Maka, sedapat mungkin, kemarahan itu jangan dipendam, tetapi harus dituntaskan. Agar, tidak dibakar oleh alasan dan faktor lain. Agar, kemarahan tidak membusuk dan membesar dalam diri, sehingga akan menjadi sulit untuk dituntaskan.
Apa yang dapat kita lakukan? Selain cara di atas, kita perlu berdoa. Ya, walau terkesan mengandung unsur rohaniah, doa bisa menjadi cara menuntaskan kemarahan. Kita mohon pada Allah agar diberi kebijaksanaan dan keberanian menyelesaikan masalah.
Pada akhirnya, kita berani meminta maaf, walau terkadang bukan kita yang menyebabkan satu masalah muncul. Selain itu, kita perlu membaca buku-buku motivasi hidup, cara hidup dalam konteks sosial yang multikultural, pengolahan emosi, dan jenis chicken soup lainnya.
Perlu juga dicatat bahwa, kemarahan jika tidak diselesaikan dapat menjadi gerbang si iblis untuk menyelinap. Ia akan memporak-porandakan integritas diri dan memancing kita untuk tidak mau berdamai atas masalah yang terjadi.
Keputusan yang mantap
"Kemarahan yang tidak diselesaikan menghancurkan relasi baik dengan sesama dan Allah dan memberi kesempatan bagi iblis untuk berkuasa"
Pada akhirnya, walau kemarahan atau masalah itu sepele dan ringan, kita perlu membuat komitmen untuk menyelesaikan atau menuntaskan kemarahan agar tidak terbelenggu. Kemarahan adalah akar banyak masalah. Kita harus menyelesaikan kemarahan dengan tekad bulat.
Terkadang, kemantapan hati saja tidak cukup. Karena, sudah ada luka-luka yang tertinggal dalam hati dan diri yang bisa saja tidak lagi terobati. Akan tetapi, agar tidak banyak luka itu dan masih bisa dengan cepat diobati, mari kita menuntaskan kemarahan itu.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H