Sekali lagi, apa yang saya dan saudara-saudara Kapusin lakukan di biara kami adalah bentuk sinkronisasi spiritualitas dengan aksi memelihara lingkungan hidup yang telah diwariskan oleh pendiri ordo, yakni Fransiskus.
Di zaman Fransiskus, pemeliharaan terhadap lingkungan tidak seperti zaman sekarang ini. Tidak ada secara eksplisit dan tertulis pesan Fransiskus untuk "menjaga lingkungan dari sampah atau limbah domestik".
Para fransiskan-neslah yang kemudian memberikan tafsiran hermeneutik, atas spiritualitas Fransiskus yang memandang alam dan lingkungan sekitar sebagai saudara dan saudari.
Sinkronisasi ini selalu kami pandang dalam bingkai pertobatan, seperti yang dipahami oleh Fransiskus. Bertobat, bukan saja untuk tindakan dosa melawan Allah dan sesama, tetapi tindakan menyiksa dan menelantarkan alam dan lingkungan.
Bertobat juga kami pahami sebagai upaya untuk membuat yang lebih baik demi alam sekitar. Sudah ada tindakan sensus ecologicus meski sederhana. Tapi, meski sederhana, hal ini dapat dikembangkan agar memberikan dampak positif bagi orang-orang lain.
Saya melihat, bahwa tindakan-tindakan seperti ini sudah dimulai dan dikerjakan oleh banyak orang di luar biara. Tapi, masih banyak juga orang yang acuh dalam memelihara lingkungan sekitar.
Saya berharap, agar model yang kami lakukan dapat menjadi satu contoh dalam memelihara lingkungan dari limbah domestik, memelihara lingkungan menjadi segar dan bersih serta produktif. Sehingga, spiritualitas dan aktualitas menjadi sinkron. Sic fiat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H