Seorang pelajar yang memutuskan untuk merantau tentu telah memiliki segudang target yang hendak dicapai. Agar dapat mewujudkan target-target tersebut, ia harus memiliki mental yang kuat dan tahan "banting" ibarat seekor banteng.
Saat membaca dan mendalami topik pilihan ini, saya teringat akan pengalaman lima belas tahun yang silam. Saya memutuskan untuk merantau dan mengukir sejarah dalam hidup berpisah dari keluarga.
Ini saya putuskan demi mengejar cita-cita yang pada saat itu sungguh menggebu, yakni menjadi seorang pelajar yang tangguh dan mandiri.
Walau sebenarnya, bagi saya pilihan itu masih cukup spontan. Saya belum tahu trik hidup di perantauan. Saya tak tahu bahasa daerah tempat saya akan merantau. Namun, saya optimis bahwa segala kecemasan itu akan cepat teratasi dan berlalu.
Sebelum berangkat, saya diberi nasihat dan motivasi oleh keluarga. Dalam adat Batak Toba, kepada anggota keluarga yang hendak bepergian jauh dengan intensi mulia untuk jangka waktu yang panjang, diberikan dengke simudur-udur (ikan mas yang dimasak arsik dan disusun dengan rapi di atas talam atau piring). Ini simbolisasi dari doa dan dukungan keluarga.
Pada malam sebelum berangkat merantau, saya menerima ikan ini. Juga, seorang adik berpesan agar saya sering mendengar lagu "Anak Medan", satu lagu Batak yang bergenre dangdut ciptaan Freddy Tambunan.
Ada satu penggalan lirik dalam lagu itu yang harus saya pegang, yakni berani menjadi "banteng di perantauan". Untuk lirik yang utuh silakan kunjungi:
Maksud ungkapan
Cukup lama saya mencari maksud pesan adik dan makna di balik penggalan lirik tersebut. Saya mencoba menafsirkan, bahwa banteng itu satu binatang yang cukup kuat, cepat bergerak, hidup dalam kawanan, dan siap menantang.
Apalagi, kalau ada tantangan yang mencoba mengusiknya dan atau kawanannya. Sang banteng akan mati-matian membela diri.
Setidaknya itu yang pernah saya tonton dalam acara televisi yang menyorot kehidupan makhluk liar di alam dan yang pernah saya baca di situs-situs internet.
Lalu, apa hubungannya dengan di perantauan?
Banteng tidak hanya hidup di satu tempat di alam. Kawanan hewan ini akan berpindah mencari tempat yang mampu menjamin ketersediaan makanan dan keamanan untuk eksistensi diri.
Kawanan hewan ini akan "merantau" dari satu tempat ke tempat lain. Yah, bisa juga pergerakan mereka ditentukan oleh insting.
Dalam arus yang hampir sama, saya juga memilih merantau untuk mencari tempat, situasi, dan "alam" yang kompatibel dengan saya. Tentu, ada bermacam tantangan dan hal-hal yang sangat mungkin tidak kompatibel dengan saya.
Maka, saya harus punya sikap siap, berani, gigih, tangguh, dan cerdas. Terutama, cerdas me-manage diri di tanah rantau. Apalagi, saya masih sekolah.
Selain itu, saya pun cerdas untuk memilih mencari tempat yang mampu menjamin keamanan dan kondusif untuk saya.
Bagi saya, ikut dalam paguyuban orang Batak di tanah rantau amat penting. Bagaimana pun juga, orang lain yang memiliki adat yang sama dengan saya sungguh saya butuhkan demi membantu saya kelak dan saya siap membantunya kelak.
Menjadi "banteng di perantauan" juga saya pandang sebagai filosofi hidup untuk memacu kesuksesan di tanah rantau. Konteksnya adalah belajar dan kuliah.
Ini tetap saya pegang. Sehingga, selama berstatus pelajar dan mahasiswa, saya mampu menaklukkan tanah rantau. Nilai dan prestasi baik.
Tentu, masih ada faktor pendukung dan utama lainnya selain filosofi di atas, seperti ketekunan, keseriusan; motivasi dari keluarga; dan doa kepada Tuhan yang Mahakuasa.
Jangan takut
Sekali lagi, bagi saya menjadi "banteng di perantauan" adalah filosofi yang cukup membantu. Tapi, tak pernah saya untuk bertindak gegabah dan penantang bagi orang lain di perantauan. Karena, bisa rundut (rumit) urusannya.
Di satu sisi, saya tak pernah takut untuk hidup di perantauan. Saya tatap tanah perantauan itu sebagai tanah kelahiran yang mampu menjadi teman dekat dan pendukung segala niat baik.
Bagi adik-adik yang juga tengah pusing atau was-was untuk merantau: "Jangan takut untuk tinggal di perantauan!" Apalagi kamu sendiri yang memutuskan untuk sekolah di perantauan.
Ini saat yang baik untuk mengasah kemampuan dan menguji ketangkasan. Kalau ada peluang untuk beraksi, silakan gunakan peluang.
Bijak-bijaklah untuk melihat lingkungan tempat tinggal, komunitas paguyuban yang kondusif, dan kelompok belajar yang kompetitif. Sebab, baik di kampung halaman atau tanah rantau akan tetap ada tantangan.
Tantangan akan terselesaikan jika kita memiliki kematangan berpikir dan bertindak.
Salam merantau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H