-tanya dan merasa kesal.

Mereka masih terus mengobrol setelah acara makan selesai. Sebuah hal yang biasa dilakukan setelah makan malam bersama dengan teman-teman. Tapi kali ini kuputuskan untuk tidak berlama-lama ikut bergabung dengan mereka, karena aku sudah merasa letih. Aku yakin obrolan itu masih akan terus berlanjut panjang, dan aku tidak akan tahan untuk melakukannya hingga larut malam. Jadi lebih baik aku segera kembali ke kamar. Untunglah mereka mau memahami alasanku.

Saat berpamitan dengan mereka, sempat kulirik sekali lagi laki-laki itu, tapi masih saja ia tak mau memandang ke arahku. Huh..!! Benar-benar aneh dan menyebalkan!

Aku segera merebahkan diri di atas ranjang begitu berada di dalam kamar, berharap dapat segera tertidur dan kepenatan ini pun cepat hilang. Namun ternyata keheningan kamar tak segera menggiringku masuk ke dalam buaian mimpi, mataku tak mau segera terpejam. Laki-laki itu... kembali aku memikirkannya. Kenapa ia tak peduli kepadaku? Tidak sukakah ia akan kehadiranku di sini? Baru kali ini aku mengalami sikap seorang tuan rumah yang tidak peduli seperti itu kepada tamunya. Padahal ia adalah teman Marlene.

Aku tidak menyukai sikapnya, namun wajah itu... tampan dan lembut. Perlahan detil-detil wajahnya yang sempat kutangkap tadi kembali hadir dalam benakku. Aku tak tahu mengapa aku menyukai wajah itu. Seolah ada sesuatu di situ. Seolah aku sedang mencari sesuatu di situ. Namun aku tak tahu apa..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun