"Kemarahan yang ada dalam diri kita, perlu dikelola dengan baik agar tidak menjadi senjata bagi orang lain dan bumerang bagi diri kita sendiri"
Dalam tulisan yang berjudul Atasi Kemarahan Anda dengan Metode ABCD, saya telah berbagi beberapa hal. Pertama, kita perlu memahami kemarahan yang ada di dalam diri masing-masing secara positif.
Di dalam kemarahan tersebut, ada sisi baiknya. Bahwa, kemarahan bisa menjadi sarana komunikasi dan wahyu diri sendiri kepada pihak (orang) lain. Asalkan, kita marah pada hal yang tidak baik dan benar serta mengungkapkan kemarahan tersebut dengan cara yang tidak destruktif.
Kedua, kita dapat mengatasi kemarahan agar tidak destruktif dengan metode ABCD. Metode tersebut adalah acknowledge (mengakui), backtrack (mundur), consider (menyadari), dan determine (menentukan sikap). Lalu, metode ini akan menjadi sangat mujarab apabila komunikasi yang baik tetap terjalin secara matang dan dewasa.
Nah, kali ini saya mau berbagi lagi tiga langkah yang dapat dilakukan dalam mengelola kemarahan. Agar, kemarahan terarah pada track yang dapat dikendalikan dengan wajar.
Langkah pertama: Cepat mendengar
Dalam pepatah kuno Cina dikatakan demikian: "Tuhan menciptakan manusia dengan dua telinga dan satu mulut. Tujuannya adalah agar manusia dapat mendengar dua kali lebih banyak daripada berbicara."
Saat marah, kita lebih dominan ingin berbicara lebih banyak untuk menyampaikan berbagai argumen pembelaan mengapa kita marah sebegitu hebatnya. Sulit kita memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjelaskan alasan mengapa ia membangkitkan amarah kita.Â
Atau setidaknya, kita sulit untuk rendah hati bertanya mencari kebenaran, mengapa seseorang dengan sengaja/tidak sengaja membangkitkan amarah kita. Kemampuan kita untuk menyimak pun akan ditekan, karena rasa sakit hati, frustrasi, atau tidak aman menggerogoti diri kita.
Tentunya, langkah pertama ini akan membantu kita mengelola dan mengobati kemarahan. Karena, jika kemarahan dibiarkan, kemarahan itu akan sangat menghancurkan kita dan orang-orang di sekitar.
Kita perlu terbuka, siap, bersedia, dan bahkan punya hasrat untuk pertama sekali mendengarkan dan menyimak keterangan dari orang lain.