Mohon tunggu...
Suaviter
Suaviter Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang dalam proses latihan menulis

Akun yang memuat refleksi, ide, dan opini sederhana. Terbiasa dengan ungkapan "sic fiat!"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena "Tebar Pesona" para Perantau

13 April 2022   11:27 Diperbarui: 13 April 2022   11:48 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tebar pesona. Gambar diambil dari lifestyle.okezone.com

Saat mudik atau pulkam, ada fenomena yang menarik untuk disaksikan. Sering terjadi "tebar pesona" dari para perantau untuk mengundang decak kagum keluarga dan teman sekampung.

Libur panjang merupakan saat yang dinanti-nantikan. Anak sekolah dan mahasiswa-i akan "bermanja ria" dari sekolah dan perkuliahan. Orang tua akan istirahat sejenak dari pekerjaan.

Dan, tentunya libur panjang sangat dinanti-nantikan oleh para perantau untuk dapat kembali ke kampung halaman barang lima hari saja. Apalagi, kalau libur panjang itu berhubungan juga dengan libur hari raya keagamaan. Tak akan disia-siakan.

Entah jauh atau tidak, yang penting pulang kampung (pulkam) atau mulih dilik (mudik). Entah ongkos perjalanan mahal atau tidak, pokoknya mudik dulu. Bertemu dengan keluarga di kampung halaman. Bercengkerama juga dengan teman, tetangga, atau masyarakat satu kampung.

Akan tetapi, bukan hal baru bila saat mudik, terjadi beberapa fenomena yang menarik. Saya pakai kata menarik, karena bagi saya memang menarik. Kadang saya geleng-geleng kepala, salut (positif), dan senyam-seyum sendiri.

Apa itu? Saat menyaksikan teman atau tetangga yang merantau pulkam, biasanya akan tampak fenomena tebar pesona. Fenomena yang saya maksudkan ini bukan tercipta dalam kurun waktu yang singkat, tetapi sudah lama, turun-temurun.

Ya, saya tidak mempersalahkan mereka yang tebar pesona saat pulkam. Sebab saya dan Saudara-i juga pasti (pernah, jarang, atau sering: silakan pilih yang mana) memberikan tebaran pesona di kampung. Mungkin bukan dengan maksud sengaja, tetapi orang lain menjadi sungguh terpesona dengan kita.

Tujuan mulia

Sebelum tiba pada uraian opini tentang fenomena tebar pesona, sebenarnya ada tujuan mulia dari mudik atau pulkam. Bagi saya ditambah keterangan dari beberapa kolega dan teman kerja, mudik pertama kali, dilakukan untuk berjumpa dengan orang tua barulah kemudian tetangga dan teman lama di kampung.

Sebagai seorang anak yang tahu berterima kasih, meninggalkan sejenak pekerjaan di tempat rantau demi memeluk, bercerita, dan memberikan sekian persen dari hasil kerja adalah suatu keharusan.

Sudah sekian lama berada di tanah rantau. Tidak dapat bertatap muka dan bercerita seperti saat masih dibina orang tua. Maka, muncul kerinduan batin untuk berkumpul lagi bersama orang tua.

Jika orang tua di kampung sudah tiada, pasti ceritanya akan berbeda. Gairah untuk pulkam pasti sudah amat surut. Lalu, mengunjungi saudara-i kandung bagaimana? Pasti tetap ada perbedaan nuansa. Mereka pun pasti sibuk dengan pekerjaan, sekolah, kuliah, atau keluarga.

Fenomena

Nah, tujuan mulia tersebut patut diapresiasi dan didukung. Akan tetapi, tetap saja terjadi fenomena tebar pesona saat mudik. 

Pertama, sebelum mudik, biasanya barang/pakaian/peralatan yang dibawa akan diusahakan yang terbaik atau minimal tidak ada di kampung halaman. Tujuannya, agar orang-orang di kampung merasa baru dengan hal tersebut.

Kedua, terjadi pula bahwa akan diusahakan menyewa mobil untuk dipakai ke kampung. Supaya terkesan, bahwa telah cukup sukses di tanah rantau. Walau barangkali penghasilan tidak terlalu tinggi.

