Mengikuti konser secara online tidak kalah menariknya daripada konser offline. Ada beberapa pertimbangan yang menjadi alasan untuk memilih konser online.
Dua tahun sudah pandemi Covid-19 menguasai dunia. Banyak hal dalam kehidupan manusia yang mengalami dampak: sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan hiburan.
Syukurlah, pandemi Covid-19 tidak dapat mematahkan daya kreativitas manusia. Meski wabah satu ini mengganas di sana-sini, selalu ada inovasi yang bisa menjembatani kesulitan dengan pelaksanaan aktivitas manusia.
Salah satunya adalah berkembangnya media informasi dan teknologi. Beberapa kegiatan yang melibatkan banyak orang dapat dilakukan secara virtual/online.Â
Rapat yang mengundang banyak orang dalam jarak yang cukup jauh dapat dilakukan secara online. Pendidikan (belajar-mengajar) juga dilakukan secara online. Konsultasi kesehatan bisa juga dilakukan secara online. Belanja pun secara online.
Bahkan, aksi kemanusiaan - menggalang dana dan bantuan untuk orang/kelompok masyarakat yang sungguh mengalami dampak pandemi - dilakukan secara online. Termasuklah di dalamnya konser musik.
Akan tetapi, bangsa Indonesia bisa sedikit menarik nafas lega sembari bersyukur bahwa keganasan virus baru tersebut sedikit bisa dikendalikan. Maka, di beberapa sektor, pemerintah telah memberikan kelonggaran aktivitas, mobilisasi, dan termasuk konser musik.
Menyaksikan konser musik secara langsung (live) sesungguhnya asyik dan menarik. Apalagi, yang tampil adalah penyanyi/pemusik yang disukai atau diidolakan. Apa pun akan dilakukan asal, momentum berharga tersebut berlalu disia-siakan.
Setiap orang tentu punya pilihan: ikut konser secara offline atau menikmati konser secara online atau melalui siaran televisi.
Bagi saya, kedua pilihan di atas baik. Namun, sampai saat ini, saya lebih senang menikmati konser musik secara online atau melalui siaran televisi. Berikut beberapa alasannya.
Soal kenyamanan
Alasan pertama adalah perihal kenyamanan. Menikmati konser musik secara online atau di rumah jauh membuat nyaman dan sekaligus aman, ketimbang ikut secara live di tempat konser.Â
Di rumah, saya bisa duduk atau sedikit berbaring dengan santai, sembari menikmati makanan atau minuman ringan menyaksikan para penyanyi atau pemusik andal tampil. Teriakan para fans, desakan para penonton, dan aksi-aksi brutal tidak mengganggu.Â
Kalau menyaksikan konser secara offline, saya harus sungguh berhati-hati agar tidak kehilangan barang milik pribadi. Karena, beberapa teman yang fanatik menghadiri konser offline telah beberapa kali kehilangan dompet, kalung, dan beberapa barang milik pribadi.Â
Bisa dimaklumi, mereka tidak fokus menjaga, karena euforia konser mampu menghipnotis mereka. Apalagi, taraf pengamanan jika ada konser biasa dan akbar tidak terlalu kuat. Sebab, ada begitu banyak penonton, sementara tim keamanan hadir dengan jumlah dan di ruang yang cukup terbatas untuk menjaga penonton.
Media rekreasi
Alasan kedua adalah menikmati konser di rumah dapat menjadi media rekreasi bersama keluarga. Bapak, ibu, kakak, adik, dan sanak saudara turut ikut menyaksikan aksi-aksi fantastis para penyanyi dan pemusik di atas panggung.
Biasanya, kami dalam keluarga (sebelum merantau) secara bersama akan menyaksikan tayangan penuh seni dari pemusik/penyanyi. Kami tidak dalam keadaan "hening cipta" menonton. Selalu saja ada senda gurau bahkan dorongan motivasi dari anggota keluarga untuk mengembangkan atau mengelola bakat seni.
Memang hal ini sungguh positif. Bisa saja, bakat seseorang muncul ketika dalam satu momentum, keluarga memberikan motivasi dan sekaligus fasilitas.Â
Kehangatan, kekompakan, dan keharmonisan dalam keluarga tentu akan tercipta ketika orang tua dan anak dapat duduk bersama dalam suasana rekreasi dan saling memberi dukungan positif demi perkembangan masing-masing.
Dan, setelah merantau pun di rumah, saya dan beberapa teman juga memanfaatkan kesempatan ketika ada tayangan konser, rekreasi bersama. Hal yang saya rasakan di keluarga, saya rasakan pula bersama para teman.
Setelah selesai konser, biasanya kami akan coba mempraktikkan suguhan karya seni dari para pemusik atau penyanyi handal. Meski tidak sempurna, hasil yang didapat memuaskan. Sebab, ada saudara yang cukup ahli bisa merekam kreativitas para profesional tersebut dan mengajarkannya.
Penghematan
Yah, alasan ini tak dapat lagi disangkal. Sebelum pandemi, salah satu alasan kuat bahwa saya tak terlalu tertarik ikut konser secara langsung adalah saya ingin hemat, bukan pelit.
Saya mempertimbangkan seperti ini:Â
"Harga tiket untuk ikut konser sudah sekian rupiah. Sementara, jika saya tabung yang sekian rupiah itu, saya bisa membeli banyak hal atau saya bisa melakukan hal-hal yang jauh lebih bermanfaat dengan uang itu. Ketimbang saya habiskan sekian rupiah dalam sekejap mata tapi tak terlalu berfaedah."
Dalam poin ini, saya sungguh mempertimbangkan pengeluaran. Agar, biaya untuk ikut konser bisa saya alokasikan untuk hal-hal yang jauh lebih penting dan urgen.
Hemat itu penting, sebab saya tidak tahu apa yang akan terjadi besok dan besok. Saya butuh uang untuk bertahan hidup. Maka, ketika ada hal yang tak diinginkan, persediaan selalu ada.
Terutama, di masa pandemi ini, sikap hemat sungguh penting. Mengingat, keuangan tidak stabil dan beberapa barang pangan sulit untuk dibeli seperti minyak goreng, paket internet, dan bahan bakar.
Esensi konser sama
Saya juga berpikir bahwa, baik mengikuti konser secara online maupun offline, esensi konser tetap sama. Ada pemusik, ada penyanyi, ada penonton, ada alunan musik, dan ada sound system. Apa yang ada di panggung secara live, itu juga yang ditampilkan secara online atau lewat siaran televisi.
Nikmatnya juga sama. Dengan adanya tv digital di rumah, konser musik di panggung serasa nyata ada di rumah. Berkat adanya tv digital, suara jauh lebih bersih, tampilan gambar jernih, dan apa yang ditonton seakan-akan nyata.
Yah, barangkali untuk gengsi menyaksikan konser secara langsung itu perlu. Ada fans yang menyerbu idolanya untuk berfoto ria. Lalu, foto itu di-upload di medsos untuk publikasi diri. Ini sih, tidak salah; sah-sah saja asal tetap berada pada batas-batas yang wajar.
Berhubung saat ini masa pandemi, saya lebih memilih untuk jaga diri dari kerumunan. Saya tidak tahu siapa saja yang sehat dan tidak dalam konser, sebab tidak ada jaminan yang sangat akurat.
Karena, menyaksikan fenomena selama masa pandemi, masih banyak orang yang tidak peduli pada kesehatan. Misalnya, di pasar dan tempat-tempat umum, sekitar 75% orang tidak mau pakai masker dan jaga jarak.
Yah, lebih baik lindungi diri dari Corona Virus. Sebab, bukan hanya konser musik yang harus saya saksikan, tetapi masih banyak lagi tugas dan pelayanan yang harus saya kerjakan.Â
Meski sudah 3 kali disuntik vaksin, saya harus tetap hati-hati. Dan, lebih baik bagi saya mencegah hal yang tidak tidak. Lebih baik menjaga diri daripada kemudian menyesal dan harus isolasi mandiri.
----
Bagi saya sendiri, tentu ada tujuan pemerintah untuk mendongkrak perekonomian Indonesia yang terganggu oleh pandemi Covid 19. Mengingat, kasus infeksi Covid-19 tidak lagi begitu mencekam dan telah diberikannya kelonggaran oleh Presiden di beberapa sektor termasuk dalam pengadaan konser offline di masa pandemi.Â
Saya yakin akan banyak orang yang membeli tiket konser, apalagi jika bintang yang akan tampil di atas panggung idola banyak orang bukan hanya nasional, tetapi kelas internasional.
Setiap orang punya pilihan untuk ikut hadir secara langsung atau cukup dengan menyaksikan secara online atau melalui siaran televisi. Saya tetap mempertimbangkan beberapa hal di atas untuk lebih memilih menyaksikan konser musik secara online.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H