Aku menempatkan dalam kantung kertas biru ini semua kenang-kenangan pemberian dari teman-temanku. Di dalam benda-benda ini tersimpan seluruh rangkaian kebersamaan dan kedekatan kami. Bila aku mengamatinya lagi suatu saat nanti, tentu sebuah rekaman yang indah akan muncul dan berputar ulang dengan sendirinya.
Tangan-tangan penolong yang disediakan oleh kota kecil itu, telah membantu menyingkirkan selimut kabut panjang yang membuat kelam hatiku sebelumnya. Masa-masa sepi tanpa teman di sekitarku. Sebuah rentang waktu yang panjang, kala jiwaku membutuhkan ruang tersendiri untuk mengatasi luka yang ada di hatiku.
Tak pernah kubayangkan, pertolongan itu akan kutemukan di sebuah kota yang begitu jauh dari tempatku tinggal, di sebuah belahan bumi yang lain. Pertemuanku dengan orang-orang baru, kehangatan persahabatan yang kudapatkan, rasa damai dan ketenangan yang diberikan sang kota kecil telah menentramkan jiwaku.
Entah bagaimana, tanpa kusadari semuanya itu secara perlahan dapat mengikis dan menepikan sisa-sisa luka yang kala itu masih terbawa serta saat aku berangkat ke Italia, sisa-sisa luka yang belum sepenuhnya pergi dariku.
Mereka telah mengusap air mata kepedihan di hatiku yang kini telah mampu kembali menyambut dan menikmati indahnya sinar mentari, bak bunga matahari di padang luas di pagi hari.
***
Malam ini selain membantu Daniel menyiapkan makanan untuk pesta kecil yang akan mereka adakan, aku juga memasak nasi goreng untuk mereka, seperti janjiku kemarin kepada Mauro.Â
Aku menggunakan bumbu instan kiriman adikku yang belum sempat kupakai dan menambahkan sedikit bumbu racikanku, sehingga tidak perlu waktu lama untuk membuatnya. Aku harap mereka akan menyukainya, seperti teman-teman asingku yang lain yang pernah mencicipi nasi goreng buatanku.
Mereka mengadakan acara makan malam ini karena Mauro akan pergi ke luar negeri selama beberapa waktu, sekaligus untuk menyambut kedatanganku dan saling berkenalan di antara kami. Mereka juga mengundang beberapa teman dekat mereka untuk bergabung. Eduardo akan kembali ke apartemen malam ini, sehingga kami semua akan hadir lengkap.
Aku sudah selesai menata makanan di atas meja, sementara Daniel masih menyiapkan salad yang dibuatnya di urutan terakhir. Karena ia tak memerlukan lagi bantuanku di dapur, aku pun memilih pindah ke ruang duduk, menunggu teman-teman yang lain datang, bersama dengan Mauro.
Baru sebentar kami berbincang, tiba-tiba terdengar bunyi pintu apartemen yang sedang dicoba untuk dibuka dari luar. Pintu terkuak, dan kemudian terlihat tiga orang laki-laki melangkah masuk ke dalam apartemen. "Ciaooo..!!"24) seru mereka serempak, menyapa kami dengan suara yang cukup keras. Â Â