Ketiga, saat sudah di kampung barang-barang yang terbaik dipakai. Ya, terkadang tampak pula dalam keseharian, ibu-ibu memakai kalung, cincin, dan anting emas. Kalau mau ke pesta, acara kampung, gereja, atau berkunjung ke rumah tetangga, biasanya emas tidak tinggal. Juga, kalau saat bicara santai di depan rumah, perhiasan tidak boleh lupa.

Terkait ini, sering saya amati para boru Batak (perempuan Batak) cukup kentara mengenakan emas di leher, daun telinga, dan jari manisnya. Wah, memang tentang ini saya tak bisa bohong: kadang geli dan merasa berat sendiri melihat logam mulia itu tergantung ber-gram-gram di lehernya. He he he.

Keempat, terkadang terjadi cerita yang cukup hiperbola terutama jika berkaitan dengan pekerjaan, rezeki, dan status sosial di tanah rantau. Biasanya, perantau akan mencoba memoles cerita agar orang kagum dan tumbuh niatnya pergi merantau. Ya, walau kadang nasib setiap orang beda-beda. Belum tentu sukses itu sama, sederajat, atau bahkan lebih satu dengan yang lain.

Kelima, saat menghabiskan waktu liburan, biasanya akan diadakan acara jalan-jalan di sekitar kampung, atau makan-makan oleh beberapa orang yang bertetangga atau sanak keluarga, atau arisan.

Yang mentraktir biasanya yang merantau. Kadang untuk menjaga gengsi, ya, mereka siap. Pokoknya selagi di kampung, apa yang bisa dihabiskan, yah habiskan. Nanti kalau sudah kembali ke tanah rantau, toh masih bisa dicari rezekinya.

Keenam, saat hendak kembali ke tanah rantau. Inilah yang dinanti-nantikan sebab ada jalang-jalang marisi (salam-salam dengan uang). Baik tetangga atau keluarga sendiri menunggu momen indah ini.

Anak rantau pun pasti sudah otomatis menyisihkan pendapatannya untuk berbagi dengan keluarga atau tetangga. Sekaligus, dengan membagi rezeki, anak rantau membisikkan agar mereka didoakan di tanah rantau. Gengsilah, kalau salam-salam ini tidak ada.

Asal jangan dilebih-lebihkan

Fenomena di tebar pesona di atas sungguh terjadi. Terutama di daerah saya yang mayoritas orang Batak Toba. Maka, tadi saya menggunakan beberapa frasa dalam Batak Toba.

Tidak masalah pulang kampung. Karena, di baliknya ada ungkapan masihol tu huta hatubuan (rindu pada tanah kelahiran). Apa saja yang ada dalam cakupan tanah kelahiran, yakni orang tua, tetangga, tempat bermain ketika masih di kampung, dan terlebih aroma segar di kampung halaman.

Tapi, terkadang terjadi sikap tebar pesona kesuksesan. Masih untung, sukses beneran. Bagaimana kalau kesuksesan yang dimaksud adalah olahan dan elaborasi dengan majas hiperbola? Orang di kampung toh akan tahu tentang cerita sebenarnya.

Barangkali, fenomena demikian masih dapat diperbaiki ke depan. Agar, saat pulkam dan mudik saya dan Saudara-i yang baik tampil dengan apa adanya, tulus, dan terlebih rendah hati.

Kalau pun kemudian orang sungguh terpesona dengan keadaan kita, itu patut disyukuri. Sembari, ada ajakan bagi mereka yang tinggal di kampung untuk tekun, setia, dan serius dalam bekerja. Di kampung atau tanah rantau, ia pasti berhasil. Yang penting kerja keras, disiplin, tahu bersyukur pada Tuhan, dan sikap hemat perlu dipegang dalam mencari rezeki.

Jauh di atas itu, semoga perjalanan mudik para Saudara-i yang akan libur nanti lancar, aman, dan membawa suka cita di dalam keluarga masing-masing. Tetap patuhi prokes, jaga stamina, dan ikut vaksinasi Covid-19.

Semoga bermanfaat.

Suaviter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun