Mohon tunggu...
Suaviter
Suaviter Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang dalam proses latihan menulis

Akun yang memuat refleksi, ide, dan opini sederhana. Terbiasa dengan ungkapan "sic fiat!"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena "Tebar Pesona" para Perantau

13 April 2022   11:27 Diperbarui: 13 April 2022   11:48 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tebar pesona. Gambar diambil dari lifestyle.okezone.com

Nah, tujuan mulia tersebut patut diapresiasi dan didukung. Akan tetapi, tetap saja terjadi fenomena tebar pesona saat mudik. 

Pertama, sebelum mudik, biasanya barang/pakaian/peralatan yang dibawa akan diusahakan yang terbaik atau minimal tidak ada di kampung halaman. Tujuannya, agar orang-orang di kampung merasa baru dengan hal tersebut.

Kedua, terjadi pula bahwa akan diusahakan menyewa mobil untuk dipakai ke kampung. Supaya terkesan, bahwa telah cukup sukses di tanah rantau. Walau barangkali penghasilan tidak terlalu tinggi.

Ketiga, saat sudah di kampung barang-barang yang terbaik dipakai. Ya, terkadang tampak pula dalam keseharian, ibu-ibu memakai kalung, cincin, dan anting emas. Kalau mau ke pesta, acara kampung, gereja, atau berkunjung ke rumah tetangga, biasanya emas tidak tinggal. Juga, kalau saat bicara santai di depan rumah, perhiasan tidak boleh lupa.

Terkait ini, sering saya amati para boru Batak (perempuan Batak) cukup kentara mengenakan emas di leher, daun telinga, dan jari manisnya. Wah, memang tentang ini saya tak bisa bohong: kadang geli dan merasa berat sendiri melihat logam mulia itu tergantung ber-gram-gram di lehernya. He he he.

Keempat, terkadang terjadi cerita yang cukup hiperbola terutama jika berkaitan dengan pekerjaan, rezeki, dan status sosial di tanah rantau. Biasanya, perantau akan mencoba memoles cerita agar orang kagum dan tumbuh niatnya pergi merantau. Ya, walau kadang nasib setiap orang beda-beda. Belum tentu sukses itu sama, sederajat, atau bahkan lebih satu dengan yang lain.

Kelima, saat menghabiskan waktu liburan, biasanya akan diadakan acara jalan-jalan di sekitar kampung, atau makan-makan oleh beberapa orang yang bertetangga atau sanak keluarga, atau arisan.

Yang mentraktir biasanya yang merantau. Kadang untuk menjaga gengsi, ya, mereka siap. Pokoknya selagi di kampung, apa yang bisa dihabiskan, yah habiskan. Nanti kalau sudah kembali ke tanah rantau, toh masih bisa dicari rezekinya.

Keenam, saat hendak kembali ke tanah rantau. Inilah yang dinanti-nantikan sebab ada jalang-jalang marisi (salam-salam dengan uang). Baik tetangga atau keluarga sendiri menunggu momen indah ini.

Anak rantau pun pasti sudah otomatis menyisihkan pendapatannya untuk berbagi dengan keluarga atau tetangga. Sekaligus, dengan membagi rezeki, anak rantau membisikkan agar mereka didoakan di tanah rantau. Gengsilah, kalau salam-salam ini tidak ada.

Asal jangan dilebih-lebihkan

Fenomena di tebar pesona di atas sungguh terjadi. Terutama di daerah saya yang mayoritas orang Batak Toba. Maka, tadi saya menggunakan beberapa frasa dalam Batak Toba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun