Sementara saya, makan sedikit saja - walau sudah dengan pola dan jenis diet yang cukup ketat - tubuh sudah melar dan bengkak. Kata orang kayak pemeran film Boboho. Leher pun tidak kelihatan. He he he.
Yah, meski demikian, setelah mengalami pertobatan serius karena cinta pada si jantung, saya kembali pertama sekali ingin mengenal kebutuhan tubuh, bukan kebutuhan mata.
Tubuh akan memberikan peringatan kepada saraf kontrol agar berhenti makan ketika perut sudah terisi. Sementara mata, tidak. Selagi masih bisa dilihat, semua makanan dan atau minuman ingin dinikmati sekaligus tanpa tahu berkata cukup.
Hal ini menjadi alarm keras bagi saya untuk merubah mindset atas dua ungkapan yang kurang pas di atas. Saya ingin tubuh sehat dan terlebih jantung fit. Selain itu, saya ingin agar bisa bergerak dan beraktivitas dengan lincah, giat, dan tanpa beban berat.
Kontrol diri penentunya
Tubuh bisa menjadi sehat dan bugar, tanpa obesitas karena adanya kontrol diri. Bukan pertama-tama jenis dan pola diet yang ketat.
Saya pernah membaca satu biografi singkat dari seorang biarawan yang memiliki pola hidup yang sehat, terutama dalam makanan.
Pada dasarnya, dia tetap memakan makanan yang berminyak dan daging. Hanya saja dia tahu mengatur porsi agar tidak berlebihan mengonsumsi jenis makanan tadi.
Walau enak, dia akan berkata cukup agar tidak tergoda lebih lanjut. Untuk itu, baik menarik atau tidak menu makanan, ia akan mencukupkan porsi makannya dengan hanya satu piring. Demikian berlanjut hingga usia tuanya.
Hal ini perlahan-lahan saya tiru: entah menarik atau tidak menu makanan, saya akan mencukupkan porsi makanan dengan hanya satu piring. Selebihnya saya akan mengonsumsi buah-buahan.
Berlatih puasa
Hal kemudian yang saya lakukan untuk keluar dari obesitas yang tak karuan adalah berpuasa.Â